NovelToon NovelToon
10 Ribu Ditangan Istri Yang Tepat

10 Ribu Ditangan Istri Yang Tepat

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah Karena Anak / Pelakor jahat / Pelakor / Selingkuh / Konflik etika / Mengubah Takdir
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Tiara Pradana Putri

"Mas! Kamu tega!"
"Berisik! Gak Usah Bantah! Bersyukur Aku Kasih Kamu 10 Ribu sehari!"
"Oh Gitu! Kamu kasih Aku 10 Ribu sehari, tapi Rokok sama Buat Judi Online Bisa 200 Ribu! Gila Kamu Mas!"
"Plak!"
"Mas,"
"Makanya Jadi Istri Bersyukur! Jangan Banyak Nuntut!"
"BRAK!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Nisa membuka matanya perlahan, jantungnya masih berdegup kencang akibat mimpi yang sama—mimpi yang selalu menyelimuti malamnya dengan kecemasan tentang Bambang, suaminya.

Tubuhnya yang lemah terbaring di ranjang rumah sakit, namun pikirannya sudah jauh melayang ke rumah kontrakan kecil mereka yang sempit tapi penuh kenangan. Ia menekan pelan perutnya yang kosong, seolah ingin menghapus rasa sakit dan penyesalan yang masih membekas setelah keguguran yang baru saja dialaminya.

Meski rasa sakit fisik mulai mereda, luka di hatinya belum sepenuhnya tertutup. Nisa tahu, dia harus segera pulang dan beristirahat di rumah agar bisa mulai menyembuhkan diri, bukan hanya secara jasmani tapi juga batin.

Besok, dia bertekad akan meminta perawat untuk mengurus izin pulang dari dokter. Rumah itu, meski sederhana, adalah satu-satunya tempat yang bisa memberinya rasa nyaman dan harapan untuk bangkit kembali.

Nisa terbaring lemah di atas brangkar rumah sakit, namun matanya tetap terjaga saat malam menjelang. Dengan tubuh yang masih terasa sakit dan rapuh pasca keguguran, ia perlahan duduk dan mengusap air mata yang menetes tanpa suara. Meski dalam kondisi seperti ini, ia tidak melewatkan shalat tahajudnya. Suara lirih bacaan ayat suci mengalun dari bibirnya, membelah kesunyian ruangan yang dingin.

Di balik kelemahannya, hati Nisa bergejolak. Pikiran tentang Bambang, suaminya, terus menghantui. Ia tahu betul betapa keras kepala dan gigihnya Bambang di kafe tempatnya bekerja—meski pekerjaan itu membuatnya stres dan lelah. Kekhawatiran itu merambat ke seluruh tubuh Nisa, menimbulkan rasa gelisah yang tak kunjung reda.

Setelah kehilangan janin yang ia kandung, Nisa semakin yakin bahwa ada yang harus berubah. Dalam keheningan malam, ia bertekad membujuk Bambang agar berhenti dari pekerjaannya yang melelahkan itu. Nisa ingin suaminya mencari pekerjaan baru yang lebih layak, yang bisa memberikan ketenangan dan kebahagiaan bagi mereka berdua. Ia tahu, ini bukan hanya demi dirinya yang sedang rapuh, tapi juga demi masa depan mereka bersama.

Di atas brangkar rumah sakit yang dingin, Nisa menundukkan kepala seusai menunaikan shalat tahajud. Matanya yang sembab menatap langit-langit putih ruangan, kedua tangannya terangkat dengan khusyuk, memohon ampun atas rasa bersalah yang terus menghantuinya sejak keguguran itu. Hatinya sesak, bayangan janin yang tak sempat lahir itu selalu muncul di setiap doa malamnya.

Di sela kesunyian itu, Nisa memohon dengan lirih agar Bambang, suaminya, selalu dijaga dan dilindungi dari segala godaan serta perilaku yang bisa menjerumuskannya ke dalam kesalahan. Pekerjaan Bambang di sebuah cafe yang ramai dan penuh godaan, ditambah kedatangan dua teman perempuan Bambang yang dikenal sebagai penghibur di tempat itu, semakin mengusik ketenangan jiwa Nisa. Rasa cemas merayap, takut suaminya terperosok ke dalam jurang yang sama seperti yang selalu ia khawatirkan.

