Dara yang baru saja berumur 25 tahun mendapati dirinya tengah hamil. Hidup sebatang kara di kota orang bukanlah hal yang mudah. Saat itu Dara yang berniat untuk membantu teman kerjanya mengantarkan pesanan malah terjebak bersama pria mabuk yang tidak dia ketahui asal usulnya.
"ya Tuhan, apa yang telah kau lakukan Dara."
setelah malam itu Dara memutuskan untuk pergi sebelum pria yang bersamanya itu terbangun, dia bergegas pergi dari sana sebelum masalahnya semakin memburuk.
Tapi hari-hari tidak pernah berjalan seperti biasanya setelah malam itu, apalagi saat mengetahui jika dia tengah mengandung. apakah dia harus meminta pertanggungjawaban pada lelaki itu atau membesarkan anak itu sendirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanela cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16
" saya sudah melakukan penyelidikan pada malam itu pak. Dan yaa, seseorang telah memasukkan sesuatu kedalam minuman tersebut. Orang tersebut adalah Celine Prameswari. Anak dari rekan bisnis lama ayah Bapak. Dia tampaknya… masih menyimpan perasaan tidak terima karena Bapak menolak perjodohan itu.”
Ruangan mendadak hening. Suara jam dinding terdengar jelas. Arkan menyandarkan tubuhnya ke kursi, rahangnya mengeras. " Tapi kenapa Dara berada di kamar hotel tersebut. Dan siapa yang memesan makanan itu"
" Celine telah merencanakan itu semua pak. Dia mengikuti bapak sampai ke kamar hotel, dan memesan makanan dari cafe tersebut karena dia yang saya dapat dia biasa memesan dari cafe tersebut dan tahu jika yang mengantar pesanan adalah seorang perempuan"
Arkan mengepalkan tangannya di atas meja. “Kurang ajar.”
“Bapak mau saya teruskan laporan ini ke pihak berwajib? Atau Bapak ingin saya melakukan sesuatu terhadapnya ?”
Arkan berpikir sejenak, lalu menjawab dingin, “Tangani dulu diam-diam. Dan jangan sampai dia mengetahui Keberadaan Dara. Pastikan juga dara dalam keadaaan aman jika perlu buat mata-mata untuk mengawasi nya"
“Baik, Pak.”
Andre menutup map-nya dan berdiri. “Saya segera urus semuanya, Pak. Kalau ada perkembangan baru, saya lapor lagi.”
Sebelum Andre sempat benar-benar keluar dari ruang kerja itu, suara kecil Rafa terdengar dari arah sofa.
“Om Andre!” panggilnya riang.
Andre menoleh, tersenyum lembut. “yes boy? Ada apa?”
"om sini. Aku mau cerita sama om" ucap Rafa menepuk sofa kosong disebelahnya
Andre menatap sekilas ke arah Arkan yang kini meneguk kopinya dengan tenang, memberi isyarat dengan anggukan kecil seolah berkata “temui saja dia.”
Tanpa banyak pikir, Andre melangkah mendekat ke sofa dan duduk di samping Rafa.
“Ada apa nih, pangeran kecil? Om baru aja denger kabar kamu udah sembuh,” ujar Andre sambil tersenyum, menepuk pelan kepala Rafa.
Rafa menatapnya serius, ekspresinya lucu tapi juga membuat Andre sedikit heran. “Om, Papa lagi marah, ya?”
Pertanyaan itu membuat Andre menoleh sejenak ke arah Arkan yang sedang fokus menatap layar laptop.
“Kenapa kamu tanya gitu?”
“Soalnya dari tadi Papa mukanya kayak habis makan jeruk asem,” bisik Rafa, menutupi mulutnya dengan tangan kecilnya.
Andre nyaris tertawa, menahan agar tak terdengar keras. “Hehehe, nggak kok. Papa kamu cuma lagi capek aja.”
Rafa mengangguk pelan. “Om, hari ini aku nggak mau sekolah.”
Andre mengerutkan kening. “Lho, kenapa? Kan kamu udah sembuh.”
“Aku mau di sini aja sama Papa,” jawab Rafa pelan sambil menunduk. “Tapi Papa sibuk kerja, kan? Jadi Rafa mau main sama Om Andre aja.”
Andre menatap ke arah Arkan sejenak, dan pria itu hanya memberi isyarat dengan gerakan kecil tangannya membiarkan Rafa di kantor hari itu.
“Baiklah,” ucap Andre akhirnya. “Om temenin kamu. Tapi kamu udah sarapan belum?”
