Gara-gara fitnah hamil, Emily Zara Azalea—siswi SMA paling bar-bar—harus nikah diam-diam dengan guru baru di sekolah, Haidar Zidan Alfarizqi. Ganteng, kalem, tapi nyebelin kalau lagi sok cool.
Di sekolah manggil “Pak”, di rumah manggil “Mas”.
Pernikahan mereka penuh drama, rahasia, dan... perasaan yang tumbuh diam-diam.
Tapi apa cinta bisa bertahan kalau masa lalu dari keduanya datang lagi dan semua rahasia terancam terbongkar?
Baca selengkapnya hanya di NovelToon
IG: Ijahkhadijah92
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Laki-laki Misterius
Disa menggigit bibir, tak sanggup membalas. Ia hanya memalingkan wajah, membuat si lelaki tersenyum sinis namun tangannya tetap mengelus rambut gadis itu dengan lembut—seolah menenangkan, padahal ucapannya selalu sarat tekanan.
"Besok libur, kan? Jadi malam ini kita punya waktu banyak…" bisiknya di telinga Disa. "Nggak usah mikir yang lain. Fokus sama gue."
Disa merasakan jantungnya berdebar kencang. Rasa takut bercampur dengan ketergantungan aneh pada sosok di hadapannya. Ia tahu hubungannya dengan laki-laki ini salah, tapi ada sesuatu yang membuatnya tak bisa lepas.
Tanpa banyak kata, laki-laki itu menariknya ke dalam pelukan. Ciuman hangat mendarat di keningnya, lalu di bibirnya, dan suasana malam kembali diliputi keintiman yang panas. Lampu kamar diredupkan, hanya suara hujan yang menjadi saksi kebersamaan mereka.
Bagi Disa, malam ini terasa panjang dan melelahkan, tapi ia tetap memilih bertahan di sisinya.
***
Pagi harinya matahari sudah tinggi, tapi tirai apartemen tetap tertutup rapat. Udara kamar dipenuhi aroma kopi hitam yang baru saja diseduh laki-laki itu. Disa terbaring di ranjang, tubuhnya terasa berat dan lelah, tapi matanya tak bisa lepas dari sosok lelaki di hadapannya yang tengah duduk santai di kursi, menatap layar ponselnya.
"Udah bangun?" tanyanya tanpa menoleh, nada suaranya santai tapi tetap dingin berwibawa.
Disa hanya mengangguk pelan, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Meski kelelahan, ada rasa puas dan bangga karena bisa sedekat ini dengannya. Lelaki itu benar-benar tampak memesona: wajah tegas, sorot mata yang misterius, dan sikap dominan yang entah kenapa membuat Disa merasa aman meskipun ia tahu hubungan ini berbahaya.
"Gue bikinin kopi. Mau sarapan?" tanyanya sambil berdiri.
"Gak usah… gue masih kenyang," jawab Disa dengan suara serak. Ia mencoba bangkit, tapi tubuhnya terasa lemas, membuatnya kembali rebah di ranjang. Lelaki itu hanya tersenyum tipis lalu menghampirinya.
"Kalau lemes begini, siapa suruh nurutin gue semalam?" ujarnya sambil duduk di tepi ranjang. Tangannya mengusap pipi Disa lembut, lalu menunduk untuk mengecup keningnya.
Disa tertawa kecil, meski wajahnya masih merah. "Lo yang maksa."
"Tapi lo suka, kan?” bisiknya, menatapnya dengan sorot mata tajam namun memikat.
Disa menggigit bibir dan mengalihkan pandangan, membuat laki-laki itu terkekeh puas. "Hari ini jangan kemana-mana dulu. Temenin gue di sini."
Disa mengangguk, walau dalam hatinya ada sedikit rasa bersalah karena orang tuanya pasti mencarinya. Namun rasa bersalah itu tenggelam oleh pesona laki-laki ini. Ia merasa seperti terperangkap, tapi anehnya, ia tidak ingin kabur.
***
Sementara itu, di rumah keluarga Disa, suasana kacau sejak semalam. Sang Mama duduk di ruang tamu dengan wajah pucat, matanya sembab karena begadang semalaman. Ponsel di tangannya terus menerus dicek, berharap ada kabar dari putrinya.
"Kenapa dia gak pulang-pulang… Astaga, Disa…" bisiknya dengan suara bergetar.
Andry, ayah Disa, terlihat gelisah. Ia sudah menghubungi teman-teman Disa satu per satu, tapi tidak ada yang tahu. "Aku udah coba telpon semua temennya, gak ada yang tahu, Ma. Katanya Disa gak pernah cerita mau pergi kemana-mana."
"Katanya ke rumah temennya, tapi siapa? Kenapa gak ada yang tahu?" Mama Disa menatap suaminya dengan wajah panik.
Andry hanya bisa menghela napas berat. "Aku udah suruh satpam periksa CCTV komplek, tapi mobilnya gak kelihatan balik. Mungkin dia naik mobil lain…"
Mama Disa memegang kepala, merasa dunia berputar. Rasa takut dan cemas menghantam batinnya. "Jangan-jangan dia diculik orang? Atau ada apa-apa sama dia…"
"Jangan mikir yang aneh-aneh dulu. Kita cari aja terus. Aku juga udah mau lapor polisi kalau sampe sore belum ada kabar," ujar Andry dengan nada menenangkan, meski wajahnya sendiri tegang.
Pagi itu rumah mereka terasa sunyi, hanya isak tangis tertahan dari Mama Disa yang sesekali terdengar. Tidak ada yang menyangka putri mereka bisa menghilang begitu saja, sementara Disa sendiri sedang terlelap di tempat lain, jauh dari rumahnya.
