NovelToon NovelToon
Dua Hati Satu Takdir

Dua Hati Satu Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / CEO / Cinta setelah menikah / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dinar

Ketika cinta dan takdir bertemu, kisah dua hati yang berbeda pun bermula.
Alya gadis sederhana yang selalu menundukkan kepalanya pada kehendak orang tua, mendadak harus menerima perjodohan dengan lelaki yang sama sekali tak dikenalnya.

Sementara itu, Raka pria dewasa, penyabar yang terbiasa hidup dengan menuruti pilihan orangtuanya kini menautkan janji suci pada perempuan yang baginya hanyalah orang asing.

Pernikahan tanpa cinta seolah menjadi awal, namun keduanya sepakat untuk menerima dan percaya bahwa takdir tidak pernah keliru. Di balik perbedaan, ada pelajaran tentang pengertian. Di balik keraguan, terselip rasa yang perlahan tumbuh.

Sebab, cinta sejati terkadang bukan tentang siapa yang kita pilih, melainkan siapa yang ditakdirkan untuk kita.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Suasana sore ini cukup sejuk karena sedikit mendung, hempasan angin yang kini menerpa kulit seakan terasa menusuk kedalam tulang. Dua orang berbeda usia kini tengah duduk berhadapan, beberapa menu makanan dan juga minuman telah siap dihidangkan untuk disantap.

" Ayah, kapan sampai? Sudah menghubungi Ibu dirumah?".

Sejak tadi hanya sunyi yang menemani Alya dan juga Harun, akhirnya Alya mengalah membuka suara untuk menjawab keingintahuannya.

" Ayah sampai siang tadi, Penginapan kita juga sama Al. Bagaimana pekerjaanmu hari ini?". Harun merasa kurang nyaman ketika sambutan sang anak cukup dingin.

Baru menyadari akan nada sang anak selama ini, ternyata dirinya sudah sejauh ini mengabaikan perasaan sang anak yang bahkan harus kehilangan kehangatan keluarga sejak kecil. Dipaksa memahami keadaan dan menerima keputusan sang Ayah.

" Ada apa Ayah sampai datang kemari? Apakah aku melakukan kesalahan? ataukah ada sesuatu hal yang harus aku lakukan?". Alya masih mencecar sang Ayah dengan berbagai pertanyaan, karena sangat jarang sekali Harun bersikap seperti ini.

" Ayah rindu menghabiskan waktu bersama dengan anak perempuan Ayah. Ayo makan dulu, sepertinya kamu melupakan makan siang karena terlalu fokus bekerja".

Harun menyiapkan makanan yang disimpan dihadapan sang anak dengan telaten, Alya hanya diam membiarkan sang Ayah melakukan apapun yang diinginkan. Bukankah selama ini Harun memang selalu melakukan apapun yang dia inginkan tanpa memikirkan perasaannya? Bahkan meminta persetujuan pun tidak.

" Ayo Nak, bukankah ini makan kesukaanmu?". Harun seolah sangat bersemangat bisa makan berdua dengan sang anak saat ini.

Memori dimasa lalu kini menari indah didalam ingatannya, dimana mereka sering menghabiskan waktu bersama diiringi canda dan tawa. Berbagi cerita bahkan sering bermain bersama dengan segala imajinasi anak kecil yang menggemaskan.

Rasa sesal semakin dalam dan jelas dirasakan, keduanya makan dengan mulut terkunci pikiran yang sibuk dengan asumsi mereka masing-masing.

30 menit berlalu....

" Maafkan atas segala keegoisan yang telah Ayah lakukan Nak...."

Suara tegas itu kini menggema disudut ruangan yang cukup dengan cahaya temaram sore ini, bahkan lebih tepatnya menjelang malam hari.

" Ayah terlalu sibuk mempertanggungjawabkan sesuatu hal yang menurut Ayah baik, padahal ada malaikat kecil yang Ayah lupakan kehadiran bahkan perasaannya". Alya masih diam menunggu ucapan sang Ayah yang masih belum selesai.

" Ayah terlalu malu untuk meminta maaf, bahkan mengakui kesalahan kepadamu Nak... Ayah sudah bersikap tidak adil kepada kedua anak Ayah. Tolong ampuni Ayah".

Kini bahu kokoh itu bergetar dengan suaranya yang lirih, namun tidak menggerakkan hati seorang anak perempuan yang dipaksa untuk memahami setiap jalan cerita yang dibuat oleh Ayahnya sendiri.

" Ayah, memaafkan ataupun tidak itu tidak akan merubah jalan cerita yang sudah terjadi. Menerima ataupun menolak pun tidak akan mengubah takdir hidupku yang sudah sangat berantakan ini.... Selamat Ayah sudah berbahagia dan aku berantakan".

Tidak ada raut wajah kesedihan yang ditampilkan oleh Alya, bahkan suaranya cukup tenang dan itu menciptakan asumsi jika rasa sakit yang dirasakan terlalu dalam bahkan sampai air mata tidak bisa lagi keluar.

" Apakah Ayah tau jika seorang anak yang hadir dalam sebuah pernikahan adalah tanggungjawab orangtua?".

Deeggg......

Pernyataan yang keluar dari mulut Alya membuat dada Harun semakin sesak, ternyata banyak sekali luka yang ditorehkan oleh dirinya.

