Istri penurut diabaikan, berubah badas bikin cemburu.
Rayno, pria yang terkenal dingin menikahi gadis yang tak pernah ia cintai. Vexia.
Di balik sikap dinginnya, tersembunyi sumpah lama yang tak pernah ia langgar. Ia hanya akan mencintai gadis yang pernah menyelamatkan hidupnya.
Namun ketika seorang wanita bernama Bilqis mengaku sebagai gadis itu, hati Rayno justru menolak mencintainya.
Sementara Vexia perlahan sadar, cinta yang ia pertahankan mungkin hanyalah luka yang tertunda.
Ia, istri yang dulu lembut dan penurut, kini berubah menjadi wanita Badas. Berani, tajam, dan tak lagi menunduk pada siapa pun.
Entah mengapa, perubahan itu justru membuat Rayno tak bisa berpaling darinya.
Dan saat kebenaran yang mengguncang terungkap, akankah pernikahan mereka tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Adil
Begitu tiba di rumah, Vexia langsung disambut Kahyang, ibu mertuanya.
“Gimana hari pertamamu bekerja, Sayang?” tanya Kahyang hangat.
Vexia tersenyum kecil. “Seru, Ma,” jawabnya pelan , meski dalam hati menambahkan,
"Seru karena aku berhasil bikin malu anak pelakor itu di hari pertama kerja.
Entah takdir atau nasib sial, dia malah cari gara-gara denganku."
Kahyang mengangguk lega. “Syukurlah. Ayo cepat mandi, kamu pasti capek,” ujarnya sambil mendorong lembut bahu menantunya.
Vexia hanya tersenyum, lalu beranjak menuju kamar.
Kahyang menoleh pada Rayno yang sejak tadi diam memerhatikan mereka.
“Tumben pulang cepat,” ucapnya sambil tersenyum samar. “Kau khawatir pada istrimu, ya?”
Rayno berdehem pelan. “Aku ke kamar dulu, Ma,” katanya cepat, lalu berlalu tanpa menoleh lagi.
Kahyang menatap punggung putranya, lalu berbisik pelan,
“Kuharap Vexia bisa meluluhkan hatimu, Nak.”
Rayno duduk di sofa sambil memeriksa ponselnya. Nada dering masuk memecah keheningan. Ia berdiri, melangkah ke balkon untuk menerima telepon dari klien.
Setelah beberapa menit berbincang, ia keluar kamar, meneguk jus dingin dari kulkas.
Sementara itu, di kamar mandi, Vexia baru selesai mandi dan tertegun.
“Hah? Kok bathrobe-nya nggak ada?” gumamnya pelan. Ia menatap ke sekeliling.
“Masa aku harus keluar cuma pakai handuk doang?”
Ia membuka sedikit pintu kamar mandi, menyembulkan kepala. “Kak… Kak Rayno?” panggilnya ragu. Tak ada jawaban.
“Apa dia gak di kamar ya?” gumamnya lagi.
Merasa aman, ia akhirnya memberanikan diri keluar. Ia berdiri di depan lemari, buru-buru menarik pakaian. Namun tepat saat itu—
Klek!
Pintu kamar terbuka.
Rayno masuk, dan waktu seperti berhenti sejenak.
“Akh!” pekik Vexia kaget, berbalik hendak lari kembali ke kamar mandi. Tapi sial, ujung handuknya tersangkut di gagang lemari.
“Akh—nggak—!”
Rayno membeku.
Vexia panik, wajahnya langsung merah padam. “Jangan lihat!” teriaknya sambil melesat ke kamar mandi, buru-buru menutup pintu.
Rayno berdiri kaku beberapa detik, menatap udara kosong. Tatapannya bingung, pipinya ikut memanas. Ia mengusap wajahnya cepat.
“Ya ampun. Kenapa harus lihat...?” gumamnya, setengah panik setengah tak percaya.
Di dalam kamar mandi, Vexia ingin menenggelamkan diri ke lantai.
“Aduh, malu banget… kenapa aku bisa sekonyol itu!” desisnya pelan, wajahnya merah sampai telinga.
Ia menarik napas panjang, lalu mengetuk pelan pintu kamar. “Kak Rayno…”
Rayno yang masih mematung langsung menoleh. “Y-ya?”
“Bisa… ambilin bathrobe-ku di lemari, Kak?” suaranya kecil, nyaris tak terdengar.
Rayno menelan ludah. “O-oke…” gumamnya, lalu dengan tangan agak gemetar mengambil bathrobe itu dan meletakkannya di dekat pintu kamar mandi.
“Sudah… aku taruh di sini.”
