Di suatu hari paling terpuruk di hidup Dinda, dia bertemu dengan seorang wanita paruh baya. Wanita tua yang menawarkan banyak bantuan hanya dengan satu syarat.
"Jadilah wanita bayaran."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WB&CEO BAB 17 - Mulai Ragu
Alden menata layar ponselnya yang masih menyala, melihat panggilan telepon Dinda yang sudah mati.
Saat ini tengah malam dan dia masih berkutat di luar. Alden kembali menatap ke arah rumah sakit, dari sini seolah dia bisa melihat Dinda diujung sana yang tengah menangis.
Mungkin gadis itu sudah mulai menghapus air matanya, lalu tersenyum menemui sang ibu.
Entahlah, tentang wanita bayaran itu masih belum bisa Alden kenal dengan jelas bagaimana orangnya.
Namun dari sorot mata Dinda, selalu dia temukan sebuah ketulusan.
Jam 1 dini hari, Alden baru tiba di apartemennya yang kecil. Dia menyalakan semua lampu dan segera menuju dapur untuk mengambil minum. Namun tatapannya kemudian terkunci pada meja makan yang terpasang tudung nasi.
Padahal seingatnya tadi pagi dia tidak meninggalkan dapur dalam keadaan seperti itu. Meja makan itu kosong tidak ada satupun makanan.
Menyadari hal itu, Alden berpikir mungkin saja tadi sang ibu datang kesini. Namun mereka tidak berhasil bertemu.
Mengurungkan niatnya untuk minum, Alden langsung membuka tudung nasi itu dan melihat beberapa lauk pauk tersaji disana. Lengkap dengan sebuah catatan panjang yang ibunya tulis.
Sang ibu yang bernama Jia selalu saja seperti itu, pesan yang harusnya singkat namun ibunya tuliskan dengan panjang lebar.
Al, sampai kapan kamu mau pura-pura miskin sayang? apa kamu juga mau pura-pura lupa makan? mommy lihat tidak ada makanan apapun di apartemen, lemari pendinginnya juga kosong, hanya ada makanan instan.
Kamu kan bisa masak, belilah sayur dan daging.
Kalau kamu tidak bisa mengurus dirimu sendiri lebih baik pulang.
Mommy sangat merindukan kamu sayang. Semuanya berkumpul di rumah, cuma kamu yang tidak ada.
Kata mu mau memperkenalkan Liora pada kami semua, kapan? Daddy bahkan sudah membeli rumah baru yang lebih kecil, kami sudah bersiap juga untuk pura-pura miskin. Tapi kamu tidak pernah lagi memberi kabar.
Kamu dan Liora baik-baik saja kan?
Besok telepon mommy sayang, pagi siang sore malam mommy akan menunggu panggilan mu.
Alden tersenyum ketika selesai membaca pesan sang ibu. Dia menghirup udara di ruangan ini mencium aroma harum. Ibunya itu pasti juga mengganti pengharum di ruangan ini dengan yang baru.
Saat itu juga Alden langsung duduk di meja makan dan menyantap makanan pemberian sang ibu. Meski sudah dingin namun tetap aja rasanya enak.
Alden tahu ini semua ibunya sendiri yang memasak untuknya.
Selesai makan Alden pun membereskan semuanya, beberapa lauk yang masih tersisa dia hangatkan kembali lalu di simpan. Semua yang kotor pun langsung dia cuci. Beres di dapur Alden langsung mandi. Jam 2 dini hari dia baru merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Baru teringat jika hari ini dia belum menemui sang kekasih.
"Liora," gumam Alden. Dia menutup mata dan kembali mengingat pertemuan pertama mereka.
Saat itu hari pertama Alden coba menyamar jadi orang biasa. Dia mendampingi Derick untuk bertemu dengan klien di salah satu restoran. Waktu itu Liora pun datang kesana, membeli makanan untuk makan siang tim kerjanya di kantor. Liora memiliki sebuah toko tas branded. Kebetulan siang itu ada rapat dan Liora yang keluar membelikan makanan.
Tapi uang tunai Liora ternyata tidak cukup, sementara dompetnya malah tertinggal di kantor. Saat itu Alden yang sedang mengantri dibelakang Liora pun menawarkan bantuan. Alden bantu membayar kekurangan Liora dengan uangnya yang tak seberapa.
