NovelToon NovelToon
Kukira Cinta Tak Butuh Kasta

Kukira Cinta Tak Butuh Kasta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Perjodohan
Popularitas:11.6k
Nilai: 5
Nama Author: Lailatus Sakinah

Ziyanada Umaira, biasa dipanggil Nada jatuh cinta untuk pertama kalinya saat dirinya berada di kelas dua belas SMA pada Abyan Elfathan, seorang mahasiswa dari Jakarta yang tengah menjalani KKN di Garut, tepatnya di kecamatan tempat Nada.
Biasanya Nada menolak dengan halus dan ramah setiap ada teman atau kakak kelas yang menyatakan cinta padanya, namun ketika Abyan datang menyatakan rasa sukanya, Nada tak mampu menolak.
Kisah mereka pun dimulai, namun saat KKN berakhir semua seolah dipaksa usai.
Dapatkan Nada dan Biyan mempertahankan cinta mereka?

Kisahnya ada di novel ''Kukira Cinta Tak Butuh Kasta"

Selamat membaca!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kesibukan dan Kelelahan Nada

Nada menatap layar laptop dengan mata yang sembab dan tangan gemetar. Tiga hari lagi ia harus sidang skripsi, tetapi presentasinya masih setengah jadi.

Waktu terasa berdentang kencang, sementara energi malah semakin menipis. Proyek skripsi, pekerjaan di hotel, dan bisnis seblak yang dikelolanya sendiri tak pernah berhenti.

Tiap malam ia begadang, pagi-pagi sarapan dilupakan, makan siang dilewatkan, dan malamnya menyelesaikan laporan dan stok seblak satu persatu.

Pada suatu malam, setelah shift di hotel berakhir pada pukul 23.00, Nada pulang dengan langkah lemah. Ia terkena serangan pusing hebat, dadanya sesak, tangan dingin. Ros teman sekontrakan dan sahabatnya sejak SMA segera membopongnya ke kamar. Nada menggigil, napas tersengal.

“A… aku enggak kuat, Ros…” Rosa cepat menyelimuti Nada, menatap wajah temannya yang pucat. Setelah mencoba menelepon klinik terdekat dan tak mendapat tanggapan, Rosa memutuskan membawa Nada ke klinik darurat kota yang buka 24 jam.

Tepat tengah malam, lampu klinik redup. Di ruang pemeriksaan umum, udara terasa dingin. Nada duduk di kursi tunggu, wajahnya pucat dan lemah. Rosa duduk di sampingnya, memegang tangan Nada erat.

"Nad, masih bisa bertahan kan? Jangan bikin aku takut dong Nad." Rosa sudah bercucuran air mata sejak melihat Nada tampak kesakitan keluar dari hotel.

Hingga akhirnya, sang Walikota yang kebetulan sedang ada keperluan di klinik itu datang ke ruang klinik. Ia mengenakan jas panjang plus masker medis. Seorang petugas klinik memperkenalkannya.

“Pak Arfan, mohon maaf mengganggu. Kami sedang menangani pasien yang lemah, ini adalah pasien yang baru saja diantar.”

Walau terkejut, Nada dan Rosa langsung bisa mengenali sosok itu. Walikota tersebut adalah pria yang pernah menyatakan cintanya itu. Laki-laki yang beberapa hari yang lalu membantunya terbebas dari tuduhan korupsi. Sedikit gemetar Nada menerima tatapan tegas namun lembut dari sang senior.

“Ziyanada? Kita bertemu lagi untuk kedua kalinya… Terakhir kita bertemu waktu SMA sebelum pertemuan kemarin. Bagaimana kabarmu?” Nada tercekat. Ia tak mengira akan bertemu lagi dengan seseorang yang pernah menyimpan rasa begitu dalam di saat ia tak bisa menahan sakit yang menyergapnya.

“Pak… iya, maaf beberapa hari yang lalu saya belum sempat mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan Bapak." Nada berbicara lemah, karena kondisi tubuhnya memang sedang tidak baik-baik saja saat ini.

"Kamu sepertinya sedang sakit." Pak Walikota yang bernama Arfan itu mendekat.

 "Betul Pak sekarang saya… sakit tiba-tiba."

"Nada kelelahan Pak Wali, beberapa hari ini begadang dan makannya tidak teratur." Rosa mencoba membantu menjelaskan bahwa Nada butuh istirahat dan observasi.