Meski hati Nisa dipenuhi ketidakpastian, ia masih berusaha bertahan dengan harapan dan doanya, memohon agar cinta dan kepercayaan di antara mereka tetap kuat, di tengah badai yang terus mengancam.

***

Nisa terlelap sejenak setelah menunaikan shalat tahajud, tubuhnya yang lemah masih terbaring di atas brangkar rumah sakit. Ketika azan subuh berkumandang, perlahan matanya terbuka, masih terasa berat dan sedikit perih akibat kurang tidur dan kondisi tubuhnya yang rapuh. Suasana pagi yang hening di ruang perawatan membuatnya berusaha menguatkan diri.

Dengan gerakan yang sangat pelan, Nisa mengusap wajahnya dengan tangan yang gemetar sebelum duduk di atas brangkar. Karena tidak bisa menggunakan air wudhu, ia mengambil niat dan mengganti dengan tayamum, mengusap wajah dan kedua tangannya di kain yang tersedia. Meski tubuhnya terasa lemah, Nisa melaksanakan shalat subuh dengan penuh khusyuk dan kesungguhan, duduk di atas brangkar itu seolah ingin menunjukkan bahwa ia tak ingin menyerah pada ujian yang menimpanya. Wajahnya terpancar keteguhan dan kesabaran, meski sesekali air mata menggenang di pelupuk matanya, ia tetap menundukkan kepala dalam doa dan harapan.

"Selamat pagi Bu Nisa, Kami mau cek tensi dan suhu tubuh Ibu ya."

"Silahkan Ners."

Nisa duduk bersandar diatas brangkar dengan tenang, matanya sesekali menatap layar alat tensi yang sedang dipasang oleh Ners.

Wajahnya yang sedikit pucat tampak sabar menunggu hasil pemeriksaan. Ners dengan cekatan mengukur tensi dan suhu tubuh Nisa, lalu menanyakan, "Bu Nisa, apakah masih ada keluhan yang kamu rasakan sekarang?"

Nisa menghela napas ringan, lalu menjawab dengan suara lembut, "Sejauh ini sih sudah lebih baik, tapi kadang masih terasa pusing ringan dan sedikit lemas."

Ners mengangguk, mencatat hasil dan keluhan tersebut. Setelah memastikan semua pemeriksaan selesai, Nisa menatap Ners penuh harap, "Ners, saya mau pulang hari ini, bolehkan?"

Ners menatap Nisa dengan penuh perhatian, kemudian tersenyum lembut, "Kalau Bu Nisa sudah merasa cukup kuat dan tidak ada tanda-tanda memburuk, tentu saja boleh. Tapi tetap jaga kondisi dan jangan ragu untuk kembali jika ada keluhan lain, ya."

"Tapi, untuk lebih memastikan lagi  biar nanti Dokter yang akan memberikan izin saat visit."

"Oh begitu. Ya sudah Ners, terima kasih."

"Sama-sama Bu. Sarapannya jangan lupa dihabiskan ya, setelah itu diminum obatnya."

"Iya Ners, makasi."

Nisa baru saja selesai diperiksa oleh seorang ners yang ramah dan perhatian. Setelah menasihatinya untuk sarapan dengan teratur dan mengingatkan obat yang harus diminum, Nisa duduk di atas brangkar sambil memeriksa ponselnya dengan cemas.

Matanya berkedip beberapa kali saat melihat layar, mencoba menghubungi Suaminya yang seharusnya pagi ini datang menemaninya Di Rumah Sakit.

"Mas Bambang kenapa gak ngabarin ya? Aku telpon aja kali ya?" gumam Nisa pelan, suaranya hampir tak terdengar. Dengan jari gemetar, dia menekan tombol panggil, namun tak ada jawaban. Wajahnya menegang sedikit, raut harap berubah menjadi sedikit kecewa.

