Kedamaian yang seharusnya bertahan kini mulai redup. Entitas asing yang disebut Absolute Being kini menjajah bumi dan ingin menguasai nya, manusia biasa tak punya kekuatan untuk melawan. Namun terdapat manusia yang menjadi puncak yaitu High Human. High Human adalah manusia yang diberkahi oleh kekuatan konstelasi kuno dan memakai otoritas mereka untuk melawan Absolute Being. Mampukah manusia mengembalikan kedamaian? ataukah manusia dikalahkan?. Tidak ada yang tahu jawaban nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyukasho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29: Tiga Lawan Satu
Langit malam di atas Hutan Iris tampak jernih, namun angin membawa kabar buruk. Sho membuka mata. Kabut di depan bergoyang aneh, tidak mengikuti ritme alam. Suara dedaunan berbisik dalam pola yang bukan ciptaan hutan, itu adalah tanda dari kehadiran yang memaksa masuk.
Sho berdiri di tepi medan pelindung, tubuhnya kini menyatu dengan hutan Iris sepenuhnya. Setiap nafasnya menjadi ritme bersama detak jantung hutan. Ia bukan lagi hanya seorang High Human tapi di tempat ini, ia adalah perwujudan dari hutan Iris itu sendiri. penjaga kehidupan di antara alam.
"Aku tahu kalian di sana." Ucap Sho datar, berdiri perlahan dari posisinya.
Dari balik pepohonan muncul tiga sosok. Irene berdiri di depan, rambut panjangnya tergerai basah seperti ditarik dari dunia lain. Di belakangnya, pria bertopeng membawa senjata-senjata melayang dengan tenang, dan sosok kecil dengan api Kagutsuchi kini membara lebih liar, matanya bersinar merah menyala.
"Sho aku merasakan kehadiran Hephaestus menyelimuti sosok bertopeng itu." Ucap Persephone kedalam kepala Sho, mendengar ini Sho hanya mengangguk.
"Kau sendirian saja? Dimana teman-temanmu... oh iya aku lupa kalau mereka sedang sekarat." Ucap Irene dengan dingin sembari menyeringai.
Sho tak menjawab. Tanah di bawah kakinya mulai berubah warna, akar-akar raksasa menjalar perlahan dari dalam bumi, melingkar di sekitarnya seperti naga tidur yang terbangun. Pohon-pohon di belakangnya berdesir, dahan-dahan mereka berubah menjadi tajam layaknya duri, dedaunan bergetar seperti bulu landak siap menusuk.
"Aku tidak sendirian, Kalian berdiri di wilayah kekuasaanku." Jawab Sho dingin.
Tanpa aba-aba, pria bertopeng melesat maju, sepuluh bilah senjata melayang mengitari tubuhnya, meluncur seperti anak panah.
CRACK!
Sebuah akar mencuat dari tanah, menghantam senjata-senjata itu keluar lintasannya. Sho mengangkat tangan, dan tanah di sekelilingnya meledak, memuntahkan sulur-sulur duri raksasa yang menahan serangan lawan. Pria bertopeng mendarat mundur, namun satu sulur mengejarnya, membelit tubuhnya lalu menghantamnya ke batang pohon hingga pohonnya pecah.
"Clark! Dasar keparat, sudah kubilang jangan terburu-buru!" teriak si anak kecil berapi, melesat dengan kecepatan luar biasa, menciptakan jejak api di udara.
Namun Sho hanya menyentuh tanah dengan ujung Bident-nya. Sekejap kemudian, semua api padam.
Hutan bereaksi. Ratusan tanaman pemakan energi menyembul dari tanah, menyerap panas dan sihir di udara. Api Kagutsuchi yang biasanya tak bisa padam kini dibuat tenggelam ditelan akar dan tanah lembap.
Wajah anak itu berubah panik. "Tidak mungkin... tidak mungkin...!" Ucap anak itu dengan suara yang bergetar
Sho muncul di hadapannya dalam sekejap, mata merah ruby nya bersinar gelap. Ia menghantamkan gagang Bident ke perut anak itu, lalu menancapkan senjatanya ke tanah. Akar-akar bermekaran, membungkus tubuh lawannya hingga tak bisa bergerak, hanya mata yang terbuka dipenuhi dengan ketakutan.
"Menurutmu lebih kuat api hijau ku atau api dari Kagutsuchi mu?" Tanya Sho dengan suara dan dan begitu mencekam.
Tiba-tiba, kabut di belakangnya berubah menjadi kutukan berbentuk tombak yang melesat diam-diam ke arah punggungnya Sho, tentu serangan itu berasal dari Irene.
Namun Sho memutar Bident-nya, dan dedaunan di belakangnya menciptakan dinding hidup, menyerap racun dan aura kematian.
"Dan kau, Irene... kini aku tahu racunmu kelemahan racun mu." Ucap Sho dengan datar dan dingin, mata nya yang tadinya tertuju pada Irene.