***
Sore harinya, Mall ramai dengan pengunjung yang lalu-lalang. Disa berjalan di samping laki-laki misterius itu, mengenakan hoodie oversized dan masker untuk menutupi wajahnya. Tas kecil tersampir di bahu, sementara tangannya membawa paper bag belanjaan. Mereka terlihat seperti pasangan biasa, meski ada aura misterius dari sikap si lelaki yang tenang namun dominan.
"Udah semua yang lo mau beli?" tanya laki-laki itu, suaranya datar tapi perhatian.
Disa mengangguk kecil. "Iya… makasih, Kak."
Mereka baru saja keluar dari sebuah butik saat Disa berhenti mendadak. Dari kejauhan, ia melihat sosok Emily berjalan di samping Haidar. Emily tampak sederhana dengan dress panjang dan cardigan, sementara Haidar mengenakan pakaian kasual. Meski menjaga jarak, dari sorot mata keduanya terlihat jelas kalau ada rasa nyaman dan kedekatan di antara mereka.
Disa langsung merunduk, jantungnya berdetak kencang. Ya Allah… Kok bisa ketemu mereka di sini? pikirnya panik. Lelaki di sampingnya bersembunyi, berpura-pura memilih pakaian.
Emily yang tengah berbicara dengan Haidar juga tiba-tiba berhenti. Tatapannya menangkap sosok Disa yang mencoba menghindar. Meski wajahnya tertutup masker, Emily bisa mengenali tubuh dan gaya Disa. Alisnya sedikit terangkat.
"Disa? panggil Emily lirih.
Disa membeku. Lelaki di sampingnya semakin menjauh dari Disa.
Haidar ikut menoleh, matanya meneliti. "Kamu kenal, Sayang?" tanyanya pelan. Karena Emily tidak keberatan, Haidar mendekati Emily.
Emily mengangguk pelan, langkahnya maju sedikit. "Iya… Dia Disa." tatapan Emily semakin tajam saat melihat lelaki yang ia tadi lihat ada di samping Disa. Ia seperti mengenalinya, tapi karena lelaki itu memaksi masker dan topi jadi Emily tidak yakin.
Disa tersenyum tipis dari balik masker, mencoba terlihat santai. "Sorry, Ly. Gue duluan." Disa berlari ke arah lelaki tadi dan segera menarik lengannya untuk menjauh.
Haidar memandang Emily dengan raut serius. “Itu Disa sepupu kamu? Kenapa keliatan… kayak ketakutan?"
Emily menggigit bibir, hatinya diliputi rasa aneh. "Iya… itu Disa. Tapi… aku gak tau dia sama siapa. Kayaknya bukan teman sekolahnya…"
Mereka saling pandang, rasa penasaran bercampur cemas menggelayuti pikiran Emily. Ada sesuatu yang aneh dari cara laki-laki itu menatap dan menggiring Disa pergi.
Emily bahkan sampai lupa kalau sekarang dia sedang jalan dengan Haidar, tapi dia tidak peduli kalau nantinya ada gosip lagi. Sekarang dia sudah menerima pernikahannya, menerima kehadiran Haidar juga.
***
Disa akhirnya tiba di rumah dengan wajah terlihat lelah, tapi senyumnya dipaksakan saat melihat kedua orang tuanya yang sedang menunggunya di ruang tamu. Mama Disa berdiri dengan tangan terlipat di dada, sementara Andry duduk di sofa dengan ekspresi serius.
"Disa! Kamu ke mana aja semalam?" Suara mama Disa bergetar, antara marah dan panik. "Mama telepon berkali-kali, nggak ada jawaban!"
Disa berusaha terlihat santai. Ia menurunkan tasnya di meja, lalu berkata pelan, "Aku kerja kelompok sama teman-teman, Ma… di rumah salah satu teman."
"Kerja kelompok?" Mama Disa memicingkan mata. "Kerja kelompok kok nggak bisa dihubungi? Semua teman Mama tanya, nggak ada yang tahu kamu di mana! Kamu pikir Mama nggak panik?!"
Disa menarik napas panjang, berusaha menahan emosi. "Mama kebanyakan khawatir. Aku kan udah pulang, nggak kurang satu apa-apa."
Andry akhirnya ikut bicara, suaranya rendah tapi tegas. "Disa, Papa nggak suka kamu jawab Mama kayak gitu. Kamu sadar nggak semalam kita nyaris lapor polisi karena kamu nggak pulang?"
Disa menggigit bibirnya. Ia menunduk, lalu berkata datar, "Aku capek. Nanti aku jelasin. Sekarang aku mau istirahat dulu."
"Disa!" Mama Disa berseru, nadanya meninggi.
Namun Disa sudah melangkah cepat ke tangga dan menghilang ke kamarnya. Suara pintu kamar tertutup membuat suasana ruang tamu kembali hening. Mama Disa mengusap wajahnya frustasi.
"Aku nggak ngerti lagi, Mas. Anak itu makin susah diatur. Kita salah apa, ya?" bisiknya, matanya berkaca-kaca.
Andry hanya terdiam, wajahnya menegang. "Aku yang bakal urus ini. Disa nggak bisa dibiarkan kayak gini."
Andry duduk dengan wajah muram, kedua tangannya bertaut di depan wajahnya. Mama Disa mondar-mandir di ruang tamu, sesekali menghela napas panjang.
"Aku takut banget, Mas… kalau sampai Papa tahu soal kelakuan Disa. Kamu tahu sendiri gimana kerasnya Papa Danish," ucap Mama Disa lirih, suaranya gemetar.
Bersambung