Perjalanan hidup Kanaya dari bercerai dengan suaminya.
Lalu ia pergi karena sebuah ancaman, kemudian menikah dengan Rafa yang sudah dianggap adiknya sendiri.
Sosok Angela ternyata mempunyai misi untuk mengambil alih harta kekayaan dari orang tua angkat Kanaya.
Selain itu, ada harta tersembunyi yang diwariskan kepada Kanaya dan juga Nadira, saudara tirinya.
Namun apakah harta yang di maksud itu??
Lalu bagaimana Rafa mempertahankan hubungannya dengan Kanaya?
Dan...
Siapakah ayah dari Alya, putri dari Kanaya, karena Barata bukanlah ayah kandung Alya.
Apakah Kanaya bisa bertemu dengan ayah kandung Alya?
Lika-liku hidup Kanaya sedang diperjuangkan.
Apakah berakhir bahagia?
Ataukah luka?
Ikutilah Novel Ikatan Takdir karya si ciprut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon si ciprut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Usaha Barata
Malam itu hujan turun tanpa jeda. Kota seolah dikaburkan air dan lampu-lampu jalan yang bergetar.
Ponsel Barata bergetar di dashboard.
James.
“Bar,” suara di seberang terdengar terputus-putus, “aku terlalu dekat. Angela bukan pemain utama. Dia kurir informasi. Jaringannya besar—dan malam ini mereka bergerak.”
“Di mana?” tanya Barata cepat.
“Hanya ada dua titik,” jawab James. “Satu, gudang lama di pelabuhan. Di sana semua bukti—nama, alur uang, siapa dalangnya. Kalau kamu ke sana sekarang, jaringan itu bisa runtuh.”
Barata menahan napas. “Dan yang satu lagi?”
Hening beberapa detik. Lalu James berkata pelan, seolah menimbang setiap kata.
“Rumah Kanaya.”
Dunia Barata seakan berhenti.
“Mereka tahu Kanaya sekarang bersama Rafa. Angela memberi tanda. Bukan untuk membunuh—belum. Mereka mau menekanmu. Umpan.”
Barata memejamkan mata. Dua jalan terbentang jelas di kepalanya.
Jika ia ke pelabuhan, ia bisa mengakhiri semuanya. Membongkar jaringan yang selama ini bermain di balik bayangan. Tapi itu butuh waktu—dan Kanaya akan sendirian menghadapi orang-orang yang tak kenal belas kasihan.
Jika ia ke rumah Kanaya, ia bisa menyelamatkannya malam itu. Tapi jaringan itu akan lenyap, menghilang lebih dalam. Ancaman akan kembali, suatu hari nanti, dengan wajah baru.
“Bar,” suara James menegang, “ini bukan soal benar atau salah. Ini soal apa yang sanggup kamu tanggung seumur hidup.”
Barata menatap jalan di depannya. Persimpangan. Lampu merah menyala.
Dalam kepalanya, wajah Kanaya muncul—lelah, tapi selalu berusaha kuat. Perempuan yang sudah terlalu banyak kehilangan.
Barata memutar setir ke kanan.
“Pelabuhan?” tanya James, hampir berharap.
“Tidak,” jawab Barata tegas. “Kanaya dulu.”
Mesin meraung. Mobil melesat menembus hujan.
“James,” tambah Barata sebelum sambungan terputus, “bakar semua yang kamu pegang. Jangan biarkan mereka tahu kamu tahu.”
“Kalau aku tak sempat?”
Barata terdiam sejenak.
“Bertahan hidup.”
Di kejauhan, petir menyambar.
Malam itu, Barata memilih cinta yang hilang, meski tahu, konsekuensinya akan mengejarnya di kemudian hari.
Apalagi saat ini, ia sudah resmi bercerai dengan Kanaya. Tentu hal yang sangat sulit untuk bisa mendapatkan maaf.
Jangankan minta maaf, bertemu saja akan sangat sulit untuk Barata saat ini.
***
Barata tiba di pelabuhan saat fajar belum sepenuhnya pecah. Kabut tipis menggantung di antara kontainer-kontainer raksasa, bau asin laut bercampur solar menusuk hidung. Tempat itu sunyi—terlalu sunyi untuk lokasi yang seharusnya menyimpan rahasia besar.
Ia turun dari mobil, langkahnya bergema di dermaga basah.
Gudang tua yang dimaksud James masih berdiri, pintunya setengah terbuka, seolah menunggu. Barata masuk dengan senjata terhunus, napasnya tertahan. Di dalam, lampu sudah pecah, meja-meja terbalik. Ada tanda-tanda aktivitas… tapi semua sudah dibersihkan.
Tak ada berkas.
Tak ada perangkat.
Tak ada jejak manusia.
Hanya bekas ban yang sudah disiram air laut, dan satu lubang bekas paku di lantai—tempat sesuatu pernah dipaku, lalu dicabut paksa.
“Telat,” gumam Barata.
Ia memeriksa sudut demi sudut. Bahkan anjing pelacak yang ia datangkan hanya berputar sebentar, lalu kehilangan arah. Bau-bau di sana saling menimpa—sengaja dibuat begitu.
Ponselnya bergetar. Pesan dari James, dikirim dua jam lalu tapi baru masuk karena sinyal buruk:
Mereka tahu pelabuhan. Aku salah langkah. Jangan ke sini sendirian.
