(Identitas Tersembunyi) Inarah yang biasa di sapa Nara sudah dari dulu tak mengikuti jejak sang kakak dan sang adik yang masuk pondok pesantren, Nara memilih sekolah di SMA milik sang kakek.
Tak ada yang tau bahwa Nara adalah cucu dari pemilik SMA karena Nara memang tak menyombongkan diri, bahkan Nara yang penampilannya seperti anak pesantren justru menjadi hinaan oleh teman-teman sekolahnya dan jadi korban bullying.
Tapi itu hanya sesaat, ketika Nara sudah lelah berpura-pura menjadi lemah kini taring yang selama ini di sembunyikannya pun keluar juga bahkan membuat para bullying jadi ketakutan.
Ikuti ceritanya Nara?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
"Ada apa, nak?" tanya Mang Udin begitu tau yang mengetuk pintu adalah Erika, seseorang yang selalu di ceritakan oleh anak majikannya temannya.
Di belakang Erika ada Beni dan Adi, orang yang baru pertama kali di lihat Mang Udin. Bahkan Mang Udin juga tak tau siapa dua laki-laki bersama Erika, tapi kemungkinan mereka berdua kenal dengan Nara.
"Selamat siang, Pak. Bapak jemput Nara?" tanya Erika dengan sopan meski Erika tau Mang Udin pasti ingin menjemput Nara, namun Erika sekedar basa-basi sekaligus ingin memastikan.
"Iya, nak. Ini temannya non Nara yang waktu itu menolong Nara, kan?" tanya Mang Udin memastikan jika ingatannya gak salah
"Benar, Pak"
"Ada apa, nak? Kalian sudah pulang, terus non Nara ada dimana?" tanya Mang Udin yang merasa ada sesuatu yang mengganjal di tambah ketika Mang Udin melihat tas milik Nara ada di tangan Erika
"Maaf, Pak. Nara gak balik lagi ke kelas dari waktu istirahat pertama sampai sekarang, kamu sudah cari keliling sekolah namun belum juga menemukannya" jelas Erika
Erika kembali merasakan kesedihan setelah tau bahwa Nara memang menghilang bukan bolos sekolah, Mang Udin bergegas keluar dari mobil lalu mengusap wajahnya dengan kasar karena takut Nara kenapa-kenapa.
"Apa ada tempat yang belum kalian datangi?" tanya Mang Udin serius
"Gak ada, Pak. Kecuali gudang belakang" jawab Erika
"Mungkin dia ada di sana" tebak Mang Udin seolah mendapat petunjuk tentang dimana keberadaan Nara sekarang
"Tapi, Pak. Gudang itu angker, tak ada yang berani ke sana" kata Erika yang tak sempat berpikir kalau Nara akan berada di sana
"Tak masalah, kita coba ke sana saja dulu. Hanya tempat itu yang belum kalian datangi, kan?"
"Iya, Pak"
"Ayo, Bapak khawatir terjadi sesuatu pada non Nara" kata Mang Udin
Mang Udin memimpin jalan di ikuti Erika di sampingnya, Erika menunjukan jalan menuju gudang belakang yang tadi di sebutkannya. Dari luar gudang itu terlihat biasa saja, bahkan tak terasa aura angker.
Meski begitu ketiga teman Nara itu tetap takut, bahkan hanya mengekor di belakang Mang Udin. Mang Udin membuka pintu gudang yang tak terkunci, pintunya berderit karena memang sudah lama dan usang.
Begitu pintu terbuka, debu berterbangan karena tertiup angin. Begitu juga ketika Mang Udin melangkah masuk gudang itu, jika dari debu yang ada di lantai, terlihat seseorang mungkin baru dari gudang tersebut.
Karena ada bekas jejak sepatu di sana, Erika menitikkan air mata saat melihat banyak jejak sepatu di sana. Erika yakin seseorang memang datang ke tempat tersebut, Erika menerobos dan masuk lebih dulu.
Melupakan rasa takut dengan hantu, atau apapun yang kata orang-orang ada penunggu di dalam gudang tersebut. Begitu juga dengan Beni, laki-laki itu langsung mengamati sekeliling gudang tersebut.
"Nara" teriak Erika yang memutari seluruh bekas sepatu, namun Erika tak menemukan siapapun.
"Nara, kamu dimana?" teriak Erika sekali lagi
"Nara"
Kini Beni yang memanggil, laki-laki itu memperhatikan jejak sepatu yang ada. Ada banyak jenis jejak sepatu yang tertinggal di situ, namun kini matanya fokus pada darah yang ada di sana.