Sho mengangkat tangan kirinya. Bunga-bunga putih beracun bermekaran di sekeliling Irene, lalu meledak bersamaan, menyebarkan kabut racun murni. Namun berbeda dengan racun Sekhmet, racun ini adalah racun kehidupan, racun alam yang menghapus korupsi buatan dan menyucikan tanah dari kutukan.
Irene mundur, batuk keras, kulitnya terbakar oleh energi alam yang tak bersahabat dengan kutukan miliknya.
"Kau... bagaimana mungkin kau bisa sekuat ini hanya dalam sekejap!?" Desis Irene.
"Aku adalah alam itu sendiri dan kau berada di wilayah kekuasaan ku."Ucap Sho dengan suara penuh kemarahan yang tertahan.
Tiba-tiba, Clark si pria bertopeng muncul dari balik pohon, mencoba menebas Sho dari belakang. Tapi tanah di bawahnya runtuh, akar-akar menjerat kakinya, membuatnya terjebak.
Sho berbalik dan mengayunkan Bident ke arahnya, menciptakan gelombang akar runcing yang menabrak tubuh pria itu dan melemparkannya puluhan meter.
"Akan ku akhiri hidup kalian disini!" Seru Sho sembari menusuk Bident nya kedalam tanah.
Seketika tanah di bawah ketiga musuhnya bergetar. Pepohonan di sekeliling mereka bergema. Hutan bangkit sebagai entitas yang sadar dan hidup seakan-akan mereka di bangkitkan oleh Sho itu sendiri.
Irene, batuk darah, menyeringai. "Kuakui kau bisa menang di sini. Tapi... kau bukan apa-apa jika diluar area hutan" Ucap Irene dengan suara penuh amarah.
Sho menancapkan Bident ke tanah sekali lagi. Hutan bereaksi, dan bergerak untuk mengakhiri hidup ketiga musuhnya.
Akan tetapi Irene menciptakan kabut kutukan yang begitu pekat, Irene menolong rekannya satu-persatu dan membawa mereka berdua kabur dari hutan.
"Jika kalian menginjakkan kaki kalian kedalam hutan ini lagi, maka nyawa kalian akan ku cabut satu persatu." Ucap Sho kepada mereka bertiga, seakan-akan Sho sengaja melepaskan mereka dari jeratan nya.
Ketika kabut kutukan Irene memudar, ketiga musuhnya telah mundur. Sho terhuyung, lalu menahan tubuhnya dengan Bident, Sho batuk darah dan tubuhnya terasa begitu sakit. Wajahnya tak menunjukkan kemenangan atau pun kesakitan, tapi tekad yang tak akan pernah padam.
Ia kembali ke dalam lingkaran pelindung, mendapati Aria yang setengah terbangun.
"Apa Ada yang datang? apakah mereka bertiga menyerang kita?" Tanya Aria pelan.
"Tidak, bukan apa-apa hanya makhluk liar." jawab Sho singkat, duduk di sampingnya. Tentu saja itu adalah kebohongan.
"Apa kau baik-baik saja? mulut mu berdarah..." Tanya Aria dengan penuh kekhawatiran.
Sho memandang ke arah langit yang tertutup dedaunan seakan-akan menghindari tatapan Aria. "Aku tidak apa-apa, kau lanjut saja beristirahat, aku ingin lanjut berjaga." Jawab Sho dengan suara gugup karena dia takut kebohongan nya terbongkar.
Sho pun berdiri lalu naik keatas pohon raksasa. "Sejak kapan kau bisa berbohong seperti ini..." Gumam Aria dengan penuh kekhawatiran.
Bulan perlahan merambat ke titik tertinggi langit, sinarnya menelusup lembut di antara celah dedaunan raksasa Hutan Iris. Sho berdiri di atas pohon raksasa yang menjulang tinggi, tubuhnya menyatu sepenuhnya dengan alam di sekeliling. Matanya terbuka separuh, napasnya pelan dan dalam, tapi getaran samar dari tubuhnya menunjukkan sesuatu yang tidak beres.
Dari kejauhan, dedaunan bergemerisik seperti membisikkan pujian atas kehadiran tuannya. Pohon-pohon tua menundukkan cabangnya, akar-akar menjalar menurut kehendak Sho, bahkan makhluk-makhluk liar tak berani mendekat. Di sekeliling tempat istirahat Aria dan yang lain, formasi pelindung dari akar dan tanaman menjelma menjadi benteng alami.
Namun di balik penguasaan mutlak itu, bahu Sho mulai menegang. Urat-urat di lehernya tampak mencuat, dan matanya berkedut. Tangan kirinya gemetar, bahkan saat ia berusaha tetap tenang. Api hijau melapisi tubuh Sho untuk mencegah agar tidak terluka.
"Aku harus... bertahan sedikit lagi..." bisik Sho sembari menahan rasa sakit yang menjalar dari dadanya ke punggung. Api hijau hampir tidak berguna karena hanya bisa meredam rasa sakitnya.
Dalam diam, ia menyembunyikan luka di sisi rusuknya yang terlihat seperti terbakar dari dalam. Urat-urat kehijauan menyala samar, seperti tanaman yang tumbuh di bawah kulitnya. Setiap helaan napas membuat tubuhnya seolah diremas, tapi ia menahan semuanya sendiri.
