Arshaka Ravindra Pratama, ketua geng motor 'Black Wings' yang begitu disegani diarena balapan. Bukan arena sirkuit resmi yang diikutinya, namun arena balapan liar lah yang diam-diam ia ikuti. Tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya, Shaka masuk dalam dunia hitam untuk melarikan diri dari rasa kecewanya terhadap seorang perempuan.
Jingga Aurilia, gadis dingin cinta pertamanya Shaka. Karena kesalah pahaman membuat hubungan mereka harus kandas begitu saja. Namun ternyata rasa itu tak mudah keduanya lupakan. Mereka memilih diam, mempertahankan ego tinggi yang membentang menutupi rasa cinta yang tak pernah berubah.
Akankah mereka dapat meruntuhkan ego tinggi itu dan kembali bersama? Atau mereka akan selamanya diam dalam balutan penyesalan?
"Mata saja tidak cukup untuk melihat, butuh hati untuk menyempurnakannya." -Jingga-
"Aku hanya ingin mengikis jarak yang membentang menjuhkan kita. Setidaknya aku berhenti melukai hati yang tak sejalan dengan keadaan." -Shaka-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ade Nuryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bujangan malang
Disebuah ruangan luas, suara wanita paruh baya terdengar melengking menggema memenuhi ruangan tersebut.
"Apa? Melamar?" pekik mama Ay kaget. Tentu saja ia mendengar, jika putranya sudah kembali bersama dengan putri dari sahabatnya itu. Namun, untuk melamar? Apa Agel memberitahunya? Pikirnya bertanya.
Shaka mengusap telinganya yang terasa berdengung. Suara sang mama sungguh mengalahkan pengeras suara di mesjid. "Mama kalo kaget tuh b aja. Gak usah teriak, bikin sakit telinga," celetuknya keceplosan.
"Ishh, kamu tuh. Mau Mama bikin tambah sakit?" ancam mama Ay hendak menarik daun telinga putranya yang langsung dihadang oleh Shaka sendiri.
"E, eh. Nggak Ma! Aku becanda kok," selak Shaka. Tangannya mencoba menghadang tangan sang mama.
"Ada apa sih? Kalian gak bosen apa ribut mulu. Kamu juga kak. Sensen gak ada, Mama jadi sasaran," ucap papa Ay menghampiri mereka.
Pria yang hampir memasuki setengah abad itu, medaratakan bokong diantara ibu dan anak itu, untuk memisahkan keduanya.
"Gak ada? Emang kemana mereka?" tanya Shaka heran. Pasalnya ia baru saja memasuki rumah itu, sejak malam pertama Sena.
"Katanya sih, nginep dirumah Abi. Entahlah Mama juga gak ngerti, pengantin baru kok ya udah ninggalin ranjang. Kata sepuh dulu tuh pamali. Harus empat puluh hari dulu baru bisa ninggalin kamar pengantin, kecuali emang pindah. Eh ini baru semalam udah pergi," cerocos mama Ay.
"Si mama masih aja percaya gituan? Ini tuh jaman modern. Pengantin sekarang 'kan gak mungkin nunggu empat puluh hari. Honeymoon basi dong," ucap Shaka yang hanya digumamkan dalam hati.
"Mungkin mereka butuh privasi, Ma. Rendi sama Aysa 'kan lagi dinas," balas papa Ar.
"Tapi 'kan disini juga kita gak ganggu bang," protes mama Ay.
"Mama gak ganggu. Aku yang keganggu, harus jadi satpam semalaman," gerutu Shaka kesal.
Sontak saja hal itu membuat suami istri itu tergelak. Benar, mereka melupakan Shaka si bujangan. Pantas saja anak laki-lakinya itu tiba-tiba kabur dan menginap dirumah neneknya. Ternyata, dia terganggu dengan suara meresahkan dari bilik sebelah. Pikir mereka. Oh Shaka yang malang ...
Shaka hanya mencebikan bibir menanggapi. Tentu saja ia kesal dengan kelakuan kedua orang tuanya. Bukan kasihan, mereka justru meledeknya.
"Itu kira-kira denger suara kek gitu. Si utun bangun gak Kak?" ledek mama Ay disela tawanya.
"Ck, Ma ..." geram Shaka memperingati dengan wajah memerah dan mata yang bergulir malas. Menandakan betapa kesalnya lelaki tersebut. Mama Ay kian tergelak melihat raut wajah putra tampannya.
"Gak apa-apa Kak, itung-itung mancing. Kalo udah berdiri tegak, berarti udah siap." tambah papa Ar, ikut meledek. Hal itu tentu semakin membuat kekesalan Shaka meluap.
"Ck, gak usah rese deh pa! Pake mancing segala, dikira ikan apa?" gerutunya yang mana membuat ibu dua anak itu tak henti tertawa.
Karena kesal dengan tawa sang mama yang tak kunjung usai, Shaka hendak berlalu pergi. Namun baru saja ia akan berdiri, sang papa menahannya.
"Eeh, mau kemana?"
