Gricelin Noah Fallon ingin merayakan ulang tahun Calon Tunangannya Harley Gunawan dihotel, tak disangka Harley yang ditunggu tidak datang dan malah tiga pria lain yang masuk ke dalam kamar hotel yang dia pesan.
Dia yang sudah diberikan obat perangsang oleh ibu kandungnya tidak bisa menolak sentuhan pada kembar dan sangat hebat diatas ranjang.
Tak disangka, semua hal yang terjadi malam itu adalah konspirasi ibu kandungannya Marina Fallon, yang ingin menghancurkan hidupnya dan membuat Harley berpaling pada anak tirinya Diandra Atmaja.
Semua itu, ibunya lakukan untuk mendapatkan cinta dari suami dan anak tirinya.
Tapi takdir berkata lain, Gricelin yang hamil anak ketiga kembar itu malah dicintai secara ugal-ugalan, bahkan ketiga kembar itu membantunya balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitria callista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 17
Sementara itu.
Dalam ruang tamu yang megah dengan langit-langit tinggi dan hiasan kristal yang menggantung, Gricelin dan Rava tengah duduk di sofa mewah yang terbuat dari kulit asli.
Di atas meja marmer, tersaji aneka kudapan yang disajikan dalam piring porselen yang elegan.
Suasana mewah dan tenang terasa begitu kental.
Gricelin terus menatap Rava, tidak menyangka kalau Rava akan membawanya ke tempat ini.
"Tuan, tunggu sebentar. Kami akan segera meminta rektor tempat ini agar segera datang," ujar salah seorang pengurus.
Walaupun selama ini dia memiliki status sebagai tunangan Harley Gunawan, Harley tidak pernah mengajaknya masuk ke kantor bisnis universitas Utara.
Padahal Harley adalah pemilik saham terbesar di universitas Utara sekaligus leluhurnya keluarga gunawan juga pendiri Universitas Utara.
Tapi baru kali ini, Gricelin masuk ke ruang tamu bisnis di universitas ini.
Rava membalas tatapan Gricelin penuh minat, "Kenapa kamu menatapku terus, sayang?"
Gricelin ingin menjawab, tapi sebelum usia menjawabnya, Rava sudah melanjutkan ucapannya.
"Aku tahu, kalau aku sangat tampan." Ucap Rava percaya diri, tapi yang aneh.
Nada bicara Rava masih datar.
Dengan kedua pipi memerah, Gricelin langsung memalingkan pandangannya ke arah lain.
Melihat Gricelin yang terlihat malu-malu, Rava menarik dagu Gricelin.
Membuat wajah mereka tak berjarak.
Rava menatap ke arah bibir merah Gricelin yang terlihat seperti buah chery, dia ingin mencium dan melumatnya.
Tapi iba-tiba suasana itu dipecahkan oleh kedatangan beberapa orang penting.
Gricelin-lah yang menjauhkan tubuhnya dari Rava.
Dia tentu saja masih memiliki urat malu, tidak mungkin melakukan hal yang tidak pantas di sini.
Langkah mereka menghentak di lantai marmer yang mengilap, memantulkan sinar lampu yang terang.
Mereka adalah beberapa pemilik saham Universitas Utara bersama seorang pengacara yang terkenal, masing-masing dengan aura otoritas yang kuat.
"Pak Rava, sungguh suatu kehormatan Anda mau datang ke sini!" ujar salah satu pemilik saham dengan senyum lebar.
Tangannya terulur untuk berjabat, menandakan rasa hormat yang mendalam.
Sangat sulit untuk bertemu pengusaha nomor 1 dinegeri ini.
Saat mereka semua duduk, suasana menjadi lebih formal.
Semua orang dikota ini, tentu mengenal Gricelin.
Beberapa dari mereka terlihat curi pandangan ke arah Gricelin.
Tapi melihat Rava yang memperlakukan Gricelin begitu istimewa, mereka semua memilih acuh dan tidak membahas tentang apapun masa lalu Gricelin.
Pembicaraan seputar bisnis dan investasi mulai mengalir.
Tiba-tiba, wakil rektor universitas itu muncul dengan langkah tergesa-gesa.
"Ayo pergi ke ruang rapat!" ajaknya dengan nada yang mendesak, seolah-olah ada urusan penting yang tidak bisa ditunda.
Namun, sebelum mereka semua beranjak, Rava tiba-tiba berdiri dan menyatakan niatnya dengan suara yang tegas dan penuh keyakinan.
"Saya akan membeli saham sebesar 40% kampus ini atas nama Gricelin. Berapapun harganya tidak masalah!" Deklarasi itu meninggalkan semua orang dalam keadaan terkejut dan kagum, menandakan perubahan besar yang akan terjadi dalam kepemilikan universitas tersebut.
Gricelin awalnya terkejut, tapi akhirnya dia hanya tersenyum tipis, menunjukkan rasa bangga dan dukungannya yang tak tergoyahkan kepada Rava.
Wakil rektor itu tentu saja sangat senang, saham 40 persen yang bernilai puluhan Triliun itu tentu saja bisa digunakan untuk pembangunan kampus.
Para pemegang saham dan petinggi universitas Utara pun akhirnya duduk kembali ke sofa.
"Karena pacar saya lebih nyaman berada diruang tamu ini! Saya akan mendiskusikan di tempat ini saja!"