Barata mengepalkan tangan. Dadanya sesak. Semua jalur seolah ditutup bersamaan—Kanaya menghilang, jaringan lenyap, dan kini pelabuhan hanya menyisakan kehampaan.
Di sudut gudang, ia menemukan satu benda kecil yang luput dari pembersihan: gantungan kunci besi berbentuk jangkar, penyok di satu sisi. Benda murahan, tapi berat. Seperti pernah dipakai bertahun-tahun.
Barata mengenalinya.
Itu milik James.
Artinya satu: James pernah ada di sini.
Dan pergi bukan dengan tenang.
Barata menatap laut lepas, ombak memukul dermaga tanpa peduli. Untuk pertama kalinya, ia sadar betapa jauh ia tertinggal dari permainan ini.
Angela selalu satu langkah di depan.
Dan tanpa keterangan apa pun dari pelabuhan, Barata pulang dengan tangan kosong—
namun dengan satu keyakinan pahit.
Barata berdiri lama di ujung dermaga, menatap laut yang bergerak tenang—terlalu tenang untuk semua kekacauan yang sedang ia hadapi. Tak ada suara selain ombak dan besi beradu pelan. Semua yang James janjikan tentang kebenaran di tempat ini… lenyap.
Ia menendang kerikil kecil ke laut.
“Percuma,” gumamnya.
Tak ada data.
Tak ada saksi.
Tak ada petunjuk baru.
Hanya kehampaan yang menampar lebih keras daripada kegagalan mana pun.
Untuk pertama kalinya, Barata mengakui pada dirinya sendiri: ia selalu terlambat. Terlambat menyadari niat Angela. Terlambat melindungi Kanaya. Dan kini terlambat membongkar jaringan yang seharusnya bisa menghentikan semuanya.
Ia mengeluarkan ponsel, menatap layar kosong—tak ada pesan dari Kanaya, tak ada kabar dari James. Semua jalur mati.
Pelabuhan itu bukan pusat kebenaran.
Hanya umpan.
Umpan agar Barata menjauh.
Umpan agar Kanaya tetap tak terlindungi.
Umpan yang dibuat Angela dengan sempurna.
Barata tertawa pendek, pahit.
“Selamat,” katanya pada dirinya sendiri. “Kamu kalah satu ronde lagi.”
Saat ia berbalik pergi, hatinya tak lagi dipenuhi amarah—melainkan tekad dingin. Jika pelabuhan hanya menyisakan kegagalan, maka ia harus berhenti mencari dengan cara lama.
Karena jelas satu hal:
Selama Barata mengejar bayangan,
Angela memegang kendali.
Dan di tempat lain, Angela tersenyum kecil—
puas mengetahui bahwa perjalanan Barata ke pelabuhan tak menghasilkan apa-apa.
Barata pulang menjelang pagi,
dengan tangan hampa dan hati yang lebih berat dari saat ia berangkat.
Mesin mobil dimatikannya perlahan di depan rumah yang terasa asing. Tak ada lampu menyala. Tak ada suara. Rumah itu sunyi, seperti sudah lama menyerah menunggunya.
Ia duduk beberapa saat di dalam mobil, menatap setir, napasnya berat. Perjalanan ke pelabuhan tak memberinya apa-apa—tak satu petunjuk, tak satu kebenaran. Semua kosong. Semua sia-sia.
Saat akhirnya masuk, langkahnya terdengar bergema. Ia melepas sepatu tanpa tenaga, meletakkan kunci di meja. Bunyi logam itu memantul, terdengar terlalu nyaring di kesunyian.
Matanya tertuju ke sudut ruang tamu.
Tempat Kanaya dulu sering duduk.
Kini hanya kursi kosong.
Barata mengusap wajahnya kasar. Untuk pertama kalinya, ia merasakan kekalahan yang utuh—bukan di medan lawan, tapi di dalam dirinya sendiri.
“Aku gagal,” katanya lirih, pada rumah yang tak menjawab.
Ia membuka lemari kecil, berharap menemukan sesuatu—apa saja—yang bisa memberinya arah. Tapi yang ada hanya benda-benda biasa: buku, kertas lama, dan sebuah foto yang terselip di antara halaman.
Foto itu memperlihatkan Kanaya tersenyum kecil, diambil tanpa ia sadari. Senyum yang dulu tak pernah Barata hargai.
Tangannya gemetar.
Pelabuhan telah mengosongkannya dari harapan.
Dan rumah ini mengingatkannya pada satu hal yang lebih menyakitkan:
Barata pulang,
tapi yang ia cari tak pernah menunggu.
Di luar, langit mulai terang. Hari baru datang tanpa janji apa pun.
Dan jauh dari sana, Angela merasa puas—karena Barata kembali ke titik nol.
Namun ia tak tahu, dari kekosongan itulah, sesuatu yang jauh lebih berbahaya mulai tumbuh di dalam diri Barata.
.
.
.
BERSAMBUNG
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
kira2 gmn akhir dari kisah ini
hahh jd anak itu anak siapa alya kok bisa kanya sma barata dan kok bisa alya hamil hadeh kepingan puzel yg bener2 rumit tingkat dewa 🤣🤣🤣🤣
jawaban dr alya anak dia bukan kira2 kasih flash back nya kapan 🤣🤣🤣
jane apa.sih iki 🤣🤣🤣
ini cerita gak tembus retensi, keterlaluan si LUN itu gak bantu promosiin 😤😤😤
ini bukan genre konflik etika, tetapi horor/ misteri