Waktu itu Liora tertawa, wajah Alden sangat tampan tapi ternyata dia hanyalah pria miskin.
Tawa Liora itu terlihat begitu cantik di mata Alden. Semenjak itu keduanya jadi sering bertemu dan menjalin kasih.
Mengingat kenangan indah itu, Alden kembali membuka matanya. Mengambil ponsel di atas nakas dan coba menghubungi sang kekasih.
Namun sayang, panggilannya tidak mendapatkan jawaban.
"Aku tidak bisa bicara dengan Liora, Dinda pun tidak bisa mengakhiri ini semua. Aku harus bertemu dengan nenek Gaida secara langsung," ucap Alden.
Dirasa itulah jalan satu-satunya untuk menyelesaikan semua masalah ini.
Pagi datang.
Sesuai rencana hari ini Alden akan menemui Gaida. Di jam istirahat Alden dan Gaida sudah membuat janji temu di salah satu cafe.
Saat itu Alden datang lebih dulu, menunggu sekitar 10 menit barulah dia lihat Gaida masuk ke dalam cafe itu.
Alden lantas berdiri, memberi salam hormatnya.
"Selamat siang Nek," sapa Alden, dia menundukkan kepalanya kecil. Meski hubungan di antara mereka berdua tidak baik, namun Alden dan Gaida sudah saling mengenal.
Dan Gaida tidak menyahuti sapaan Alden, dia langsung duduk di kursinya dengan angkuh.
Alden pun mengikuti, mereka duduk saling berhadapan.
"Apa yang ingin kamu katakan? sebaiknya cepat, jangan membuang-buanh waktu ku," ucap Gaida, memulai pembicaraan di antara mereka.
"Aku sangat mencintai Liora Nek, sekarang mungkin aku memang tidak memiliki apa-apa, tapi aku pasti berusaha untuk selalu membahagiakan dia," terang Alden langsung, tak bosan-bosan dia selalu utarakan ini pada Gaida.
"Cih! kalau kamu mencintai Liora, harusnya sudah sejak lama kamu akhiri hubungan itu. Harusnya kamu sadar diri, pria miskin mana pantas bersanding dengan cucuku. Kecuali kamu memang sengaja ingin menumpang hidup pada Liora," balas Gaida dengan sarkas.
"Liora adalah cucuku, aku tau persis bagaimana dia. Sekarang dia mungkin bisa bilang mencintai kamu, tapi saat kalian menikah dan aku cabut semua fasilitasnya, dia pasti tidak akan sanggup lagi hidup dengan mu. Pikir itu baik-baik," timpal Gaida.
Sementara Alden terdiam, pikirannya tidak sepicik itu. Dia masih yakin jika Liora berbeda dengan gadis kebanyakan, meskipun nanti Alden menunjukkan identitasnya yang asli, pasti Liora tetap mau diajaknya hidup sederhana.
"Aku dan Liora sama saja, kami terbiasa hidup mewah. Makan cinta saja tidak akan cukup!" ucap Gaida dengan sengit. Setelahnya dia bangkit, meski sebenarnya belum selesai Alden bicara. Tentang Dinda yang belum sempat dia ucapkan.
"Nanti malam temui lah Liora di Five Season Hotel, aku akan atur pertemuan kalian. Katakan padanya tentang ucapan ku hari ini padamu, tentang aku yang akan mencabut semua fasilitas andai dia tetap mau menikah dengan mu. Dan ku pastikan kamu akan langsung mendengar penolakan Liora," ucap Gaida, lengkap dengan seringai licik di sudut bibirnya.
Antara harta dan Alden, Gaida yakin jika Liora pasti akan memilih harta.
Namun lagi-lagi Alden hanya mampu diam. Alden cukup tahu, jika malam ini Liora menolaknya maka berakhirlah sudah hubungan diantara mereka. Sudut hatinya pun mulai kalut, mulai takut jika benar apa yang diucapkan oleh Gaida akan terjadi.
Tentang Liora yang tidak bisa memilih dia andai Gaida mencabut semua fasilitas yang Liora punya.
Namun Alden tak ingin menduga-duga, tidak ingin ragu lebih awal. Alden coba kembali menyakinkan hati, jika Liora pasti akan memilih dia.
Dan melihat raut wajah Alden yang terlihat bingung Gaida pun merasa menang, dia tertawa, lalu pergi meninggalkan Alden begitu saja.