Beni juga menemukan sebuah gelang emas, segera Beni mengambilnya. Beni teringat gelang itu gelang yang selama ini Nara pakai, lalu Beni memperlihatkan gelang emas itu kepada semua yang ada di situ.
"Gelang itu milik non Nara" kata Mang Udin mendekat lalu mengambil alih gelang emas itu dari tangan Beni
"Nara ada disini, Nara sempat ada disini tapi kemana Nara sekarang" kata Beni
Keempat orang itu segera keluar meninggalkan gudang, menyelusuri setiap sudut sekolah untuk mencari keberadaan Nara. Nara benar-benar menghilang, Nara tak ada lagi di gudang.
Disisi lain Rendi dan Erisa tengah duduk di sofa ruang keluarga, sedang menikmati kebersamaan mereka sembari menonton TV, keduanya selalu menghabiskan waktu bersama ketika tak memiliki kesibukan.
"Nara hari ini pergi ke sekolah, Mas?" tanya Erisa yang memang tidak tau soalnya pagi-pagi harus bertemu dengan Aisyah sang sahabat untuk membahas soal sekolah TK yang mereka urus
"Iya, aku sudah melarangnya. Tapi kamu tau sendiri anakmu itu seperti apa, selalu keras kepala" jawab Rendi sembari menghela napas panjang
"Dia persis dirimu, Mas"
"Iya dia versi aku ketika masih muda" kata Rendi membenarkan perkataan sang istri sembari tersenyum mengingat dirinya semasa muda dulu
Keduanya terdiam saat mendengar dering HP milik Rendi, pertanda ada yang menelepon. Rendi mengambil HP-nya yang tergeletak di atas meja di hadapan mereka, di lihatnya nomor tak di kenal menghubunginya.
"Halo" sapa Rendi pada penelpon nomor tak di kenalnya itu
"Abi, ini Nara. HP Nara habis baterai, Nara menelpon pinjem HP dengan seseorang yang baik hati disini"
"Nara? Kamu baik-baik saja, nak? Kenapa belum pulang?" tanya Rendi bertubi-tubi
"Nara baik-baik saja, Abi. Nara akan menginap di rumah kakek dengan nenek hari ini, tolong beritahu Mang Udin untuk pulang saja. Nara menghubungi Abi, karena hanya nomor Abi yang Nara hapal"
"Kenapa menginap di rumah kakek dengan nenek? Kenapa tidak pulang saja?"
"Gak apa-apa, Abi. Nara sudah lama tak menginap di rumah mereka, jadi kangen. Ya udah, Abi. Assalamualaikum" kata Nara lalu memutuskan sambungan telepon
Nara menaiki taksi dengan pakaian yang penuh dengan noda merah, hal itu membuatnya sopir taksi menatapnya dengan heran. Namun Nara tampak tak peduli, Nara membuang pandangannya keluar jendela.
Akhirnya Nara tiba di halaman rumah sang kakek dan sang nenek, Nara melihat sang nenek tengah duduk sendirian di teras depan, segera Nara melangkah mendekati sang nenek dengan senyum yang mengembang.
"Nenek..." panggil Nara
Sang nenek terkejut ada seseorang memanggilnya, saat tau siapa yang datang seketika wajahnya berubah ceria, Nara mencium punggung tangan yang sudah keriput itu dengan takzim.
"Sayang, kamu kenapa? Kok merah-merah begitu?"
"Gak apa-apa, nek. Ini cuma pewarna saja, di sekolah Nara praktek drama. Nara jadi sebagai protagonis yang teraniaya, cuma badan Nara agak pegal-pegal saja karena kelelahan" kata Nara sembari cengengesan
"Ohh, nenek kira kamu kenapa. Ayo, masuk mandi terus ganti baju" ajak Sang nenek sembari merangkul lengan cucu kesayangan
Nara bergegas masuk ke dalam kamar pribadinya yang di siapkan sang kakek dan sang nenek di rumah mereka, Nara masuk ke dalam kamar mandi lalu mengambil plastik yang di sembunyikan di dalam pakaiannya.
Tadinya berisi cairan merah yang sengaja Nara siapkan agar terlihat seperti terluka oleh Selina dan geng-nya memukul dengan kayu, Nara sengaja menjadikannya umpan demi mendapatkan rekaman kejahatan Selina.