"Baik, Pak Rava." Ucap semua orang yang ada diruang tamu itu serentak.
Gricelin terus menatap ke arah Rava, saat sedang melakukan diskusi bisnis.
Dia sungguh semakin terpesona dengan sosok Rava, "benarkah dia sangat mencintaiku?"
Gricelin benar-benar tidak menyangka, kalau Rava akan melakukan ini untuknya.
Sementara Rava, hanya tersenyum tipis.
Walaupun dia menjelaskan minatnya secara rinci, dia sedari tadi terus mencuri pandang ke arah Gricelin.
Memang dari awal, tanpa adanya Gricelin pun Rava memang berniat untuk membeli saham di universitas Utara.
Rava bukan hanya seorang pebisnis yang handal, dia juga seorang genius doktoral yang terkenal didunia.
Universitas Utara adalah kampus terbaik dinegera ini.
Rava ingin mengembangkan teknologi kecerdasan buatan yang sudah dia buat dikampus ini.
Rava menggenggam tangan Gricelin seraya berbisik. "Saham ini aku gunakan sebagai hadiah pertunangan kita, aku sangat mencintaimu Gricelin."
Deg, jantung Gricelin seperti berhenti berdetak seketika.
Bahkan dia tiba-tiba merasa kesulitan untuk bernapas.
Gricelin menatap Rava dengan tatapan dalam, mencari kebohongan dia kedua bola mata Rava.
Tapi Rava terlihat sangat jujur dan juga tulus.
Gricelin memilih percaya.
Selang satu jam, kesempatan pun tercapai.
Bahkan beberapa pengusaha nampak sangat kagum, dengan tujuan Rava membeli saham di universitas Utara.
"Pengembangan Teknologi Kecerdasan Buatan."
Bahkan program-program yang Rava tunjukkan di dalam laptopnya semakin membuat para pemegang takjub.
"Dimana tunangan saya perlu tanda tangan?"
Wakil rektor itu memasang wajah cemas. "Pak Rava, bisakah Anda menunggu sebentar?"
Rava menaikkan satu alisnya. "Menunggu? Saya juga tidak punya banyak waktu!"
Melihat ekspresi wajah yang Rava yang berubah dingin, wakil rektor itu tentu aja takut.
Kalau Rava sampai membatalkan niatnya.
"Sebentar ... !" Tanpa menunggu jawaban dari Rava atau pemegang saham yang lain, wakil rektor itu buru-buru pergi berjalan ke arah pintu.
Gricelin yang tahu, Rava sedang marah menggerakkan jari tangannya yang digenggam oleh Rava.
Rava sontak menoleh dan memberikan senyuman.
Melihat Rava tersenyum, beberapa Pemiliki saham dan petinggi kampus bernapas lega.
Baru saja pintu dibuka, Harley dan rektor pun datang.
Semua orang tercengang melihat kedatangan Harley dan rektor kampus dalam keadaan yang memprihatikan.
Wajah Harley nampak babak belur, bahkan pakaiannya mahalnya nampak kusut dengan debu yang menempel.
Rektor pun sama.
Tak berselang lama, Rivan dan juga Regan ikut masuk.
Harley dengan marah berjalan ke arah Rivan dan Regan, lalu menghentikan langkah kaki keduanya. "Siapa yang mengijinkan kalian berdua masuk?"
Rektor dan wakil rektor tentu saja tahu, siapa Rivan dan Regan.
Mereka berdua terus menatap ke arah Harley, berharap Harley akan berhenti.
"Aku yang mengijinkan mereka!" Seru Rava dengan suara tak kalah dingin.
Sontak tatapan Harley beralih ke arah Rava, lalu ekspresinya sedikit berubah saya melihat Gricelin yang duduk tanpa jarak disamping Rava.
Bahkan tangan keduanya saling menggenggam.
"Universitas ini dibangun oleh leluhurku, bahkan saham tertinggi di universitas ini masih dimiliki keluargaku? Atas dasar apa ... " Ucapan Harley terhenti saat wakil rektor berjalan mendekati Harley lalu membisikkan sesuatu.
Ekspresi Harley berubah masam.
Rava datar dan tanpa ekspresi tersenyum. "Sudah mengenal saya? Saya kesini hanya ingin membeli 40% saham untuk tunangan saya."
"Bahkan saya juga akan mengembangkan beberapa program yang sudah saya buat di universitas ini. Jika Pak Harley keberatan dan tidak memperbolehkan saya membeli saham disini. Its okey," ucap Rava berdiri, dia tak lupa menarik tangan Gricelin perlahan.
Rava mengusap wajahnya yang kasar, dia dilema.
Dia sangat membenci Rava karena begitu dekat dengan Gricelin.
Tapi disatu sisi, Rava terkenal atasan yang memberikan gaji banyak.
Rava langsung menyetujui harga yang diberikan wakil rektor itu tanpa keberatan, belum ada pengusaha yang membeli saham dengan harga setinggi seperti yang dilakukan oleh Rava.
Rava menarik tangan Gricelin.
Gricelin tentu setuju.
Keduanya berjalan ke arah pintu.
"Pak Rava, tolong maafkan saya!" kata Harley tulus, tapi kilatan kebencian dari kedua bola matanya tidak bisa ditutupi.
"Jangan dipaksakan, saya akan mencari kampus lain .... "