Walikota lalu duduk bersila di kursi dekat tempat tidur pasien kecil yang kosong, tetap menunggu bersama Rosa hingga dokter datang memeriksa.

Esok paginya, nada masih dalam kondisi lemah. Penanganan dokter merekomendasikan istirahat minimal dua hari. Walikota yang kebetulan punya acara di kota lain—mengulur sedikit waktu untuk tetap berada di klinik menjaga Nada.

 “Pak Wali masih ada di sini? Saya kira semalam pamit untuk ke hotel lebih dulu.” seorang perawat datang menyapanya.

Arfan sang walikota duduk di kursi salah satu ruang umum, sekadar menatap Nada yang tertidur menahan sakit dan sesekali berbicara lembut.

“Pastikan dia minum air, makan sedikit, dan istirahat yang cukup, ya.” ucap sang walikota mengabaikan perawat yang melihatnya heran, Arfan hanya membalasnya dengan senyuman.

Rosa menyuarakan terima kasih berulang kali. Ia membantu pekerjaan Nada yang semalam belum usai, mengatur jadwal ulang shift dan membereskan seblak supaya bisa fokus menemani Nada.

Namun sepanjang pagi dan siang, komunikasi antara Walikota dan Nada semakin intens, Rosa beberapa kali mempersilakan Arfan untuk melanjutkan aktivitasnya, Nada sudah mulai membaik namun sang walikota seolah enggan beranjak.

Sekali-sekali Walikota menanyakan handuk hangat atau air putih pada perawat untuk kebutuhan Nada. Ia bahkan menawarkan untuk membawakan makanan ringan dari kantin klinik pada Rosa.

Nada yang semula tertidur lemah, perlahan membuka mata, dia terkejut mendapati sang walikota masih berada di sana.

"Bapak masih ada di sini?" perlahan Nada bangun, dia sudah lebih baik dibanding semalam setelah dua botol infus masuk ke tubuhnya.

"Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja, sebelum aku pergi." ucap Arfan seketika membuat Nada terdiam, sementara Rosa membulatkan matanya.

Sementara itu, Abyan yang sedang berada di luar kota untuk tugas proyek mendengar kabar lewat Rendi sang asisten bahwa Nada tidak masuk kerja karena sakit. Dari suaranya, Rendi terdengar khawatir.

“Abyan, Nada tiba-tiba drop semalam. Aku dapat kabar dari Rosa, sekarang dia butuh istirahat.”

Abyan ia pun langsung panik. Ia menyudahi urusannya di luar kota lebih cepat, bahkan membatalkan janji pekerjaan, lalu mengejar penerbangan paling awal kembali ke Jakarta.

“Aku harus kesana. Sekarang juga.” pikirnya.

Saat Abyan tiba sore hari di pintu masuk klinik, ia melihat petugas yang mengantar Rosa keluar ruangan periksa. Rosa melihat Abyan langsung menghampirinya, wajah pucat nan gugup.

“Ros... Kenapa kamu enggak bilang ke aku semua ini? Kenapa dia sendirian?”

“Maaf Pak Abyan, Alhamdulillah sekarang Nada sudah lumayan baikan, saya yang jaga dia semalam." Abyan seolah menulikan telinganya, dia berjalan menuju ruang dimana Nada dirawat.

Tiba‑tiba Abyan menangkap pemandangan yang membuat hatinya tercerai-berai, di kursi tunggu dekat ranjang Nada, berdiri sosok yang tak biasa di sana. Dan Abyan ingat betul siapa laki-laki itu.

Sang Walikota tengah menunduk perlahan sambil memerhatikan tangan Nada yang diinfus, Nada tengah tertidur setelah minum obat. Sang walikota menoleh pelan. Sementara Abyan membeku.

Abyan masuk ke ruang perawatan kecil itu. Nada merasakan kehadirannya, matanya terbuka lemah dan terpaku. Arfan berdiri dari duduknya, menyapa Abyan dengan kepala tertunduk sedikit.

“Pak Abyan, senang bertemu anda kembali." Abyan hampir kehabisan napas. Semua perasaan, kelelahan, kekhawatiran, dan ya cemburu, tumpah dalam satu sesak.

“Anda berada di sini?" Abyan mencoba mengendalikan hatinya, bersikap tenang dan penuh wibawa.

