Pada abad ke-19, para ilmuwan yang tergabung dalam ekspedisi arkeologi internasional menemukan sebuah prasasti kuno yang terkubur di reruntuhan kota tak bernama, jauh di tengah gurun yang telah lama dilupakan waktu. Prasasti itu, meski telah terkikis oleh angin dan waktu, masih menyimpan gambar yang mencengangkan, yaitu sebuah batu segi enam besar, diukir dengan tujuh warna pelangi. Setiap sisi batu itu dihiasi lukisan rumit yang menggambarkan kisah kelam peradaban manusia, seolah menjadi cermin dari sisi tergelap hati nurani.
Nila Simbol kerakusan, Ungu simbol nafsu, Kuning simbol ketamakan, Hijau simbol kemalasan, Biru simbol Iri hati, Orange simbol keangkuhan, Dan terakhir merah simbol amarah
Tadi setiap lambang yang mengartikan masalah ini ada sebuah kekuatan, yang Sangat besar dalam setiap kristal membuat banyak orang saling berebut dan dizaman modern kristal itu dikabarkan sudah terpisah menjadi 7
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fahmi Juliansyah N, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 Part 1 Memulai acara panggung
Sore berganti malam. Banyak orang dari berbagai kalangan — mulai dari rakyat biasa hingga tokoh-tokoh ternama — bersiap menghadiri acara tahunan Opera Batavia, sebuah perayaan seni yang hanya diadakan sekali dalam setahun. Tiket masuk sangat terbatas, dan hanya sebagian kecil yang bisa merasakan kemewahan langsung di dalam gedung opera. Sisanya menonton dari siaran langsung (live) yang akan dimulai pukul 21.00 malam 29 Desember 2024, alasan kenapa acara ini mulai 2 hari sebelum akhir tahun karena acara ini dari awal memang hanya untuk memeriahkan acara yang akan datang, serta sebagai acara OPERA Spesial diakhir tahun.
Karena itu setiap tahun Opera akan mendapatkan untung besar sekaligus dapat memberitahu nuansa Indanavia tiap tahun, Opera ini memiliki 5 acara yang dimulai dari pukul 21.00 – 00.00, yang dimana setiap acara akan saling bergiliran satujam dari nuansa asli, asli inovasi, kisah, sampai benar-benar inovasi tentang tahun berikutnya dengan dibumbui nuansa Indanavia.
Namun, di sisi lain kota, tepat pukul 19.30, sebuah rapat besar dimulai di Gedung Pusat Pemerintahan Nasional. Ruangan pertemuan lantai 10 dipenuhi tokoh-tokoh penting dari lembaga hukum, kementerian pertahanan, badan maritim, serta tiga perwakilan dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) — yaitu Pak Dodi, Pak Roy, dan Bu Celia.
Topik utamanya, tentang krisis laut Indana yang sedang di injak-injak tanpa izin oleh para bajak laut modern, membuat wilayah laut semakin tidak terkendali. Dalam enam bulan terakhir, serangan bajak laut meningkat, terutama di sekitar wilayah perairan timur. Dan yang lebih mencurigakan, aktivitas mereka diketahui ada beberapa orang yang kemungkinan anggota bajak laut dengan jumlah banyak, berkaitan erat dengan tempat tambang besi yang seperti nya ditambang secara ilegal oleh pihak bajak laut.
“Tambang itu seharusnya dimiliki pemerintah serta dijaga, agar tidak ada yang mengambil alih atau memiliki karena milik pemerintahan” kata Pak Dodi, membuka pembicaraan. “Dan lucunya, pengiriman besi itu terjadi di saat jalur laut dijaga penuh oleh armada negara dan tidak dipertanyakan.” Kata pak Dodi.
Beberapa pejabat saling melempar pandang. Salah satu dari mereka bersuara dengan nada defensif.
“Itu bisa saja ulah bajak laut. Jangan langsung menyimpulkan bahwa ada pengkhianat dari dalam untuk dapat akses bebas.” Kata salah satu pejabat.
Namun Bu celia dengan tenang menjawab, “Bajak laut tidak bisa menavigasi jalur kargo tambang seakurat itu… tanpa bantuan dari dalam sistem, lagian bagaimana kalian bisa bebas tanpa curiga kalau ada akses lain malahan apa mungkin pengkhianat itu ada dalam lingkup pejabat..”
Suasana tegang dan ada yang kesal merasa tersinggung. Hakim tertinggi negara yang duduk di ujung meja mengetuk pelan mejanya.
“Kami mengerti maksud Petugas PBB ingin membantu dan juga ingin menangkap para bajak laut. Tapi kami juga butuh bukti yang jelas. Jika tidak, tragedi/kasus ini hanya akan jadi debat kosong dan tidak bisa dilanjutkan ke persidangan” kata pak hakim tinggi.
Pak roy menyahut sambil membuka dokumen digital di tabletnya. Ia berdiri perlahan, lalu mengangkat tangan untuk meminta izin berbicara secara resmi kepada hakim.
“Silahkan pak Roy”, kata hakim tinggi.
“Yang Mulia Hakim, saya disini ingin memberikan hasil penyelidikan kami,” ucapnya dengan suara mantap, “kami dari pihak PBB telah mengumpulkan bukti awal yang kami yakini cukup untuk membuka investigasi mendalam. Di dalam dokumen ini—” ia menunjuk layar hologram yang mulai menyala— “ada data koordinat tambang tersembunyi di wilayah timur, tepatnya di dalam tambang ditemukan sebuah kristal baru.” Kata pak Roy.
