Novel ini merupakan kelanjutan dari cerpen Gara-gara Nolongin Bos Galak versi horor komedih nggak pakai putar.
Rachel nggak akan menyangka kalau pertemuannya dengan bos garang bin gahar malam itu merupakan awal dari segala kesialan dalam hidupnya. Asisten Pribadi yang menjadi jabatan yang paling diincar dan diinginkan para ciwik-ciwik di kantor malah jatuh pada cewek cupu macam Rachel, tapi dengan syarat dia harus mengubah penampilannya. Daaaan atraksinya menyambung rambut di salon malah membuat Rachel terus-terusan di ganggu makhluk halus. Akankah Rachel bisa melepaskan diri dari jeratan teror makhluk tak kasat mata itu? we never know...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reina aka dian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mas Liam
Nggak mau kena semprot, aku mencoba membuat kopi se-perfect mungkin. Daritadi aku nggak ngeliat keberadaan mbak Erna. Mungkin saking malunya kali ya kejadian kemarin makanya mbak Erna ijin hari ini.
Tapi kalau mbak Erna ijin atau nggak berangkat, lah yang ngerjain kerjaan dia siapeeeh?
Nggak mungkin aku juga kan? Aku nggak berpengalaman soalnya.
"Bikin kopinya berapa sendok itu?" tanya seseorang.
Mau nengok takut yang dibelakang setan. Aku cuma mematung sesaat dan ngelirik ke cangkir yang hampir penuh dengan kopi. Nggak nyadar gitu daritadi aku nyendokin kopi mulu.
"Kayaknya nggak segini juga kan kopinya?" ucap laki-laki itu yang kini ada di sampingku dan naruh satu cangkir lain.
Aku beraniin nengok, ke samping kanan.
Masyaaa Allah, siapa nih orang? wajahnya ada kalem-kalemnya gitu. Nasibku kadang baik kadang jelek. Dari kemarin ketemu ama yang ganteng-ganteng, lumayan lah buat ngobatin kehororan yang menimpa diri akhir-akhir ini.
"Buat pak Raga?" tanya laki-laki itu.
Aku ngangguk," I-ya.."
"Nggak kebanyakan kayaknya kopinya, bagi dua ya?"
"Oh ya kenalin aku Liam..." lanjutnya, dia menjabat tangannku.
"Rachel..."
Liam mengambil sedikit demi sedikit kopi bubuk yang belum aku seduh di cangkir. Buat diseduh aja nggak bisa, orang satu cangkir itu metungtung isinya kopi bubuk.
"Maaf mas Liam ini---"
"Aku juga asistennya pak Raga," ucap Liam.
Dan aku menatapnya sambil geleng-geleng kepala, "Ngeri juga nih pak Raga," capku dalam hati.
"Ehm, tapi tugasku hanya seputar masalah pekerjaan! jadi hilabgkan pikiran-pikiranmu yang---" Liam menyentuh pelipisnya.
Aku malu banget, Liam bisa nebak isi pikiranku yang menyangka kalau dia dan pak Raga ada hubungan.
"Aku baru tau kalau pak Raga punya asisten pria," ucapku yang ngurangin isi kopi dan balikin lagi ke dalam toples kopi.
"Sekarang kamu jadi tau, kan? apalagi kalau Erna lagi nggak masuk, otomatis kerjaanku nambah jadi dua kali lipat," keluhnya.
"Yang sabar kalau gitu," kataku yang mau ambil air panas. Soalnya kata mbak Narni, pak Raga itu suka kopinya yang langsung pakai air mendidih. Nggak suka pakai air termos. untung aja ya, kemarin aku ngedadam ngerebus. Padahal aku nggak tau kebiasaan dia.
"Biar aku aja, panas soalnya.. " kata Liam. Dia ambil teko dan ngucurin air mendidih itu ke dalam dua cangkir yang berjejer.
Aku bawa secangkir kopi panas sambil ngobrol ringan sama Liam, terkadang sesekali kita tertawa kecil.
"Aku masuk dulu," ucapku pada mas Liam.
"Hati-hati kopinya panas," ucapnya.
Aku tersenyum, lalu aku buka pintu.
Brukk!
Pintu aku tutup lagi, kemudian berbalik.
"Senyum sama siapa kamu?" tanya pak Raga judes.
"Kenapa lama sekali?" lanjut pak Raga, dia gerakin tangannya nyuruh aku buat mendekat.
"Ada apa dengan lantai ini? kenapa penghuninya mulutnya sepedes cabe syeetan?" ucapku dalam hati.
"Racheeel, saya tanya sama kamu!" kata pak Raga kesyel.
"Eh, nganu, itu loh, Pak. Ehm, sama asisten, Bapak. Liam..."
"Jangan bercanda kamu, Rachell!" ucap pak Raga yang ngetok mejanya, nyuruh aku buat taruh cangkir kopinya.
"Loh kok bercanda, sih?" batinku.
"Bagaimana? kakimu sudah sembuh?" tanya pak Raga setelah melakukan satu seruputan.