Nada mendengar suara itu. Suara yang sangat Familiar, dia perlahan membuka matanya.

“Pak Abyan?" Nada berusaha bangun, Rosa membantunya.

Rosa berdiri di sisi Nada. Ia merasa harus melindungi Nada dari kekacauan emosional ini.

“Pak Abyan, Pak Arfan, terima kasih atas kedatangannya. Maaf sepertinya Nada masih harus istirahat beberapa hari ini." Rosa mencoba mengalihkan perhatian keduanya.

“Iya saya ada di sini sejak semalam. Saya sudah mengenal Nada sejak masa SMA kami satu sekolah, saya ingin memastikan dia mendapat perawatan terbaik.” Arfan memilih menjawab pertanyaan Abyan.

Abyan memerah. Karena lelah, belum sarapan, dan rasa cemburu yang mendadak meledak. Ia menunduk, menatap Nada.

“Nada… maaf aku terlambat datang.” Nada menatap Abyan. Air mata perlahan mengalir meski ia tengah sakit. Buru-buru dia menghapusnya.

"Terima kasih, Pak."

“Baiklah kalau begitu saya pamit dulu. Aku harap kamu segera pulih, Nad.” Abyan menatap ke Walikota, lalu ke Nada, lalu kepada Rosa, seraya menarik napas panjang.

Arfan mengangguk dan berpamitan secara santun.

"Rosa, pastikan bila butuh apa-apa jangan sungkan hubungi saya.” Ia bangkit, membungkuk lembut kepada Nada, lalu keluar bersama stafnya yang beberapa saat lalu datang mengabarkan agendanya.

Ruang klinik kembali sunyi, hanya tinggal Abyan, Nada, dan Rosa. Nada mengeluarkan senyum lemah ketika Abyan duduk di sisinya dan menarik selimut agar lebih nyaman.

“Pak Abyan… terima kasih sudah datang.”

“Gak usah begitu. Yang penting kamu cepat sembuh. Kita bisa atur ulang sidang skripsi dan kerjaan di hotel.”

"Tidak, aku hanya butuh istirahat sebentar. Insya Allah bisa ikut sesuai jadwal." kekeh Nada, dia tidak mau menunda lagi.

Sebelum meninggalkan klinik, Rosa membantu mencatat jadwal ulang untuk sidang skripsi dan seblak, yang disusun bersama Abyan.

"Tempo Istirahat 2–3 hari, fokus pulih total, tidur cukup, makan teratur." ujar dokter yang memeriksa Nada hari itu.

"Terima kasih, dok. Saya sudah merasa lebih baik sekarang." ujar Nada.

Saat Nada diperiksa dokter Abyan berdiri menyimak, dia tak membiatkan dokter muda itu berada di ruangan Nada seorang diri, saat perawat keluar untuk mengambil sesuatu di saat itualh Abyan masuk dan membiarkan Rosa sendiri mencek file presentasi milik Nada.

"Pak Abyan, Bapak masih di sini?" tanya Nada usai sang dokter pamit.

"Iya, aku masih di sini. Kamu jangan khawatir semuanya sudah terkendali. Skripsimu rupanya sudah selesai, bahan presentasi juga sudah disempurnakan. Tinggal kamu sembuh aku yakin kamu akan bisa mengikuti sidang pada waktunya nanti."

"Aamiin, Insya Allah Pak. Terima kasih."

"Oya, untuk seblak, saat ini fokus weekend saja sebelum urusan kuliah kamu selesai, biar konsisten waktu."

"Dan untuk kerjaan di hotel, jadwal dikurangi sementara, agar energi dan waktu tersisa untuk recovery dan sidang. Aku sudah menghubungi Rendi untuk menyesuaikan semuanya."

Abyan berbicara panjang lebar menjelaskan hasil kerja kerasnya mengatur agenda Nada.

Nada tersenyum, merasa lega. Darah cemas dan lelah sedikit mereda. Hatinya penuh rasa syukur atas dukungan siapa saja yang peduli. Rosa, Walikota yang tak mengintervensi lebih jauh, dan Abyan yang meledakkan emosi tapi kembali ke sisi yang paling mencintainya.

Tiga hari setelah kejadian klinik, Nada merasa jauh lebih baik. Ia dan Abyan menyelesaikan persiapan presentasi bersama Rosa. Dokumen sudah lengkap, slide sudah lancar, pikirannya lebih jernih.