“Terima kasih,” jawab Vexia pelan.
Beberapa detik hening.
Rayno berdeham, menatap ke arah lain dengan wajah masih merah. “Lain kali… pastikan pintunya dikunci, Xia.”
Dari balik pintu terdengar gumaman lirih, “Lain kali Kak Rayno jangan suka muncul tiba-tiba juga.”
Rayno nyengir kecil tanpa sadar. “Kita… impas, berarti.”
Sementara itu, di rumah lain, Vega baru saja menjatuhkan diri di sofa dengan wajah muram.
“Ada apa? Kenapa wajahmu begitu?” tanya Soraya, ibunya, dari arah dapur.
Vega mendengus kesal. “Ma, anak desa itu kerja bareng aku. Satu divisi, bahkan meja kami bersebelahan! Menyebalkan sekali!”
Soraya tertegun. “Jadi… dia kerja di sana juga? Kenapa bisa?”
Ia menatap putrinya tajam. “Apa dia benar nggak jadi menikah sama Rayno?”
Vega diam sejenak. “Aku juga nggak tahu, Ma. Tapi di kantor nggak ada gosip apa pun. Status Rayno juga masih lajang.”
Senyum licik tersungging di bibir Soraya. “Berarti kamu masih punya kesempatan untuk mendekatinya.”
Vega menatap ibunya, mata berbinar dengan ambisi yang tak disembunyikan.
“Dan menyingkirkan gadis desa itu,” katanya pelan tapi penuh tekad.
Soraya mengangkat sebelah alisnya, tersenyum tipis.
“Bagaimana caranya, Sayang?”
Keesokan harinya, Vega datang lebih pagi.
Senyumnya tipis, tapi sorot matanya dingin.
“Kalau dia cuma lulusan SMA…” gumamnya lirih,
“kita lihat sejauh apa dia bisa bertahan.”
Ia melangkah ke meja beberapa staf yang kemarin berpihak padanya. Dengan gaya ramah dan suara lembut, ia mulai menebar racun manis.
“Kayaknya dia masih belum terbiasa kerja cepat, ya?” katanya ringan.
“Gimana kalau kalian bantu kasih tugas tambahan biar cepat belajar?”
Beberapa staf tertawa kecil, tidak sadar telah ikut dalam jebakan halus Vega.
Menjelang siang, Bira datang ke meja Vexia membawa tiga map tebal.
“Xia, bantu koreksi ini, ya. Kalau udah selesai kasih ke aku. Latihan biar cepat pintar.”
Vexia mengangguk pelan. “Oke, Kak.”
Hana dan Hani saling pandang, tatapan mereka penuh curiga.
Tak lama kemudian, satu per satu staf lain mulai berdatangan.
“Xia, ini sekalian ya.”
“Yang ini tolong kelar sebelum makan siang.”
“Laporan ini harus selesai besok.”
Dalam hitungan menit, meja Vexia penuh dengan dokumen dan laporan.
Vega menatapnya dari samping, mengulum senyum puas.
Hana menatap tajam. “Heh, kenapa semua kerjaan kalian ditumpuk ke Xia?”
Hani menyusul, nadanya meninggi. “Kalian sengaja nyusahin dia, ya?”
Bira menyahut santai. “Itu 'kan inisiatif dia sendiri. Katanya siap bantu divisi ini.”
Yang lain ikut menimpali. “Iya, ini buat latihan. Biar cepat bisa kerja.”
“Tapi gak gitu juga kali!” sergah Hana. “Kalian aja belum tentu bisa nyelesain semua ini!”
“Aku bakal lapor ke Bu Ratri,” tambah Hani. “Kalian sengaja ngelimpahin kerjaan dengan alasan latihan.”
Namun sebelum situasi makin panas, Vexia menatap mereka tenang.
“Nggak apa-apa, Kak Hana, Kak Hani. Aku kerjain aja.
Biar aku buktikan, yang cuma SMA ini gak kalah dari lulusan luar negeri.”
Vega mendengus pelan. “Sombong,” gumamnya, tapi cukup keras untuk terdengar.
Hana hendak bicara lagi, tapi Vexia mengangkat tangan, memberi isyarat agar tenang.
“Hari ini aku selesain semua ini,” ujarnya datar.
“Tapi karena di divisi ini yang baru bukan cuma aku…”
Ia menatap Vega lurus.
“Biar adil, tugas tambahan juga dikasih ke Vega. Kita lihat siapa yang lebih kompeten.”
Mata Vega melebar. Tapi sebelum ia sempat protes, Hana sudah bergerak cepat.
“Aku setuju. Biar adil.” Hana meletakkan dua dokumennya di meja Vega.
