Setelah enam tahun menjalani hubungan jarak jauh, Raka dan Viola kembali dipertemukan. Namun cinta tak selalu berjalan mulus, mereka harus menghadapi tantangan dan rintangan yang menguji kekuatan cinta mereka.
Apakah cinta mereka akan tetap kuat dan bertahan, ataukah jarak akan kembali memisahkan mereka selamanya?
"Nggak ada yang berubah. Love only for you, Viola. Hanya kamu..." ~Raka.
🍁🍁🍁
Novel ini merupakan Sequel dari novel yang berjudul 'Sumpah, I Love You'. Selamat menyimak dan jangan lupa tinggalkan jejak. 😇😇😇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 : LOFY
Dafa, anak remaja laki-laki yang kini sudah duduk di kelas delapan itu memasang wajah masam saat mendengar nama 'tuyul' yang disematkan untuknya. Terlebih yang memanggil nama itu adalah pacar dari kakaknya.
"Aku udah gede kak, tinggi kita juga hampir sama. Jadi jangan panggil aku tuyul lagi." Dafa memprotes.
"Duh, tuyul ngambek." Viola tertawa renyah, mengacak rambut Dafa gemas. "Oya, kamu ngapain disini? Kok bisa tahu kakak pindah kesini sih?"
"Jangan banyak nanya. Mending sekarang temenin aku jalan-jalan aja." ucap Dafa, melirik ke arah Dian dan Amel. "Mereka juga boleh ikut."
"Heehh..."
"Mama sama papa lagi pergi keluar, aku bosan dirumah sendirian." lanjut Dafa.
Ada jeda sejenak sebelum menjawab, mengingat dia baru pindah dan belum membereskan barang-barangnya juga. "Kayaknya nggak bisa deh, Yul. Soalnya kakak harus beres-beres barang-barang kakak didalam."
"Yal-Yul Yal-Yul. Awas aja, nanti aku kerjain ah, ha-ha-ha..." batin Dafa tertawa jahat. Dia memang sedikit usil, apalagi kalau yang diusili adalah pacar kakaknya, bisa jadi tontonan gratis yang mengocok perut.
"Vio..." Tamara yang mendengar ramai-ramai diluar segera menghampiri keluar. "Nggak apa-apa. Kamu temani nak Dafa saja dulu, sekalian kamu jalan-jalan dan jernihin pikiran. Urusan baju-baju kamu nanti biar mbak Asih yang bantuin beresin."
Tamara sendiri masih terpukul atas kasus penangkapan suaminya, tapi dia tidak ingin putrinya ikut sedih berkepanjangan. Apalagi akhir-akhir ini dia sering mendapati putrinya itu melamun dan menangis sendirian di dalam kamarnya.
"Beneran nggak apa-apa, Ma?"
Tamara mengangguk, mengusap lembut rambut putrinya, "Iya nggak apa-apa. Ya udah sana jalan, kasihan Nak Dafa udah nungguin itu loh."
Pandangannya kini beralih pada Bian yang baru ikut menyusul keluar setelah membantu membawakan beberapa kardus masuk ke dalam rumah.
"Bi..."
"Nggak apa-apa Vi, kamu pergi aja. Aku masih mau bantu-bantu disini." Bian memberikan senyuman termanisnya, tidak merasa keberatan jika dia akan ditinggal sendirian disana. "Kalian berdua juga ikut aja, selesai ini juga gue harus balik, ada urusan lain soalnya," ucapnya menoleh pada Amel dan Dian.
Ketulusan itu bisa dia lihat di setiap tatapan dan sikap yang ditunjukkan oleh Bian. Kadang Viola merasa sangat bersalah karena tidak bisa membalas perasaan pria itu padanya.
"Ayo, Kak!" ajak Dafa, menarik-narik tangan Viola, membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.
"Eh iya-iya, sabar Yul!" tubuhnya mencondong sedikit kedepan, mencium pipi sang mama. "Ma, Vio pergi dulu ya."
"Iya, hati-hati ya kalian."
...______...
Sebuah mobil lengkap dengan supir pribadinya sudah menunggu di depan gerbang rumah. Dafa duduk di belakang dengan diapit oleh Viola dan Amel, sementara Dian duduk di depan, disamping sang supir.
Perjalanan itu diisi dengan canda dan tawa, hingga setengah jam kemudian mereka sudah sampai di sebuah cafe. Lokasinya yang strategis dan dekat dengan sebuah universitas membuat cafe itu ramai oleh para pengunjung, terutama para anak muda yang ingin sekedar bersantai dan melepas penat setelah disibukkan dengan kegiatan belajar.
