NovelToon NovelToon
Chaotic Destiny

Chaotic Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Action / Fantasi / Epik Petualangan / Perperangan / Light Novel
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Kyukasho

Kedamaian yang seharusnya bertahan kini mulai redup. Entitas asing yang disebut Absolute Being kini menjajah bumi dan ingin menguasai nya, manusia biasa tak punya kekuatan untuk melawan. Namun terdapat manusia yang menjadi puncak yaitu High Human. High Human adalah manusia yang diberkahi oleh kekuatan konstelasi kuno dan memakai otoritas mereka untuk melawan Absolute Being. Mampukah manusia mengembalikan kedamaian? ataukah manusia dikalahkan?. Tidak ada yang tahu jawaban nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyukasho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 33: Lahirnya Noir

Malam itu Aria mengurung diri dalam kamar tamu yang disediakan kerajaan. Lampu sihir yang menggantung di langit-langit memancarkan cahaya lembut, tapi tak cukup untuk mengusir bayangan yang memenuhi hatinya. Tirai ditutup rapat, angin malam mengetuk jendela tanpa henti, seakan ikut gelisah bersama penghuni di dalam.

Ia duduk di lantai, lutut dirangkul erat oleh lengannya, mata tertuju ke lantai yang kosong. Jubah biru malamnya kusut, rambut panjangnya tergerai tanpa dirapikan. Air mata masih membekas di pipi, dingin dan menyakitkan.

"Apa itu benar-benar Sho…?" Bisik Aria pelan, suara yang seolah tak sanggup mencapai telinganya sendiri.

Aria mencoba tidur malam itu, tapi setiap kali memejamkan mata, ia melihat bayangan gadis-gadis itu. Dan terlihat Sho yang sedang duduk di tengah mereka. Ciuman itu... tatapan dingin itu... kata-kata kasar yang terasa seperti belati menancap ke jantungnya.

Pagi pun tiba, matahari Vixen menyinari istana dengan hangat, tapi tidak ada hangat yang menyentuh hati Aria. Ia bangkit dari tempat tidur, masih mengenakan pakaian yang sama seperti malam sebelumnya. Tanpa sarapan, tanpa berkata apa pun pada siapapun, ia melangkah keluar kamar.

"Maaf… kalian lihat Sho?" Tanya Aria pada para pelayan istana, suaranya hampir tak terdengar.

Namun jawaban yang ia dapatkan selalu sama—gelengan kepala, raut bingung, dan jawaban polos seperti: "Kami tidak melihat Tuan Sho sejak malam itu." Itulah yang selalu diucapkan para pelayan.

Aria menyusuri lorong istana. Ia pergi ke taman, ke dapur tempat Yara biasa memasak, ke ruang latihan di mana Kieran kadang push-up disana. Ia bahkan mengintip ke ruangan Zenith, meski tahu ia takkan mendapat banyak petunjuk di sana. Ia bahkan sempat ke Guild, tempat terakhir mereka melihat Sho. Tapi ruangan itu kosong. Tak ada jejak Sho, tak ada tawa genit, tak ada aroma buah dari piring emas yang tersisa.

Hari pertama berlalu. Hari kedua menyusul. Lalu hari ketiga. Tidak ada kabar.

Tidak satu pun dari mereka—Aria, Yara, Kieran, bahkan Liora pun tidak tahu ke mana Sho pergi. Seolah dia benar-benar menghilang dari dunia.

Aria mulai bertanya-tanya... "Apa Sho benar-benar membenci mereka? Apa ciuman itu nyata? Atau apakah dia tidak mencintai ku lagi?" Tanya Aria kepada dirinya sendiri.

"Aria... aku tahu betul sifat bocah itu... dia tidak mungkin bertindak seperti ini tanpa alasan." Ucap Apollo dengan pelan, berusaha menenangkan Aria.

Di malam ketiga, Aria kembali ke kamarnya. Ia berdiri di depan jendela, memandangi langit yang sama yang dulu mereka tatap bersama. Langit yang pernah menyaksikan tawa, janji, dan perasaan yang tak pernah sempat benar-benar terucap.