Hani menambahkan laporan miliknya. “Anggap aja pelatihan. Kan sama-sama baru.”
Yang lain pun ikut tertawa kecil, ikut meletakkan berkas di meja Vega.
Dalam sekejap, meja Vexia dan Vega sama-sama penuh tumpukan dokumen dan laporan.
"Sial! Kenapa jadi gini?" batin Vega, mengepalkan tangannya di bawah meja, menahan amarah.
Sementara Vexia duduk tenang, matanya fokus, tangannya cekatan menyapu setiap halaman.
Waktu berlalu cepat. Jam makan siang lewat tanpa terasa.
Menjelang sore, hasilnya sudah jelas.
Vexia menyelesaikan semua pekerjaannya tepat waktu. Rapi, teliti, dan lengkap.
Bira menatap hasilnya tak percaya.
"Hasilnya bagus banget…” gumamnya pelan.
“Bahkan lebih cepat dari aku.”
Sementara di sisi lain, Vega masih menatap layar monitor yang penuh revisi.
Beberapa staf mulai berbisik.
“Katanya lulusan luar negeri, tapi lemot gini?”
"Kalah sama lulusan SMA."
“Kalau salah input satu angka aja, bisa berakibat fatal.”
Vega menegang, wajahnya memerah menahan malu.
Hana dan Hani saling pandang, tersenyum puas.
Vexia berdiri pelan, menatap Vega dengan tatapan datar.
Senyumnya kecil, bukan mengejek, tapi cukup menusuk ego siapa pun yang melihatnya.
Dan untuk pertama kalinya, Vega merasakan, bagaimana rasanya kalah tanpa perlu dikalahkan secara terang-terangan.
***
Sejak insiden di hari pertama kerja, Vega tak bisa tenang.
Vexia yang tadinya ia kira bakal terlihat bodoh justru bekerja tenang dan tidak terpancing gosip.
Hal itu membuat Vega geram.
Ia menatap layar komputer dengan mata sempit. File laporan mingguan milik Vexia terbuka di folder bersama.
“Kalau file ini hilang, dia pasti kena marah,” batinnya.
Dengan satu klik cepat, Vega menghapus file itu lalu mengosongkan recycle bin. “Mari kita lihat seberapa panik gadis kampung itu nanti,” gumamnya pelan sambil meneguk kopi.
Ia menatap folder yang kini kosong dan tersenyum puas. “Selamat tinggal, laporan minggu lalu. Dasar gadis kampung.”
Beberapa menit kemudian, langkah ringan terdengar mendekat. Vexia baru saja kembali dari pantry sambil membawa secangkir teh. Ia menatap layar komputernya, lalu mengernyit.
“Hah? Kok… gak ada?” gumamnya pelan.
Vega menahan senyum, pura-pura sibuk meneliti dokumen di atas mejanya.
Vexia sempat melirik sekilas ke arah Vega, lalu menarik napas tenang.
“Humh… ada yang mau main-main rupanya,” bisiknya nyaris tanpa suara.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Vega masih cari gara-gara maunya - dasar muka badak hati culas.
Nah..nah...nah...Rayno ke club yang sama dengan istrinya 😄.
Dani kaget wooooy.
Yovie teman Rayno ternyata tahu juga tentang masa lalu Rayno.
Masih mengharap gadis di masa lalunya - tapi pikiran dan hati tak bisa dipungkiri - Vexia menari-nari dibenaknya. Dasar Rayno o'on 🤭😄
Nah lo istri pergi gak pamit - rasain Rayno.
Sampai sepuluh kali Rayno menghubungi istrinya baru diangkat.
Dani jiwa kepo-nya kambuh lagi - tertarik melihat Vexia di tempat hiburan malam.
Vexia pergi mentraktir karyawan satu divisi di tempat hiburan malam paling mewah di kotanya.
Nova ikut ya - tak tahu malu ini orang - suka sirik terhadap Vexia - ee ikut bergabung. Ngomong gak enak di dengar pula.
Vexia hafal berbagai macam minuman - Vega semakin menjadi siriknya.
Jangan-jangan Rayno juga ke tempat yang sama dengan Vexia.
kira2 apa mereka saling menyapa pas ketemu.atau pura2 gak liat..harus banget nunggu ya thor...gak bisa sekarang aja apa? baiklah bakalan sabar menunggu, tapi gpl lho
hayo siapa tuh yang panggil vexia rayno atau cowok lainnya
Apa Vexia akan dikasih hukuman oleh Rayno atw malah Rayno yang dihukum Vexia dengan tidak disapa & tidak kenal yang namanya Rayno alias dicuekin 😛