Lana Croft, seorang mahasiswi biasa, tiba-tiba terbangun sebagai tokoh antagonis kaya raya dalam novel zombie apokaliptik yang baru dibacanya. Tak hanya mewarisi kekayaan dan wajah "Campus Goddess" yang mencolok, ia juga mewarisi takdir kematian mengerikan: dilempar ke gerombolan zombie oleh pemeran utama pria.
Karena itu dia membuat rencana menjauhi tokoh dalam novel. Namun, takdir mempermainkannya. Saat kabut virus menyelimuti dunia, Lana justru terjebak satu atap dengan pemeran utama pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YukiLuffy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Lana terus mengoceh tentang kamar terpisah, tidak menyadari betapa gelapnya wajah Kael. Ketika ia menyadari bahaya, sudah terlambat.
Kael membungkamnya dengan ciuman yang marah dan menuntut, memadamkan setiap kata yang menentangnya. Ia menggunakan setiap taktik yang ia ketahui—sentuhan, dominasi, dan bisikan yang penuh gairah—hingga Lana kehabisan akal, pasrah, dan menangis, menyetujui "Aturan Raja" Kael.
Aturan itu mencakup: Lana harus tidur di sisinya setiap malam, dia hanya miliknya, dan dia tidak boleh tersenyum genit pada pria lain. Lana merasa dirinya tidak berdaya melawan pria yang sekarang menjadi lebih posesif setelah keintiman mereka.
Ketika Lana sadar betapa memalukannya janji yang ia buat, ia merengek, memukul kepala Kael. Dia curang! Dia menggunakan sentuhan untuk memenangkan argumen!
Namun, Kael sudah turun. Tak lama kemudian, Kael kembali, membawa nampan sarapan yang diletakkan di meja kecil di atas tempat tidur. Ada bubur millet, telur, susu, dan semangkuk sup ayam yang mengepul.
Lana, yang badannya sakit, menyambut layanan itu dengan mendengus puas. Setidaknya dia tahu cara menebus kesalahannya.
Kael dengan sabar menyuapi Lana, meniup bubur itu hingga suhunya pas. Lana, yang masih manja, membiarkan Kael menyuapinya hingga mangkuk bubur itu kosong. Sup ayam yang kaya nutrisi itu berhasil membuat perut Lana kembung, namun juga memberinya energi.
Setelah Lana selesai, Kael mencium keningnya, menyuruhnya beristirahat, dan berjanji akan kembali untuk makan siang.
Kael langsung menuju Markas Komando Enklave, mencari kakeknya, Jenderal Thorne.
Jenderal Thorne sedang duduk di mejanya, memandangi foto keluarga yang sudah usang. Melihat rambut putih sang Jenderal, Kael menyadari bahwa kakeknya telah menanggung beban yang luar biasa sejak kiamat.
"Kakek," sapa Kael.
Jenderal Thorne dengan cepat menyimpan foto itu, pura-pura bersikap tegas. "Dasar bocah nakal. Sudah kembali, ya?"
"Sudah sampai sejak kemarin sore," jawab Kael, tersenyum kecil.
"Tidak terluka, kan? Jika terluka, itu berarti kau ceroboh," tukas Jenderal Thorne, matanya cepat menyapu Kael untuk memastikan tidak ada luka. Setelah puas, ia kembali ke nada angkuhnya.
"Saya datang untuk urusan resmi. Bagaimana laporan inti kristal?" tanya Kael, yang sudah menggunakan telepon satelit untuk memulai program pengumpulan inti kristal sejak penemuan pertama mereka.
"Kami sudah menerima sekitar enam ratus lebih. Tapi untuk apa kau meminta 'batu-batu jelek' ini?" Jenderal Thorne bingung.
"Inti kristal dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan. Saya menduga ini akan menjadi sumber daya utama kita untuk pelatihan," jelas Kael.
Jenderal Thorne terkejut, namun dengan cepat pulih. Ia mengangguk, menyuruh Kael mengambil semua inti kristal yang dibutuhkan untuk timnya.
Setelah urusan selesai, Jenderal Thorne mencondongkan tubuhnya ke depan, matanya berbinar.
"Ngomong-ngomong, kau sudah 25 tahun. Kapan kau akan membawakan seorang calon menantu ke sini? Jangan bilang kau... ah, kau suka dengan sesama jenis?"
Kael menghela napas, menepis spekulasi konyol kakeknya. "Akan saya bawa. Mungkin lusa. Tenang saja." Kael tersenyum memikirkan Lana, matanya dipenuhi kelembutan yang membuat Jenderal Thorne terkejut.
"Cih! Lihat senyummu itu! Kau pasti sudah mabuk kepayang! Aku peringatkan kau, jangan menakuti calon cucu menantuku! Dan jangan lupa sebutkan kelebihanku di depannya, agar aku bisa segera menimang cicit!" perintah Jenderal Thorne dengan semangat kekanak-kanakan.
Kael hanya tersenyum tipis, lalu berpamitan, mengatakan ia ada urusan mendesak.
Kael kembali ke vilanya. Lana sedang tidur nyenyak, wajahnya merah dan menggemaskan. Kael mencium pipi Lana, lalu bergegas ke vila sebelah untuk menemui tim Vanguard.
"Kapten! Bagaimana kabar Kakak Ipar?" goda Alex.
"Dia kelelahan," jawab Kael singkat. Ia tidak peduli dengan ejekan mereka.
Kael meletakkan karung inti kristal di atas meja. Inti kristal Level 1 tampak transparan, namun ada beberapa yang berwarna.
"Ini adalah inti kristal," Kael memulai, mengambil alih kendali ruangan. "Mereka mengandung energi murni. Saya telah mengujinya, dan ini adalah cara kita naik level."
Kael menjelaskan bagaimana inti kristal dapat diserap. Ia juga menjelaskan teorinya tentang inti berwarna: Ungu untuk Petir, Merah untuk Api, Biru untuk Air, Hijau untuk Angin/Kayu, dan Emas untuk Logam (Ben).
"Ambil inti kristal yang sesuai dengan atributmu. Serap energinya. Ini akan meningkatkan kekuatanmu," perintah Kael. Ia tidak menyebutkan bahwa penemuan ini berasal dari Lana. Lana harus tetap aman, dan pengetahuannya harus menjadi rahasia terbesar mereka.
Tim segera patuh. Lucas mengambil kristal merah. Riley mengambil kristal biru. Ben mengambil kristal emas.
Setelah lebih dari satu jam, gelombang energi memenuhi ruangan. Wajah semua orang berseri-seri.
"Wow! Saya Level Tiga puncak sekarang!" seru Lucas, bola api di tangannya membesar dan lebih stabil.
"Luar biasa! Saya bisa merasakan angin di sekitar saya lebih jelas!" Alex bersemangat.
Kael, setelah menyerap beberapa inti ungu, merasakan kekuatan Mental dan Listriknya melonjak. Ia kini berada di Level 4 Puncak, sebuah kekuatan yang jauh melampaui rata-rata.
Tim Vanguard telah mendapatkan lompatan besar dalam kekuatan, dan mereka siap menghadapi ancaman yang lebih besar.
mendengar konpirmasi
jadi
mandengar ucapan itu