Dia menaruh cangkir kopi uang baru diminum sedikit.
"Kaki? alhamdulillah, ditolongin Tristan. Jadi kaki saya lumayan membaik," ucapku.
"Tristan?" pak Raga ngerutin tangannya.
"Salah satu staff disini, Bapak nggak akan kenal," kataku.
"Diapain kaki kamu?" dia nanya lagi.
"Dipijet sama dia,"
"Kamu biarin laki-laki menyentuh kaki kamu?"
"Dia kan niatnya nolongin, bukan berbuat yang aneh-aneh, Pak. Kalau dia tidak membantu saya, mungkin hari ini saya tidak bisa berdiri di hadapan anda, Tuankuuu?" ucapku dengan sedikit membungkukkan badan lalu menegakkannya kembali.
"Ck, kembali ke mejamu!" dia ngibasin tangannya.
Dikira laler kali kita dikibas begitu, harus pinter-pinter nahan emosi kalau punya bos model beginian.
Baru juga muter badan dan jalan selangkah, pak Raga manggil lagi, "Racheeeel!".
"Njiiiiih, dalem, Bapakkeee..." ucapku sesopan mungkin dan selembut mungkin.
"Jam 10 ini kamu ikut saya! pakai sepatu yang bener!" ucap pak Raga nunjuk aku yang masih pakai jepit.
Perutku kraaak kruuuk kraaak kruuuk. Masih nunggu 1 jam lagi buat menuju jam 10 pagi.
"Ijin buat makan boleh nggak ya kira-kira?" batinkuuh merontah.
Takut banget kalau aku nanya 'Pak saya ijin makan, dari pagibsaya belum sarapan,' eh si boa ntar ngejawab pake nyanyian 'No comment itu sih derita loe, masa bodoh nggak mau tau...!' sambil goyang jaran lumping.
Aku pegangin perut beuuh berasa sakit banget nih perutku.
"Racheeel! tolong belikan saya burger! mendadak saya lapar!" ucap pak bos yang menghentikan pekerjaannya. Dia pijit-pijit pangkal hidungnya, puyeng.
"Beneran pailit nih perusahaan, buktinya nih bos mukanya sampe angker kayak getoooh," aku dalam hati.
Aku nggak bawa kendaraan, jadi ya aku naik taksi onlen buat beli makanan yang diminta sama pak Raga nggak aku tayang. Abisnya dia marah-marah mulu sih. Untungnya mas Liam mau ikut, jadi lumayan lah aku ada temennya. Lagian dengan rok sependek ini takut juga naik kendaraan sendirian.
"Beneran belinya di tempat ini? yakin aku nggak bakalan salah?" tanyaku sama mas Liam.
"Nggak, pak Raga kalau masalah makanan nggak begitu ribet, cuma mulutnya aja yang suka judes!" ucap Liam.
Kita ketawa bareng.
"Ya ampun, bener banget, Mas!" kataku.
"Ini mas Liam keluar kantor jam segini beneran nggak apa-apa? ntar disemprot pak Raga lagi,"
"Nggak, tadi emang aku udah ijin keluar bentar. Selama nggak ada schedule meeting mah, semua aman..." ucapnya.
Deuh, kalau bisa mbak Erna yang lama aja ijinnya. Jadi lumayan nggak ngeliat muka kecutnya tuh orang. Tapi kasian juga, Mas Liam jadi banyak kerjaannya.
Kelar beli makanannya si bos, aku balik lagi tuh ke kantor. Pakai sepatu hak tinggi kayak gini, bikin jalannya nggak leluasa.
"Pelan-pelan aja. Daripada jatuh semua makananya," ucap Liam. Dia masukkin tangannya ke dalam saku.
"Iya, iya. Tenang aja..." ucapku.
Sekilas aku ngeliat orang bisik-bisik. Mungkin mereka iri ngeliat aku jalan sama Mas Liam. Secara dari kemarin kan emang goaip bertebaran dimana-mana, semua ngejelek-jelekin aku.
"Nggak usah diliatin. Dimana-mana paati akan ada orang yang iri dengan posisi kita saat ini," kata mas Liam seakan tau apa yang aku pikirkan.
"Iya juga ya..."
"Dalam dunia pekerjaan. Nggak oenting dengerin omongan orang. Yang perku kamu lakukan cuma, dateng, lakukan pekerjaanmu dan pulang bawa uang. That's it..." Mas Liam kasih wejangan.
Nggak berapa lama kita sampai di ruangan pak bos.
"Nggak ikut masuk?"
"Nggak, aku lagi ada kerjaan. Lagi reschedule beberapa pertemuan, aku duluan..." ucap mas Liam yang pergi menjauh.
Sedangkan aku yang udah ditunggu si bos pun langsung masuk aja ke dalem dan tanpa ngetuk pintu dulu.
Kreek!
"Astagaa, Racheeeel! kamu ngagetin saya!" ucap pak bos dengan muka yang agak pucet.