Setelah beberapa menit menunggu tanpa tanda balasan, Nisa mengambil ponsel itu lagi dan mulai mengetik pesan singkat, berharap Mas Bambang bisa membaca ketika ada waktu senggang. Tangannya ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengirim chat tersebut, menatap layar yang redup dengan harapan yang tak pernah padam meski kenyataan sering berbeda.

***

Bambang terbangun dengan kepala yang terasa berat dan sakit yang menusuk pelipisnya. Matanya yang masih setengah tertutup berusaha menangkap bayangan di sekelilingnya, namun semuanya masih samar dan kabur. Ingatannya mengalir cepat, membawanya kembali ke kejadian semalam yang penuh kekacauan. Tubuhnya yang lemas segera membuatnya panik saat menyadari dirinya terbaring di sebuah ruangan yang penuh dengan orang-orang terlelap, semuanya dalam keadaan tanpa busana, seolah waktu dan logika kehilangan makna.

Dengan gerakan terburu-buru, Bambang mulai meraba-raba mencari pakaiannya yang entah berserakan di mana. Jantungnya berdegup kencang, rasa takut dan cemas merayapi pikirannya. Di antara deretan tubuh yang masih tertidur pulas, satu nama terus berputar di benaknya: Nisa. Ketakutan akan kecurigaan Nisa membuatnya ingin segera pergi, menghindari konfrontasi yang tak ia siap hadapi.

Keringat dingin membasahi dahinya saat ia menahan diri agar tidak membangunkan yang lain. Bambang tahu, semakin lama ia berada di situ, semakin besar kemungkinan rahasianya terungkap. Hatinya penuh gejolak, antara rasa bersalah, takut, dan kebutuhan mendesak untuk melarikan diri sebelum semuanya terlambat.

1
Rahma Inayah
jgn sampe Nisa km terjebak SPT Bambang apalgi sama bos yg suka celap celup
Rahma Inayah
ngeri juga liat nasib mu bang ..km SDH terlampu jauh masuk dunia kelam dan GK takut dosa Krn byk pundi2 uang yg mengalir ke kamu ...apakah akn di jadikan video bambang begituan dan akn di perjual belikan ke situs2 video dewasa baik luar maupun dlm negeri ..mkn SPT tu ya
Rahma Inayah
bagus ceritanya
Rahma Inayah
si Bambang LP akan dosa stlh melihat byk uang gepokkan.tp tnp dia Sadri klu rumh tangga nya terancam bercerai berai
Rahma Inayah
Bambang SDH di peralat dan t
dan tak berdaya dia SDH di monitor oleh si bos
Rahma Inayah
semkn HR Bambang berkubang dlm lingkaran dosa ..
Rahma Inayah
Bambang dilema dgn sikap Nisa ..tp tnp Nisa tau uang yg dibeli buat mkn uang GK halal klu dia tau mkn GK mau
Rahma Inayah
masa HBS keguguran SDH bisa sholat ....BKN nya Mash nifas ..
Rahma Inayah
ank Bambang pergi sblm sempat dilahrkn Krn dia tau bpknya kerja GK halal JD lbh baik dia GK mnt dilahirkn
Rahma Inayah
yaa nm nya jg lacur mn ada urat malu nya .Bambang SDH masuk perngkp dan GK BS keluar jg GK BS berkutik mati kutu dan akibat km berulah Nisa keguguran
Rahma Inayah
rasakan km Bambang masuk jebakan WC umum
Wanita Aries
Kok makin terjerumus si bambang
Wanita Aries
Hadeh bambang bloon
Nisa jg trllu bodoh jd istri
Wanita Aries
Ya udh bambang nikmati aja peranmu,, nisa mending pisah aja deh
Wanita Aries
Hadeh si bambang suka banget main api
Wanita Aries
Mau sampe kapan bambang bgtu.. gk ada niatan kanur pindah ke desa atau keluar pulau
Wanita Aries
Si bambang cari penyakit aja
◦•●◉✿penapianoh✿◉●•◦: Halo kak baca juga d novel ku 𝙖𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profilku ya. trmksh🙏
total 1 replies
Wanita Aries
Bodohnya bambang yg gmpng terbuai nafsu akhirnya kena batunya
Wanita Aries
Cobaanmu berat mbang
Su Millah
siip..👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!