"Sho, kalau kau masih ada di luar sana... temui lah aku. Sekali saja. Aku tidak peduli apa yang sudah kau lakukan... aku hanya ingin tahu alasannya. Kau berutang penjelasan padaku..." Ucap Aria dengan suara bergetar sembari memeluk dirinya sendiri.

Udara malam membawa gumaman itu pergi, meninggalkannya sendiri di kamar yang dingin dan sepi.

Beberapa minggu kini telah berlalu. Langit senja menggantung tenang di atas Ibu Kota Vixen, menyebarkan semburat jingga keemasan yang mulai melebur dengan gelapnya malam. Dari kejauhan, cahaya lentera mulai menyala di antara bangunan kota, bagaikan bintang-bintang kecil yang ditabur di permukaan bumi.

Di atas sebuah bukit yang menghadap ke kota, seorang pemuda duduk menyendiri di antara rerumputan yang digoyangkan angin. Ia mengenakan jubah panjang serba hitam, dengan tudung yang menaungi sebagian wajahnya. Pakaiannya rapi dan hitam legam dari ujung kepala hingga sepatu. Bahkan sarung tangannya pun hitam pekat, seolah ia berniat menghilang ke dalam bayang-bayang—meski kenyataannya, ia justru mencolok di tengah lanskap alami yang damai itu.

"Hitam itu… elegan, sedikit misterius, sedikit dramatis... cocok untuk seseorang sepertiku." Gumam Sho pelan, seolah mencoba meyakinkan diri. Ia mengangkat ujung jubahnya dan memperhatikannya dengan pandangan serius.

"Kau terlihat seperti pencuri pemula yang ingin bergaya." Ucap Persephone dengan nada penuh sarkas.

Sho menghela napas panjang, dan tak bisa menahan senyum tipis saat suara akrab itu bergema dalam pikirannya. "Hei ini keren tahu! pakaian serba hitam seperti ini terlihat sangat keren!" Ucap Sho dengan nada kesal, padahal apa yang diucapkan oleh Persephone adalah kenyataan.

"Aku hanya jujur. Jubah hitam? Sepatu hitam? Sarung tangan hitam? Kalau kau ingin menyamar, mungkin jangan berpakaian seperti aktor utama dalam sandiwara tragedi." Lanjut Persephone mengomentari penampilan Sho lagi.

Sho tertawa pelan. Suara itu—suaranya sendiri, namun juga bukan—selalu muncul di saat-saat seperti ini. Persephone, dewi yang menjadi bagian dari dirinya, tak pernah segan menyampaikan komentar pedas meski situasi sedang serius.

"Aku hanya ingin... mencoba sesuatu yang baru, Tapi setidaknya aku tidak membuang namaku sendiri." Ucap Sho pelan.

Ia diam sejenak, menatap kota Vixen di kejauhan. Lalu, sambil bersandar ke batang pohon kecil di belakangnya, ia berkata dengan nada menggoda,

"Noir. Terdengar keren, bukan?" Tanya Sho kepada Persephone.

"Hmm. Terdengar seperti nama anak remaja yang baru belajar menulis puisi gelap di buku harian." Ejek Persephone sembari menahan tawa nya karena nama itu terdengar konyol.

Sho tertawa lagi—lebih lepas kali ini. Angin malam mulai bertiup, membawa bau tanah dan wangi bunga liar dari lembah di bawah.

"Aku tidak membuang siapa diriku. Sho tetap ada... Tapi jika dunia ini butuh seseorang dari bayang-bayang untuk bergerak diam-diam—maka biarlah Noir yang melangkah lebih dulu." Ucap Sho ssmbari menatap kearah langit senja.

"Asal jangan sampai 'Noir' jatuh tersandung jubahnya sendiri." Ejek Persephone lagi.

"Oh ayolah, setidaknya berikan aku pujian!" Sho mengomel kepada Persephone, akan tetapi dia masih tertawa.

"Setidaknya gunakan topeng." Ucap Persephone dengan nada lembut, meskipun tidak memberikan pujian, setidaknya Ia memberikan sebuah saran.

"Baiklah, aku akan menggunakan topeng nanti" Jawab Sho sembari tersenyum.