Pada hari sidang, Aula Fakultas penuh. Pembimbing akademik mengangguk puas ketika presentasi Nada berakhir. Meski awalnya grogi, Nada memaparkan tanpa hambatan. Para peneliti tanya jawab pun berhasil ia jawab dengan mantap.

Di barisan depan, Abyan memandang penuh kebanggaan, Rosa tersenyum lebar, dan… sekilas, Arfan hadir sebagai tamu undangan, duduk di sudut. Namun ia tidak menyapa secara waw – cukup tersenyum hangat saat mata mereka bertemu. Itu jawaban bahwa ia memang menjaga hubungan profesional dan menghormati keputusan Nada.

Setelah sidang, Nada resmi menyandang gelar sarjana. Aula dipenuhi tepuk tangan. Dia berlalu menghampiri Abyan dan Rosa, dan bertemu mata Walikota satu kali lagi.

Beberapa detik tatapan mengingatkan

kembali pertemuan di klinik, sebuah pengertian bahwa perhatian bisa jadi peduli, tapi cinta dan komitmen keluarga, hubungan, tetap milik yang dipilih dengan sadar.

“Aku sangat bersyukur kalian selalu ada buatku, terima kasih."

“Sama‑sama. Sekarang sidang selesai, seblak kita lanjutkan lagi deh.” Rosa menyengir, sambil menggenggam tangan Nada.

“Kita rayain kelulusan dulu. Seblak enak yang level pedas moderate, plus diskon buat pelanggan loyal.” lanjut Rosa, dia sudah menelepon Rendi dan beberapa teman di kantor yang turut mendukung Nada untuk datang ke rumah kontrakan mereka sore ini.

“Selamat ya, Ziyanada. Semoga kesuksesan selalu menyertai.” Arfan datang menghampiri, membuat Abyan kembali menghembuskan nafasnya kasar. Kehadiran Arfan entah kebetulan atau sengaja selalu berhasil membuatnya cemburu.

Nada membalas senyuman anggun. Sementara Abyan mengangguk hormat, berusaha menekan emosinya.

1
Kuntar Retno Rukmini
Ceritanya bagus. Ada nilai2 kehidupan yg bisa jadi teladan. Ada pemikiran2 gadis muda yg bersikap dewasa. Tetapi penyebutan nama kadang2 keliru.
Rahmawati
abyan terlalu lemah, tuh Indira lagi mantau kalian, entah apa lagi yg dia rencanakan
Rahmawati
Indira sampai nyari nada ke garut hanya utk nyelakain nada
Yhanie Shalue
semoga Indira gagal nyakitin nada,, dan abyan segera tahu rencana liciknya,, nada segera sembuh dan bs kerja lg
terimakasih double up nya kak🥰
Nurhartiningsih
lama update nya
Yhanie Shalue
kak Laila,, ditunggu up nya ya kak🥰
Yhanie Shalue
nada mulai goyah ni,, jangan ya nada ya, abyan sudah rela jd garda terdepan buatmu,, hargai usaha dia untuk memilikimu😌
Rahmawati
aduh gimana sih nada, cintamu jgn bercabang ke arfan ya.
kira kira apa lagi rencana indira
Lita
*yang
Rahmawati
pak walikota perhatian bgt sama nada, apa masih menyimpan rasa sama nada
Yhanie Shalue
duch2 pak abyan hrs extra hati2, sainganmu x nie tdk bisa diremehin ga cm jd walikota tp dia jg susah py rasa dari waktu msh sekolah,, semangat mengejar cinta sejati 😍
lanjut kak
Rahmawati
kasian nada jd korban kebencian indira
Teh Fufah
novel author yang satu ini kata2 nya begitu indahhh
Yhanie Shalue
indira2 sekuat ap kamu akan menghancurkan nada,, tapi dia orang baik pasti dia bakal dikelilingi orang2 baik juga
adelina rossa
lanjut kak semangat buat nada semoga orang yang bikin fitnah segera ketahuan...
Indri anti
nada keren meski orang tak punya semangat dan pemikirannya is the best
Rahmawati
indira mau jebak nada ya, nada km harus hati-hati
Rahmawati
nadaa bergerak dalam diam, tetap semangat nada
Rahmawati
kakek akbar jg sebenarnya kagum sama nada
nurjen
lanjut tetap semangatt aku mau /Smile//Smile//Smile//Drool/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!