"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22 Setitik Harapan
Hari penerimaan raport pun tiba,
Alvin sengaja berangkat terlambat, ia
tak ingin berharap pada orang yang tak
dikenalnya, meski orang tersebut sempat
menawarkan diri, untuk menjadi wali
Alvin.
Dengan keyakinan bahwa tidak ada
yang akan mengambil raportnya hari ini,
Alvin pun berangkat ke sekolah dengan
cukup gelisah, rangkaian kalimat yang
akan ia katakan pada wali kelas pun mulai
ia susun di kepalanya.
Sesampainya di sekolah, ia sedikit
heran melihat beberapa teman sekelasnya,
yang menatapnya dengan tatapan yang
sulit diartikan.
"Ada apa Ming?" tanya Alvin pada
Mingyu yang tampak mengintip ke dalam
kelas.
"Lah ini! Kenapa baru datang" keluh
Mingyu.
"Emang kenapa?" tanya Alvin.
"Kamu kenal 2 orang itu vin?" tanya
Mingyu, seraya menunjuk 2 orang yang
sedang sama sama sedang melihat isi rapor
Alvin.
Alvin pun menggeleng.
"Tapi itu yang laki-laki, bukannya
yang kemarin bilang mau ngambilin
raporku ya Ming, kan ada kamu waktu itu"
ujar Alvin.
"Nah iya, katamu kamu gak kenal,
makanya kamu tolak kan, tapi dia beneran
datang loh vin, sama istrinya lagi" sahut Mingyu.
"Terus ini kenapa temen-temen tadi
pada ngeliatin aku" bisik Alvin masih
belum mengerti.
"Soalnya, tadi ada anak kelas sebelah,
yang nyindir kalau anak beasiswa dikelas
kita itu sebenarnya mampu, tapi kenapa
dapet beasiswa. Orang tuanya aja pakai
mobil, gitu" tutur Mingyu menjelaskan.
"Terus apa hubungannya dengan aku?"
tanya Alvin masih belum paham.
"Hmmm sebenernya dia itu nyindir
aku, soalnya tadi papa kesini naik mobil,
tapi begitu nama kamu yang dipanggil
tadi, terus dateng2 orang itu, jadinya anak
kelas mikirnya kalau kamu itu sebenarnya
mampu, tapi malah pakai beasiswa
kesininya. Anak kelas cuma kehasut anak
sebelah aja sih" jelas Mingyu membuat Alvin mengerti pada akhirnya.
Tak lama kemudian, kedua orang yang
tengah mengambilkan rapor Alvin pun
keluar kelas.
"Nah ini anaknya" ucap pak Angga,
pria yang menawarkan diri menjadi wali
Alvin.
Di sebelahnya, seorang wanita cantik
tampak memperhatikan Alvin dengan
seksama, ada raut terkejut serta mata yang
mulai menggenang, seraya menatap haru.
"Mirip banget" gumam wanita
tersebut.
"Selamat! Kamu peringkat 8, masuk l10
besar di antara murid murid pintar sudah
sangat hebat, om bangga sama kamu" ujar
pak Angga membuat Alvin terkesiap.
"pak eh om" ucap Alvin
"Terimakasih pak eh om" kemudian, seraya menerima rapor yang di
ulurkan padanya.
"Oh ya, kenalkan. Ini istri saya, Ayu.
Kamu bisa panggil Tante Ayu" ucap pak
Angga mengenalkan istrinya.
Alvin dan Tante Ayu pun
berkenalan. Tante Ayu yang masih tampak
haru, kini sudah mulai bisa mengontrol
emosinya.
"Maaf sebelumnya, om dan tante.
Sebenarnya saya ingin tau alasan, kenapa
om bersedia mengambilkan saya rapor,
padahal kan kita belum kenal
sebelumnya?" tanya Alvin dengan
sopan, membuat pak Angga tersenyum.
"Hei Alvin!" sapa Bu Rosa.
Membuat pak Angga yang hendak
menjawab pertanyaan Alvin, seketika
terdiam.
"Oh Tante" jawab Alvin seraya
menyalami tangan Bu Rosa.
"Rapor kamu sudah diambil?" tanya
Bu Rosa menatap rapor yang kini dipegang
oleh Alvin, seraya memandang ke
sekitar Alvin, namun tak melihat
keberadaan pak Rohman.
"Sudah Tante, ini diambilin om Angga
dan Tante Ayu" jawab Alvin jujur.
"Oh ya, syukurlah. Kalau begitu,
mereka... Masih keluarga?" tanya Bu Rosa
membuat Alvin bingung menjawabnya,
sebab ia sendiri tak merasa memiliki
hubungan apapun dengan pasangan suami
istri tersebut.
"Iya, kami masih keluarga yang baru
bertemu" jawab pak Angga. Membuat
Alvin membelalakkan matanya.