Dengan tawa yang masih tersisa di bibirnya, Sho berdiri perlahan. Tudungnya diturunkan, menutupi mata merah ruby yang bersinar samar dalam temaram malam. Meskipun ia menyamar, tak ada yang bisa menyembunyikan tatapan itu—tatapan seseorang yang sudah kehilangan terlalu banyak, namun masih memilih untuk maju.

"Ayo, Persephone. Kita punya pekerjaan yang harus dilakukan." Ucap Sho dengan penuh semangat.

Dan malam pun menyambut Noir, sang bayangan yang tetap berjalan membawa nama Sho di dalam hatinya.

Sore hari berikutnya, Sho berjalan sendirian di tengah hiruk-pikuk distrik perbelanjaan Kota Vixen. Meski langkahnya ringan dan wajahnya tersembunyi di balik tudung hitam, namun tak satu pun warga yang tak memperhatikannya. Pakaian serba hitam legam dari kepala hingga kaki membuatnya terlihat seperti tokoh teatrikal yang tersesat keluar dari panggung.

Ia menghela napas, mencoba bersikap biasa saja saat melewati kios-kios yang menjual kain, perhiasan, hingga jajanan manis khas Vixen.

"Harusnya aku ke desa kecil atau kota sebelah, tapi… itu terlalu merepotkan dan terlalu jauh." Gumam Sho sambil menyibak sedikit tudungnya dan menatap ke sekeliling.

Ia berhenti di depan sebuah kios topeng yang penuh warna. Topeng-topeng kayu dan porselen digantung rapi, beberapa berbentuk wajah binatang, lainnya berbentuk abstrak atau wajah manusia tersenyum aneh. Sho mendekat dan mengambil salah satu topeng berwarna putih dengan aksen perak di sisi mata. Ia menatap pantulannya di cermin kecil di sisi kios.

"Aku terlihat keren, bukan?" Bisik Sho pada dirinya sendiri, berusaha menghibur diri.

Namun suara tawa anak-anak di belakangnya segera mematahkan ilusi itu. "Ibu, kenapa kakak itu terlihat konyol?" seru seorang anak kecil polos, menunjuk ke arah Sho dengan mata membulat penasaran.

Ibunya langsung menarik tangan si anak, tersenyum canggung ke arah Sho. "Maaf... Nak, lain kali jangan menunjuk orang sembarangan." Katanya cepat sebelum berlalu.

Sho berdiri kaku, lalu perlahan menoleh ke cermin lagi.

"...Konyol, ya..." gumamnya, nada suaranya datar.

"Aku sudah bilang, kau terlihat seperti tokoh utama drama tragis yang gagal tampil di festival musim semi." Ucap Persephone yang berkomentar dengan nada puas didalam kepala Sho.

"Aku sedang mencoba gaya yang berbeda..." bantah Sho pelan, meski wajahnya sedikit memerah.

"Kalau begitu, kau berhasil. Tidak ada yang tampil seaneh ini sepanjang distrik perbelanjaan." Tambah Persephone dengan nada geli.

Penjaga kios, seorang pria tua berjanggut putih yang tengah membersihkan topeng, menatap Sho sejenak lalu tertawa kecil.

"Kau anak muda yang aneh, tapi aku suka keberanianmu. Ambil yang itu, gratis. Kurasa dunia ini butuh lebih banyak orang seperti kau—yang tak takut terlihat konyol." Ucap si penjaga sambil tersenyum lebar.

Sho mengangkat alis, tak menyangka. Tapi ia mengangguk pelan, lalu menyelipkan topeng itu ke dalam jubahnya.

"Terima kasih… Aku akan memakainya dengan bangga." Ucap Sho sembari menundukkan kepalanya kearah pria tua itu.

"Atau dengan malu." Sambung Persephone cepat.

Sho tak menanggapi. Ia hanya berjalan pergi, menyusuri jalanan berbatu yang mulai ramai diterangi lentera gantung. Meski beberapa pandangan tetap mengikuti sosok misterius dengan jubah hitam dan langkah canggung itu, Sho tetap melangkah mantap—mungkin sedikit kikuk, tapi mantap.