" Jika kalian tidak bisa bertanggungjawab, kenapa aku harus kalian hadirkan? Apakah anak harus bertanggung jawab atas kebahagiaan orangtuanya? Apakah hidup orangtua yang sempurna adalah kewajiban dari seorang anak?".

Demi Tuhan ini sangat sakit, selama ini aku menjaga perasaan bahkan aku merayakan kehadiran Fahri. Tapi, aku lupa akan adanya Alya.

" Maaf.... Maafkan Ayah Nak..."

Alya cukup jengah dengan ucapan sang Ayah, selama ini Ayahnya memang tidak pernah bersikap kasar tetapi bukankah rasa sakit yang hadir bukan hanya sebatas tindakan kasar saja? Mengabaikan, memerlukan tidak adil, bahkan egois adalah salah satu cara menorehkan luka bagi anak?.

" Tidak ada korelasi antara pertanyaan yang aku berikan dengan jawaban yang ayah ucapkan". Alya begitu dingin menjawab ucapan sang Ayah, tangannya masih menggenggam benda pipihnya.

" Ayah mengakui kesalahan Ayah selama ini, tolong berikan Ayah kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang telah Ayah lakukan..". Harun kini menatap sendu sang anak yang terlihat biasa saja.

" Tidak perlu repot-repot Yah, memperbaiki diri sendiri itu kewajiban setiap manusia dalam melakukan proses kehidupan disetiap waktu yang telah dilalui bukan? Aku sudah besar, sudah cukup mampu membahagiakan diri sendiri dengan caraku dan aku tidak akan pernah menuntut apapun kepada Ayah".

Alya menatap dingin wajah sang Ayah yang ternyata telah basah dengan air mata yang luruh sejak tadi, karena pikirannya terlalu fokus pada benda pipih Alya sampai melupakan sang Ayah yang berada dihadapannya.

" Seperti sebelumnya, lakukan apa yang Ayah inginkan tanpa perlu repot-repot memikirkan perasaanku. Bukankah, sebelumnya juga seperti itu? Tidak perlu meminta izin apapun kepadaku, karena itu tidak penting. Ayah lakukan apa yang menurut ayah baik, dan Aku akan melakukan apapun yang menurutku baik yang penting tidak melanggar norma yang berlaku".

Alya kembali fokus pada ponselnya yang masih terasa sepi, hatinya kini terasa panas melihat sang Ayah yang mendadak menjadi aneh menurutnya.

" Silahkan jaga perasaan Ayah dan keluarga baru ayah, bukankah selama ini aku tidak pernah bertindak kasar apalagi mengabaikan mereka? Jadi aku rasa tidak ada masalah yang perlu kita bahas bukan?".

Harun merasa semakin sesak, ternyata anaknya sudah dewasa bahkan sudah sangat memahami perasaannya sendiri.

" Tidak perlu memvalidasi perasaan apapun kepadaku, karena aku tidak butuh itu Yah". Alya kembali bersuara.

" Apa yang harus Ayah lakukan nak?" Harun kehabisan kata untuk ungkapan perasaanya saat ini.

" Tidak ada, semua berjalan seperti biasanya saja. Sakit hati dibalas kata ampun itu tidak adil Yah, mari kita hidup seperti biasanya saja".

Alya kini merapihkan barang yang tadi sempat disimpan, sepertinya kini energinya sudah habis untuk berbicara lagi dengan sang Ayah.

" Jika tidak ada lagi hal yang penting, Aku pamit Yah. Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk menyusulku, jangan lupa istirahat dan memberikan kabar kepada orang rumah".

Alya bangkit dari duduknya yang terlihat tenang, justru Harun yang terlihat gusar sejak tadi. Ingin sekali memeluk tubuh sang anak, namun sepertinya ini bukan hal yang tepat.

" Nak..."

" Aku sudah memaafkanmu, tidak perlu khawatir hiduplah dengan tenang tanpa harus memikirkan perasaanku seperti biasanya".

Bina... ampuni aku yang telah menyakiti putri kita, bahkan dalam proses tumbuh kembangnya aku gagal menjadi orangtua. Keegoisan yang telah aku lakukan kini menjadi bom waktu yang meledak atas rasa sakit yang dipendamnya selama ini.

Aku tidak sakit hati atas sikap putri kita, justru ini menjadi tamparan untukku. Menjadi titik balik untuk menjadi orangtua yang lebih baik, meskipun terlambat bukankah itu lebih dari pada tidak sama sekali.

1
Wang Lee
Semangat dek
Wang Lee
Kenapa ngak bisa
Wang Lee
Biar tenang dulu iya
Wang Lee
Istirahatlah
Wang Lee
Kok diam
Wang Lee
Pasti angin sesat nih
Wang Lee
Jangan khawatir
Wang Lee
Jangan tatap
Wang Lee
Lihat aja sendiri
Wang Lee
Untuk apa
Wang Lee
Hampiri saja
Wang Lee
Kalau ngak jelas biarkan saja
Wang Lee
Rasa itu pasti timbul
Wang Lee
Terpenuhi semuanya
Wang Lee
Sudah jelas
Wang Lee
Siapa
Wang Lee
Biarkan saja
Wang Lee
mulai terlihat
Wang Lee
Semangat dek🌹🌹🌹🌹🌹
Dinar Almeera: terimakasih kakakkkuuuuu
total 1 replies
Wang Lee
Belum
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!