Salah seorang waiters langsung menghampiri begitu mereka sudah duduk di salah satu bangku pengunjung yang terletak di dekat jendela besar. Setelah mencatat beberapa pesanan yang dipesan, waiters itu kembali pergi untuk menyiapkan makanan untuk disajikan.
"Eh, tadi mbak Asih bilangnya Raka yang datang, kok bisa adiknya yang nongol," Dian mulai membuka obrolan setelah keheningan yang terjadi beberapa saat selesai mereka memesan makanan.
"Mungkin mbak Asih udah kecintaan juga tuh kayak Vio, jadi nggak bisa bedain mana yang Raka mana yang bukan." balas Amel yang diiringi oleh tawa mereka berdua.
"Heh... Kok gue," Viola mendengus sebal, pandangannya beralih pada Dafa yang masih memasang wajah datar, "Yul, kamu bawa apa itu?" tanya Viola, menatap kotak kecil yang dibawa oleh Dafa sejak mereka turun dari dalam mobil tadi.
Dafa menggeser kotak itu hingga kedepan Viola. "Nih, hadiah buat kakak."
"Bu-buat aku?" tanyanya memastikan lagi, tangannya sedikit ragu untuk menyentuh kotak berwarna hijau tua itu. "Isinya apa?"
"Buka aja." jawab Dafa masih dengan santainya.
"Iya buka aja Vi, kita juga penasaran sama isinya," Dian ikut menambahkan, menaruh kedua sikunya diatas meja dan menopang wajahnya dengan kedua tangan.
Viola tak langsung menuruti, biasanya Dafa selalu memberikan hadiah-hadiah unik yang membuatnya jadi bahan tertawaan. Kali ini dia tidak akan mudah percaya dengan kebaikan bocah usil itu.
"Nggak ah! Dafa, nih kamu aja yang bukain," tolaknya, menggeser kembali kotak itu hingga ke depan Dafa. "Nanti isinya yang aneh-aneh lagi, kakak nggak mau buka!"
"Aneh-aneh apa sih kak." Dafa meraih kotak itu dan membukanya dengan malas, lalu menggeser kembali kotak itu kedepan Viola setelah terbuka penutupnya. "Tuh, aneh nggak?"
Sebuah gantungan kunci bergambar boneka panda membuat Viola menatap penuh haru. Tidak menyangka jika dia akan mendapatkan hadiah selucu itu dari adiknya Raka.
"Tuyul, sekarang kamu memang sudah besar ya. Udah tahu caranya nyenengin hati orang," puji Viola dengan mata berbinar.
Dia mengeluarkan gantungan kunci itu dari dalam kotak, hingga matanya menangkap sesuatu yang bergerak dari balik alas kain yang ada dibawahnya. Sesosok hewan kecil berwarna coklat menyembul keluar dari balik kain tersebut, bergerak cepat hingga menyentuh tangannya.
"Akkhhh...! Kecoa...!!!"
Reflek dia berdiri, menjatuhkan gantungan kunci itu kembali dan segera naik ke atas kursi sambil terus berteriak ketakutan. Gadis itu menahan geli mengingat saat kecoa itu menyentuh tangannya tadi. Tangannya kini sibuk mengibas-ngibas bajunya, takut jika kecoa itu masuk ke dalam sana.
"Tuyul sialan...! Kirain udah tobat beneran..."
Dafa tertawa terpingkal-pingkal, memegangi perutnya yang hampir kram. Beberapa pengunjung lain juga ikut menertawakan, ada beberapa yang mengabadikan dalam bentuk foto dan video. Begitupun dengan Amel dan Dian, mereka tidak bisa menahan tawanya saat melihat sahabatnya itu sedang berdiri di atas kursi seperti hendak konser dangdut.
"Dafa." panggil seseorang. "Kakak kan suruh buat hibur kak Viola, bukan buat ngerjain dia."
Sebuah suara yang sangat familiar mampu membuat Viola tertegun, ketakutannya akan kecoa seketika itu hilang. Seorang pria kini sudah berdiri tidak jauh dari mejanya saat dia menoleh, sedang tersenyum padanya dengan memegang sebuket bunga ditangan.
...♥️♥️♥️...
.covernya kelar juga akhirnya👏👏
aaah bapak nya Raka pasti ini...
pengen sleding si papa 😠😠😠😠😠
so sweet 😍😍😍😍
sosor terus Raka, tunjukan klo di hati kamu hanya Viola satu satu nya...
kalian udah sama sama dewasa bukan anak SMA lagi yang marahan atau ada masalah malah lari...
hadapi bersama sama... apalagi masalah si Arman itu,selagi Raka gak berpindah hati pasti kamu tetap satu satu nya Vio