Sementara Bu Rosa tampak mengangguk.
"Peringkat berapa nak?" tanya Bu
Rosa.
"Alhamdulillah 8 te" jawab Alvin.
"Wah pinter ya, ini si Alex aja cuma 9"
ucap Bu Rosa.
"Itu juga sudah baik tante, olimpiade
kemarin juga juara 2 kan" ujar Alvin
ingin memuji.
"Tapi pinteran kamu kan, kamu aja
juara 1 loh" jawab Bu Rosa.
Membuat Alvin hanya tersenyum
sembari menggaruk kepalanya yang tak
gatal.
"Baiklah, kalau begitu. Saya permisi
dulu ya nak, mau langsung, ada perlu lagi
soalnya, mari om dan tantenya Alvin"
pamit Bu Rosa yang kemudian berlalu.
"Alvin, boleh kami mampir ke rumah kamu?" tanya pak Angga. Membuat
Alvin sedikit terkejut dan bingung.
"Oh boleh om dan Tante, kapan mau
mampir?" tanya Alvin.
"Sekarang aja ya, sekalian ada yang om
pingin omongin" jawab pak Angga.
"Hmmm baiklah, mari kita ke tempat
tinggal saya" jawab Alvin pada akhirnya.
Mereka bertiga pun melangkah
menuju ke parkiran, melihat Alvin yang
mengambil sepedanya, membuat pak
Angga menawarkan untuk naik mobil
bersama saja, namun Alvin
menolaknya.
la meminta pak Angga mengikutinya
dari belakang saja, bahkan Alvin
meminta maaf, karena laju sepedanya tak
mungkin bisa cepat.
"Alvin mirip banget mas, sudah
pasti dia anak yang hilang itu. Aku jadi gak
sabar mau kasih tahu mereka" ujar Tante
Ayu saat di dalam mobil.
"Kamu tahan diri dulu, kita harus
memastikan semuanya dengan benar,
jangan sampai kejadian beberapa tahun
yang lalu kembali dialami oleh mereka.
Aku kasihan kalau mereka sampai salah
mengira lagi" ujar pak Angga
menenangkan sang istri yang terlihat
begitu antusias.
"Wajahnya mirip banget sama
papanya waktu muda mas, kali ini gak
mungkin salah" ucap Tante Ayu kekeuh.
"Iya, tapi baiknya kita pastikan dulu
kan" jawab pak Angga kemudian.
Beberapa menit mengikuti Alvin
mengayuh sepedanya, mobil pak Angga pun berhenti saat melihat Alvin juga
berhenti.
Mereka pun turun seraya mendekati
Alvin, tampak di belakang Alvin
sebuah rumah yang cukup bagus.
"Mobil gak bisa masuk om, jadi parkir
di depan sini aja gpp, jalan kaki bentar ya,
rumah saya masih masuk" ujar Alvin
diiringi anggukan kepala oleh pak Angga
dan Tante Ayu.
Alvin pun turut menuntun
sepedanya, ia merasa tak sopan jika
menaikinya, sebab tamunya sendiri sedang
berjalan kaki.
Tak butuh waktu lama, rumah
Alvin pun berhenti di depan rumahnya.
la segera meletakkan sepeda di dekat
gerobak sampahnya.
"Maaf ya om, Tante. Rumah Alvin
banyak rosoknya, belum Alvin setorkan
soalnya" ucap Alvin seraya membuka
kunci pintu rumahnya.
Pak Angga dan Tante Ayu terlihat
memperhatikan sekitar, sedikit heran
sebab tadi sempat mengira jika
pemberhentian awal tadi lah, tempat
tinggal Alvin.
"Mari masuk, maaf tempat tinggal
saya memang begini keadaannya" ucap
Alvin mempersilahkan tamunya duduk
di lantai yang beralaskan tikar itu.
Sedangkan Alvin berlalu masuk
seraya menyalakan kompor, hendak
membuat teh.
Tak lama kemudian, teh yang diseduh
Alvin pun tersaji.
"Kamu disini sama siapa nak?" tanya
Tante Ayu.
"Saya tinggal sendiri tante" jawab
Alvin ikut duduk.
"Loh bukannya kamu ada orang tua ya
Vin? Waktu itu Abah Maliki pernah cerita
soalnya, kalau kamu ada orang tua" ujar
pak Angga membuat Alvin
mengangguk.
"Iya om, saya baru 3 bulan ini tinggal
disini sendiri. Hanya ingin mandiri saja"
jawab Alvin membuat pak Angga tak
bertanya lebih lanjut.
"Oh ya maaf om dan Tante, pertanyaan
saya di sekolah tadi belum di jawab" ucap
Alvin.
"Hmmm saya bersikeras ingin menjadi
wali kamu, karena merasa kamu mirip
dengan keponakan saya yang hilang"