Di sudut kota, di antara bayangan bangunan yang mulai tenggelam dalam malam, Sho atau Noir—memasang topeng itu ke wajahnya. Wajahnya menghilang di balik senyuman tenang dari topeng putih-perak yang tak menggambarkan siapa pun.

"Lihat? Sekarang aku terlihat seperti bayangan yang benar-benar misterius," ucap Sho percaya diri.

"Lebih seperti aktor amatir dalam parade topeng." sindir Persephone satu kali lagi.

Sho tersenyum kecil di balik topengnya. "Yah, bahkan aktor amatir pun punya peran. Dan ini... peranku." Jawab Sho dengan bangga.

Dan dengan begitu, Sho melangkah menuju malam, menyusuri sisi kota yang tidak dikenalnya—dengan topeng di wajah dan nama yang tetap ia simpan erat dalam hatinya.

Di balik hiruk-pikuk yang perlahan memudar, dan cahaya kota Vixen yang mulai ditelan malam, ada jiwa-jiwa yang diam-diam berguncang. Aria menunggu dengan luka yang belum sempat sembuh, matanya terus memandang langit tempat kenangan-kenangan bernaung. Sementara Sho, yang kini melangkah sebagai Noir, mencoba menata kembali serpihan dirinya dengan cara yang paling ia pahami—menjauh, menyamar, menertawakan kesepian.

Tak ada yang benar-benar mengerti alasan di balik kepergian Sho, dan mungkin ia sendiri pun belum sepenuhnya yakin. Tapi langkahnya tak berhenti. Di bawah bayangan topeng baru dan jubah gelap yang mencolok, ia menyimpan tekad yang belum padam. Dunia akan terus berputar.

1
J. Elymorz
Persephone sayang banget sama sho/Cry//Cry/
J. Elymorz
wamduh ada plagiatnya sho, dasarr
J. Elymorz
baguss/Cry//Cry/
J. Elymorz
Ga tidur sama makan selama 3 hari? Bener-bener gila!! /Skull//Skull/
J. Elymorz
lucuuu, pertemuan liora dan cresswell membawa nostalgia saat pertama kali mereka bertemu/Hey//Hey/
J. Elymorz
akhirnya liora jadi high human/Smile//Smile/
J. Elymorz: ikut senangg/Smile//Smile/
total 1 replies
J. Elymorz
bagusss, cerita mu selalu baguss/Grimace//Grimace/
J. Elymorz
HWAAAAAA ariaaa /Sob//Sob//Sob/
J. Elymorz: chapter ini bener' nyesek bagi ku, penulisannya bagus bangett sampe' aku bisa ngebayangin apa yg ada dlm ceritanya/Cry//Cry/
total 1 replies
Kyukasho
Sangat bagus dan menarik
J. Elymorz
author jangan jahat' dong, ishh
J. Elymorz: dasar/Grievance/
pukul author/Hammer//Hammer/
Kyukasho: Sesekali hehe
total 2 replies
J. Elymorz
serius.. sho?
J. Elymorz: sesek aku bacanya
total 1 replies
J. Elymorz
mau peluk ariaa/Cry//Cry/
J. Elymorz
sho? (berbicara dengan suara lirih)
J. Elymorz
kskekkskkksk sesek aku baca ini
J. Elymorz
hmm aku menantikan kelanjutan dari noir~
J. Elymorz: semoga ia tak berbuat konyol yaa
total 1 replies
J. Elymorz
sho?
J. Elymorz
WARGA ASEM, udh di tolongin bukannya bilang makasih malah di bakar, KESELLL IH
J. Elymorz: irene.. mau peluk ireneee/Sob//Sob//Sob/
total 1 replies
J. Elymorz
gantung banget pls, blm ada scene sho gelud sama irene/Grievance//Grievance/
J. Elymorz
Di chapter kita tau, walaupun sho tingkahnya rada ngawur tapi dia setia kawan dan dia mau ngelidungi temen' nya dari bahaya/Smile//Smile/
J. Elymorz
Semoga 5 sekawan itu baik' aja/Frown//Frown/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!