Beberapa pejabat mulai berbisik, karena ada yang baru tahu dan bahkan ada yang tahu sampai berkeringat takut terkena keterlibatan kasus ini.
“Tambang yang dimiliki ini ditemukan beberapa data yang seperti nya terlewat kan seperti penggunaan mobil yang lebih dan ditemukan beberapa material tambang yang harus nya bukan tambang khusus besi, karena kemungkinan mereka tidak melalui izin resmi pemerintah pusat, melainkan dioperasikan secara diam-diam oleh pihak lain. Kami juga temukan transaksi besar melalui rekening luar negeri, dengan pola pengiriman yang bertepatan dengan waktu operasi bajak laut.” Kata pak Roy Ia menatap lurus ke arah beberapa para pejabat militer dan kementerian.
“Ini bukan hanya pelanggaran administratif. Ini adalah sinyal adanya keterlibatan dalam korupsi pertambangan berskala besar, dengan kemungkinan campur tangan orang dalam.”
Ruangan pun menjadi hening, sebelum tiba-tiba seorang jenderal memukul meja dan berkata, “Omong kosong!” suaranya membelah udara. “Tanpa saksi kunci atau bukti internal dari sistem kami, kalian hanya membawa cerita liar dan menyulut paranoia, lagian sejak kapan kalian memiliki izin untuk mengecek Langsung!”
Beberapa pejabat lain mulai bersuara mendukung, namun sebagian tetap diam — wajah mereka cemas, seolah menyadari bahwa ini bukan sekadar tuduhan kosong.
Jenderal itu melangkah maju, menunjuk layar. “Di dunia diplomasi, data bisa direkayasa. Bagaimana kami tahu kalian tidak dijebak oleh pihak asing yang ingin mengacaukan stabilitas negara ini?!” kata jendral yang memukul meja.
Pak Roy tetap tenang, namun suaranya kini lebih tajam. “Dan bagaimana kami bisa percaya bahwa Anda bukan bagian dari sistem yang sedang kami bongkar?” kata pak Roy.
“Tapi tetap siap yang mengizinkan kalian untuk mengecek lokasi-lokasi itu, kalian bisa dikenakan sanksi luar negeri karena melihat tempat pemerintah tanpa izin” kata jendral yang memukul meja.
“Kami memiliki dokumen kerja sama resmi yang ditandatangani oleh otoritas tertinggi negara ini. Kami tidak melangkahi batas.”kata pak Dodi.
“Dan siapa otoritas tertinggi yang kalian maksud?!”kata jendral yang memukul meja.
Lalu Pintu ruang rapat dibuka. Seorang pria memasuki ruangan, dikawal dua petugas. Semua langsung berdiri.
“Saya yang memberi izin kepada mereka untuk menginvestigasi,” ujar pria itu dengan tenang. Semua menyadari kalau itu Presiden Republik Indanavia.
Sang jenderal segera memberi hormat.“Maafkan saya, Bapak Presiden. Kami tidak tahu bahwa Anda akan hadir malam ini.” Kata jendral yang memukul meja.
Presiden berjalan ke tengah ruangan, “Awalnya saya memang tidak akan hadir. Tapi saya ingin melihat bagaimana rapat ini berjalan. Sayangnya, rapat ini berubah menjadi debat emosional.”
“Dokumen izin investigasi ditandatangani oleh saya sendiri, atas dasar kerja sama diplomatik dengan PBB dan berdasarkan hasil audit dari tim internal. Kita tidak bisa menyelesaikan masalah jika saling menutup diri.”
Ia lalu menoleh ke hakim, “Yang Mulia, jika berkenan, mari kita ulang kembali rapat ini secara tertib, berdasarkan data, dan dengan semangat mencari kebenaran, bukan saling tuduh.”
Hakim mengangguk. “Tentu, Bapak Presiden.”
Setelah itu akhirnya rapat dapat berjalan dengan tenang sampai pukul 20.15, kata pak Roy ditelpon, yang ditelpon oleh pak Roy tidak lain tidak bukan Fahmi, ia sedang ada di tempat parkir OPERA sambil berpikir sebuah ide lain, sampai pak Roy menelpon dengan hasil bahwa mereka menang dan kami akan bersiap untuk mengamankan lebih lanjut sekitar darat serta untuk laut kemungkinan nanti pagi kami jalan, kata pak Roy di telpon.
“Begitu ya kami boleh ikut ga soalnya ada 3 teman disana”, kata Fahmi.
“Kami? Oh teman-teman mu di sepuluh keputusan ya, coba nanti aku tanyakan”, kata pak Roy.
“Sama ini akan aku kirim surat penangkapan ya nanti kamu kasih, soalnya kamu udah minta polisi kesana kan jadinya lebih cepat “, kata pak Roy.
“Ok makasih ka”, kata Fahmi.20 menit telah berlalu dan surat itu sampai bersama seseorang dan Fahmi pun menunjukkan jalan lalu mereka cepat-cepat untuk ke tempat polisi yang sedang bersama Andrew, yang ternyata seperti biasa polisi kenalan Fahmi paling dekat adalah inspektur satria, tapi ia tidak tau kalau Fahmi yang minta karena yang menelpon adalah Andrew.