Namanya Rahayu yasmina tapi dia lebih suka dipanggil Raya. usianya baru 17 tahun. dia gadis yang baik, periang lucu dan imut. matanya bulat hidungnya tak seberapa mancung tapi tidak juga pesek yah lumayan masih bisa dicubit. mimpinya untuk pulang ketanah air akhirnya terwujud setelah menanti kurang lebih selama 5 tahun. dia rindu tanah kelahirannya dan diapun rindu sosok manusia yang selalu membuatnya menangis. dan hari ini dia kembali, dia akan membuat kisah yang sudah terlewatkan selama 5 tahun ini, tentunya bersama orang yang selalu dia rindukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18_Hilang Kendali
Gita segera berlari setelah pelajaran kedua selesai. Dia langsung menerobos menerjang siswa dan siswi lain yang menghalangi jalannya. Dengan rambut kuncir kuda dan baju yang sedikit di lipat tak lupa dengan baju yang tak dimasukkan membuat penampilan gadis itu seperti berpenampilan seperti seorang pria alias tomboy.
" Awas awas. Ihhh lo ngehalangin jalan gue. Oiii minggir!" Itulah teriakan yang keluar dari mulutnya. Siswa dan siswi lainnya hanya bisa menggeleng kepala karena sudah terbiasa dengan tingkah absurd Gita.
Setelah melewati beberapa koridor akhirnya dia sampai di ruang UKS. Gita berhenti sejenak lalu mengambil nafas dalam dalam lalu menghembuskannya pelan.
"RAYA!" Teriaknya membuat Raya terbangun dari pejaman matanya.
" Lo udah sadar? Lo nggak apa apakan? Lo belum matikan? Lo masih bisa nafaskan? Coba lo lihat gue, lo masih inget gue nggak?"
" Ray,, Raya? Wah bener nih kayaknya otak lo konslet!" Sambung Gita melihat keterdiaman nya " Nih Penjaganya juga mana lagi? Dok.. dokter? Dokt.."
" Berisik!" Raya segera membekap mulut Gita yang cemprengnya ngalahin Toa masjid " Lo bisa diem nggak? Nambah pusing nih kepala gue denger cerocosan lo!"
" Ya Maaf. Lagian gue tanya lo-nya diem aja." Sungut Gita.
" Gimana gue mau jawab kalo lo nya ngomong mulu?"
" Hehe iya sih. Eh ngomong ngomong Si ketua kelas kemana? Bukannya dia nungguin lo?" Tanya Gita mencari sosok Dirga.
" Ke kantin, katanya mau beli makanan." Gita hanya mengangguk lalu memutuskan untuk duduk di kursi yang terdapat di ruang UKS.
" Lo pingsan apa tidur? Lama banget dahhh. Enak banget dari pagi sampe sekarang nggak belajar." Cetus Gita melipat tangan di dada " Pingsan enak nggak sih? Gue pengen pingsan juga pengen nyobain tapi nggak bisa bisa." Raya menoyor kepala Gita membuat gadis itu mendengus dan mengerucutkan bibirnya.
" Lo tuh ada ada aja. Mana ada pingsan dibuat buat."
" Ya justru itu gue pengen nyobain Ray. Tapi gimana yah caranya?"
" Minta hukuman sama pak Kumis siapa tau berhasil." Kedua gadis itu menoleh, mendapi Dirga yang baru saja ikut bergabung bersama mereka. Pria itu membawakan beberapa cemilan, ada bubur dan juga teh hangat.
" Raya pingsan karena perutnya kosong. Coba buburnya dimakan dulu biar cepet baikan." Raya menerima mangkuk pemberian dari Dirga, menatap pria itu sesaat lalu memakan buburnya.
" Jangan kaya orang susah deh Ray, masa lo nggak bisa beli Roti buat ganjel perut lo? Emang si biang kerok nggak ngasih lo makan apa?"
Uhukkk
Dirga segera memberian Raya teh hangat. Lagi Raya menatap pria itu, dia hanya bisa tersenyum tipis dan mengucapkan ' Terimakasih ' atas kebaikannya.