Tiba-tiba, angin berhenti. Waktu seolah membeku. Sebuah suara menggelegar dalam pikirannya, dingin dan tajam namun penuh kemarahan yang tertahan.
"Apa yang kau pikirkan, Sho?" Tanya Persephone dengan penuh amarah dan kekhawatiran.
Sho terdiam, tapi pikirannya gemetar. "Aku hanya menggunakan sedikit dari energi hutan Iris. Aku harus menjaga mereka. Aku tidak punya pilihan." Jawab Sho dengan suara bergetar.
"Kau menggunakan energi yang belum siap kau bawa, kau merobek batas antara alam dan tubuh fana. Kau memaksa akar-akar tua untuk bangkit, padahal tubuhmu belum siap. Ini bukan hutan biasa Sho, ini adalah hutan kuno yang sudah tumbuh ribuan tahun!" Ucap Persephone panjang lebar.
Sho tersentak. Pandangannya mulai kabur, dan di sekelilingnya, dedaunan sempat memudar sebelum kembali bergetar liar.
"Kau pikir kau tak akan membayar harganya? Dagingmu terbakar oleh energi yang seharusnya kau alirkan, bukan simpan. Kau menyerap semuanya seakan-akan itu bukan apa apa... Kau menyakiti dirimu sendiri, bodoh!" Omel Persephone kepada Sho.
Sho terjatuh berlutut, tangannya mencengkeram tanah. Urat-urat hijaunya kini berdenyut cepat, dan darah menetes dari sudut bibirnya.
"Jika kau mati, maka seluruh jaringan yang kau jalin di hutan ini akan runtuh. Bukan hanya kau, tapi mereka semua akan binasa. Apa itu yang benar-benar kau inginkan?" Tanya Persephone lagi. Suara nya terdengar penuh kekhawatiran dibanding amarah.
Sho memejamkan mata, menahan rasa bersalah yang menindih dadanya lebih berat dari rasa sakit fisik yang dialaminya.
"Aku... aku hanya tak ingin mereka terluka lagi. Aku bisa menahan ini. Aku harus..." desisnya dengan suara lemah.
"Bodoh! Kau bukan dewa. Kau adalah wadah dari kekuatanku, bukan penggantiku. Kau harus belajar 'mengalirkan', bukan menahan. Kau harus 'bernafas', bukan memaksa paru-paru mu menyatu dengan alam ini!" Ucap Persephone.
Tiba-tiba, hawa hangat menyelimuti tubuh Sho. Dari dalam pikirannya, seberkas cahaya hijau pucat muncul, dan sosok Persephone muncul dalam bayang imajiner. Wajahnya agung, rambutnya hitam nya menjuntai seperti dedaunan musim semi dan gugur sekaligus. Tatapannya menusuk, namun kini lebih lembut.
"Kau sudah cukup. Serahkan sisa malam ini pada hutan. Biarkan ia melindungi mu, seperti yang kau lakukan untuknya." Ucap Persephone sembari memeluk Sho didalam bayangan imajiner nya.
Sho menunduk, napasnya memburu. Ia akhirnya mengendurkan ikatan sihirnya, dan dalam sekejap, formasi akar dan dedaunan berhenti bergerak, kembali ke posisi alami.
Sho terjatuh dan terguling ke tanah, punggungnya bersandar pada batang pohon, tubuhnya kini lemas dan dingin. Tapi rasa sakit yang membakar perlahan mereda. Alam berhenti menuntut darinya. Bahkan kabut pun seolah mundur, memberi ruang.
Persephone bayangan bayangan imajiner nya menyentuh wajah Sho. "Kau kuat, Sho. Tapi kekuatan sejati datang dari kebijaksanaan, bukan pengorbanan buta. Lain kali, mintalah bantuanku sebelum melukai dirimu sendiri. Jangan pernah berpikir kau sendirian. Kau adalah inkarnasiku—tidak, kau adalah anakku." Ucap Persephone, suaranya kini melembut.
Sho menutup matanya, dan untuk pertama kalinya malam itu, ia membiarkan dirinya beristirahat, perlahan terlelap dalam dekapan sunyi hutan kuno yang ia cintai, sementara Persephone memunculkan dirinya dalam wujud bintang-bintang dan berjaga dalam diam.
Dan malam pun berlalu, meninggalkan jejak pelajaran bahwa menjadi kuat bukan berarti menanggung segalanya sendirian.
Btw bagusss bangett, aku menunggu chapter berikutnyaa/Applaud//Applaud/
sayangg lioraa🫂🫂
peluk jauh untukmu sayanggg🫂🫂
Btw Aria cantik 08 berapa neng? /Smirk//Smirk/
Semangatt terus buat authornya yaaaa
Rasanya campur aduk kayak nasi uduk, aaaa aku ga bisa ngungkapin perasaan ku dengan kata' tapi yang pasti ini KERENNN BANGETTTTT
Oiyaa, semangat terus yaa buat authornyaa /Determined//Determined/