"Mau ke kamar, tidur!" sungut Shaka.
Papa Ar terkekeh dengan jawaban putra sulungnya, yang persis mengingatkan ia pada sang kakak ipar, bang Age. Kemudian pria itu merangkul pundak sang putra untuk menenangkannya.
"Becanda Kak," bujuk pria si penyabar itu. Shaka hanya berdecak menanggapi sang papa.
"Katanya mau bicara sama Papa. Ada apa?" tanya Papa Ar yang mulai serius.
Sedari tadi Shaka memang baru bicara pada sang mama. Sang ayah yang baru pulang dari kantor tengah membersihkan diri di kamarnya. Hingga ia belum tau apa yang dibicarakan Shaka.
"Aku mau melamar Jinjin," balas Shaka dengan raut wajah yang sama.
"Kapan?" tanya papa Ar.
"Sekarang," balasnya enteng.
"Hah?!" tentu saja pria paruh baya itu sedikit shok. Haruskah dadakan seperti itu?
"Sekalian aja langsung nikah, kek nya kamu udah kebelet gara-gara dengerin suara meresahkan dari bilik sebelah," celetuk mama Ay meledek.
"Itu lebih bagus. Definisi sultan ngirit namanya," balas Shaka dan langsung dapat tampolan dari sang mama.
"Kenapa harus sekarang? Kenapa gak direncanain dulu?" tanya papa Ar heran.
"Ini waktunya udah pas. Aku udah pikirin ini dari jauh-jauh hari," balas Shaka.
"Heleh, CLBK nya aja baru kemarin. Masa iya, udah mikir dari jauh-jauh hari," selak mama Ay tak percaya.
"Emang iya kek gitu. Asal mama tau aja, aku tuh udah mikirin berbagai hal sebelum memutuskan kembali sama Jinjin," balas Shaka tak mau kalah.
"Tapi 'kan gak harus dadakan gini juga, Kak. Kamu pikir ngelamar itu kek orang beli sayur di mang Odik. Beli, udah kelar," protes mama Ay.
Shaka hendak berkomentar, namun sang mama membekap bibir Shaka dengan telunjuknya.
"Suuut!! Mama belum selesai ngomong," peringatnya dan hanya dibalas hembudan napas kasar dari Shaka. "Kita harus kasih tau dulu keluarga yang lain, ngasih tau ustadz. Belum lagi, harus persiapan beli cincin. Terus itu onty Agel nya harus dikasih tau dulu-" cerocos mama Ay.
"Ma!!!" peringat Shaka, menyelak ucapan sang mama. "Ini lamaran, Ma. Bukan kawinan," kesalnya.
"Gak usah lah, pake acara ngondang orang segala macam. Cukup papa aja, bilang sama om Juna, putrinya mau dijadiin mantu. Udah gitu aja, repot bener," lanjutnya.
"Isshh, kamu tuh," tampolan dilengan didapatkan Shaka kembali dari sang mama.
"Udah-udah," lerai papa Ar.
"Kamu emang udah bicara sama om Juna?" tanyanya pada Shaka.
"Udah, Pa!" balasnya.
"Ya udah, kalo gitu kita siap-siap! Keburu malam entar," ajak papa Ar.
"Gak telepon dulu Sensen, Mamih sama Ibu?" tanya mama Ay.
"Gak usah, Ma. Kita aja, udah," balas Shaka enteng.
"Isshh ntar adek kamu tuh ngambek lagi," peringat mama Ay.
"Gak bakalan. Palingan mereka lagi seneng-seneng sama dunianya," celetuk Shaka, tentu ia sangat ingat waktu itu sang adik dan adik ipar yang bermain sebelum tengah malam. Bahkan masih terlalu siang menurut ia yang biasa melek sampai pagi buta.
"Aku siap-siap dulu!" Shaka berlenggang berpamitan pada kedua orang tuanya menuju kamar.
Baru saja kakinya menginjak lantai kamar, dering ponsel tiba-tiba mengalihkan atensinya. Ia meraih benda itu yang ternyata panggilan dari anak motor. Tertera nama Edo dilayar pipih tersebut. Ia membawa benda itu kedepan telinganya.
"Hem?" Dengan malas Shaka menerimanya.
"Apa???"
Tanpa basa basi, lelaki itu menutup sambungan telepon. Lalu segera meraih jaket dan kunci motor si black. Bahkan ia tak sadar sudah menjatuhkan ponselnya diatas kasur. Ia berlari keluar tanpa berpamitan pada kedua orang tuanya dan melesat meninggalkan pekarangan rumah dengan kecepatan tinggi. Pikirannya hanya tertuju pada keadaan markasnya sekarang. Bahkan ia melupakan rencananya untuk berkunjung kerumah Jingga.
Tak membutuhkan waktu lama, motor sampai didepan bangunan tua itu. Nampak dua rombongan yang tengah saling serang.
"Brengs*k!!"
\*\*\*\*\*\*
Jangan lupa jejaknya gaiss😘😘