" Gue udah nggak tinggal dirumah Hito lagi." Ucap Raya memberitahu " Gue tinggal di rumah gue." Sambungnya menjawab pertanyaan yang akan keluar dari mulut Gita.
" Terus lo tinggal sama siapa?" Tanya Dirga.
" Sendiri."
" Tapi kenapa lo bisa tinggal di rumah Lo? Bukannya tujuan lo balik kesini bu....."
" Enggak apa apa. Gue cuma pengen tinggal dirumah aja. Kangen rumah juga." Bohongnya, dia tidak ingin mengatakan kebenarannya. Cukup dia saja yang tahu masalahnya ini. Apa lagi saat ini ada Dirga dia tidak mungkin menceritakannya kalau dia tengah bertengkar dengan Hito.
" Yaudah kalo lo udah selesai kita bisa balik ke kelas sekarang." Ucap Dirga.
" Hemm. Gue juga udah baikkan kok," Sahut Raya " Sini gue bantuin turun, lo masih lemes kayaknya." Gita segera meraih tangan Raya membantunya turun dari brankar.
" Sekali lagi makasih ya Dir, lo udah repot repot nungguin gue." Ucap Raya tak enak hati. Karena menunggu dirinya di UKS Dirga ikut tidak masuk pelajaran kedua.
" Iya nggak ap..."
" Dirga." Ucapan Dirga terhenti saat seorang gadis berambut pirang memanggil namanya " Lo udah di tungguin anak anak di ruang rapat, Ayo." Tanpa mengizinkan Dirga untuk melanjutkan ucapannya Gadis itu segera menyeret Dirga keluar dari ruangan itu, membuat Raya terbengong melihatnya.
" Dasar nenek lampir. Munafik banget dahhh!" Mendengar celotehan Gita Raya segera menoleh kearah temannya itu.
" Ngapain lo ngatain dia? Diakan Jihan, mantan wakil ketua osis?"
" iya gue tau. Tapi lo belum tau sifat aslinya Ray, Muka cantiknya cuma sebatas topeng." Raya semakin mengerutkan alisnya, bingung dengan perkataan Gita " Udah udah. Nanti gue jelasin. Lebih baik kita kekantin sekarang. Gue laper." Raya hanya menurut lalu keluar dari ruang UKS itu dibantu Gita.
Keduanya jalan beriringan sampai Langkah Raya terhenti saat Matanya mengunci tepat pada satu objek yang kini tengah menatapnya juga. Dengan keberanian dan tekat yang dia miliki Raya mulai kembali melangkahkan kakinya. Dia tidak boleh lemah, dia meyakinkan pada dirinya sendiri jika dia mampu untuk mengatasi masalah ini.
Lima langkah lagi. Dua langkah lagi dan akhirnya Raya berhasil melewati Hito yang juga tengah berjalan dengan mata yang tak pernah lepas darinya. Keduanya saling melintasi tanpa tegur sapa. Seperti orang asing mereka saling mengabaikan satu sama lain.
Hufff
Raya mengesah lega saat dia berhasil mengabaikan Hito untuk kedua kalinya. Meskipun tadi mulutnya terasa gatal ingin menyapa dan memaki pria itu, tapi akhirnya Raya bisa mengontrol emosinya.
Cuma gini doang jantung gue udah maraton. shit. Raya mengumpat dalam Hati. Hito benar benar berpengaruh besar dalam hidupnya.
" Langkah awal yang baik. Oke kita lanj....."
Dukkkk
Raya terkejut saat seseorang menarik tubuhnya sehingga dia membentur sesuatu yang kokoh dan keras. Mulut Gita sedikit terbuka dengan mata yang membulat.
" Lo semua pada bisa main bola nggak sih?" Hito segera melepaskan tubuh mungil Raya lalu mengambil Bola yang hampir saja membendol gadis itu.
Para siswa yang tengah bermain bola pun berkumpul, menundukkan kepala karena tau sedang berhadapan dengan siapa " Siapa yang tadi nendang huh?" Tanyanya berteriak.
Ciko dan Rian ikut bergabung dengan Hito, memasang wajah dingin seperti sedang mengintimidasi para adik kelasnya itu " JAWAB. LO SEMUA PUNYA MULUTKAN?"
Raya yang melihat Hito mulai kehilangan kendali segera menghampiri pria itu menarik tangannya untuk pergi dari sana namun tidak bisa.
" Lepasin tangan gue," Sentaknya menghempas tangan Raya dari lengannya " JAWAB GUE!!"Teriaknya kembali. Namun tak ada seorangpun yang berani membuka suara. Mereka memilih bungkam membuat Hito semakin marah.
" Lo, sini!" Tunjuk Hito pada salah satu siswa yang bertubuh gempal " Siapa tadi yang nendang bola huh?"
" Bu...bukkk...an. bukan saya ka." Jawabnya
" Terus siapa huh?" Siswa itu hanya menunduk dan membungkam mulutnya kembali.
" Brengsek." Hito membanting bola itu sehingga terpental. Raya yang melihat Amarah Hito yang semakin menjadi sempat terkejut namun dia berusaha untuk terbiasa.
" Sini lo semua," Tantang Hito kesal. Dia geram karena tidak ada seorangpun yang mau menjawab pertanyaannya. Melihat Hito yang ingin menerjang mereka, Ciko dan Rian pun berusaha menahan. Begitupun dengan Gita dan Raya mereka menyuruh para siswa itu untuk membubarkan diri.
" Kalian mau kemana huh? Sini berengsek. Lawan gue!" Teriak Hito.
" To, Hito, Hito cukup!" Teriak Raya " Lo apa apaan sih? Lo itu terlalu berlebihan, Namanya juga lagi main bola, mana tau kalo bola yang mereka tendang bakal kesasar dan hampir kena gue."
" Lo itu terlalu berlebihan To, Itu hanya masalah sepele lo nggak perlu membesar besarkan seperti ini. Mau jadi preman sekolah lo huh?" Hito menyingkirkan tangan Ciko dan Rian yang sedari tadi menahannya. Hito mulai melangkah mendekati Raya yang berada di depannya.
" Kalo iya kenapa huh? Mau ngadu lo sama nyokap gue? Sana aduin ke nyokap gue. Nggak takut gue. Sekalian lo buat nyokap gue itu benci sama gue."
" Lo ngomong apaan sih? Gue nggak ada maksud kesana ya!" Balas Raya.
" Terserah. Terserah lo mau ngapain juga. Gue nggak peduli." Hito meninggalkan Raya begitu saja yang masih meneriaki namanya.
" Hito gue belum selesai ngomong." Raya berteriak Kedua tanganya terkepal diantara sisi tubuhnya, kesal dengan pria yang bernama Hito itu.
" Udah Ray, Mending lo simpen suara lo itu. Percuma Lo manggil manggil dia toh dia nggak bakal nyautin panggilan lo." Ucap Rian.
" Temen lo itu berengsek banget sih. Nggak tau apa kalo ini sekolahan? Pake mau ngajak berantem lagi!"
" Yah namanya juga si biang kerok. Kerjaannya bikin onar." Celetuk Gita.
" jangan asal ngomong. Kalo nggak tau apa apa jangan ngomong sembarangan." Sangkal Ciko yang tak terima dengan ucapan Gita. Gita hanya mengangkat bahunya acuh menurut Gita itulah kenyataannya.
" Kita duluan ya." Pamit Rian dan Ciko. Raya dan Gita masih memperhatikan punggung kekar ketiga pria itu. Semakin lama punggung itu semakin kecil dan tak terlihat lagi ketika ketiganya berbelok ke kanan.
" Tadi si Hito nolongin lo kan?" Tanya Gita tak percaya dengan apa yang dia lihat " Tapi kenapa pas lo pingsan tadi Dia nggak nyempetin buat liat Lo di UKS?" Lagi perkataan Gita membuat hati Raya semakin berkecambuk. Raya pun merasa aneh dengan sikap teman masa kecilnya itu. Apa yang sebenarnya pria itu inginkan? Sedikit kasar sedikit baik. Raya tidak mengerti dengan sikap Hito yang suka berubah rubah itu.
Sikap lo yang seperti ini yang membuat hati gue masih mengharapkan pengakuan dari lo Cung! Batin Raya lalu mengesah pelan.