Rafa langsung menggeleng cepat. “Belum. Papa cuma nyuruh minum susu tadi pagi.”
Andre tersenyum lembut. “Yaudah, mau Om pesenin makanan apa? Ayam goreng, pancake, atau es krim?”
Rafa berpikir sejenak, lalu wajahnya berbinar. “Om, pesen dessert aja! Yang kayak kemarin Papa beliin itu loh, yang manis dan ada buahnya. Waktu pulang sekolah papa bawa aku kesana.”
“Dessert?” Andre tertawa kecil. “ Tapi dari mana kita pesen?”
Rafa dengan cepat menjawab, “itu loh om, kafe yang kalo mau kesekolahan Rafa pasti lewati itu, yang dipinggir jalan itu"
Ia sempat menatap ke arah Arkan lagi, mencari izin. “Pak, kalau Rafa mau dessert dari kafe itu, saya pesan online aja, ya?”
Arkan menatapnya beberapa detik, lalu menjawab datar tapi tegas, “Pesan saja"
.........
Dara berdiri di belakang meja barista, mengenakan celemek cokelat muda dengan rambut yang diikat rapi ke belakang. Meski sudah tampak lebih segar dibanding beberapa hari lalu, matanya masih menyimpan sedikit lelah.
“Dara, tolong bantuin bagian kasir bentar ya. Sinta lagi ambil stok di gudang,” kata Rian, supervisor kafe itu.
“Iya, Kak,” jawab Dara cepat, sambil mengelap tangannya dan berpindah ke meja kasir.
Tak lama kemudian, layar tablet di meja kasir berbunyi tanda ada pesanan online yang baru masuk. Dara menunduk, membaca pesanan tersebut.
Pesanan baru
Dessert buah mix 2 porsi
Chocolate mousse
Milkshake vanilla
Catatan: “Mohon dikemas rapi, untuk anak kecil.”
Dara tersenyum samar. “Pesanan untuk anak kecil, ya,” gumamnya pelan. Ada sesuatu yang terasa hangat di hatinya setiap kali membaca catatan seperti itu
“Dara, pesanan online yang nomor 15 udah siap, ya?” panggil Rian dari dapur.
“Udah, Kak. Tinggal dikemas,” jawab Dara sambil menata dessert ke dalam kotak putih kecil dan menempelkan label pesanan.
"Dara kamu bisa ngantarnya ngga. Soalnya yang lain lagi sibuk"
Dara sempat terdiam. “Aku yang antar?”
“Katanya pesan lewat kurir pribadi, bukan driver umum,” jelas Rian lagi. “Jadi kamu antar aja ya, biar cepat.”
Dara sempat ragu, tapi akhirnya mengangguk pelan. “Baik, Kak. Aku antar sekarang.”
Dara menaiki motor yang telah di sediakan. Toko mereka itu. Tak butuh waktu lama dia sampai di depan gedung perusahaan yang terkenal di kota itu. Mahendra grup. Dara merasa tidak asing dengan nama itu tapi cepat-cepat dia tepis dari pikirannya.
" permisi mbak mau antar pesanan atas nama Andre " ucap dara pada resepsionis disana
"ohh silahkan mbak. Tapi pak Andre berpesan agar mengantarnya langsung keruangannya. Di lantai 20 ruangan CEO ya mbak."
Dara sedikit heran jika dia harus mengantarnya kesana tapi dia tak mau ambil pusing " oke mbak makasih ya"
Dara memasuki lift dan menekan tombol dua puluh. Ting. Pintu terbuka hanya ada lorong sunyi, mungkin lantai ini khusus hanya untuk CEO saja.
Setelah menyusurinya Dara sampai di depan pintu yang bertuliskan Chief Executive Officer.
Tok tok tok
" permisi...." suara lembut Dara terdengar dari balik pintu kaca besar itu.
Di dalam sana Andre yang sudah menerima pesan dari resepsionis langsung bangkit " nah tuh, udah datang pesanannya"
Saat membuka pintu Andre sempat tertegun siapa yang mengantarnya.
Dara tersenyum sopan, sedikit gugup. “permisi saya mau antar pesanan atas nama Pak Andre.” Ia mengangkat kantong kertas berisi dessert dan milkshake dengan dua tangan.
Andre segera melangkah mendekat dan membuka pintu lebar-lebar. “Oh, iya. Terima kasih"
Di dalam, Rafa yang sedari tadi sibuk memainkan mobil-mobilannya di sofa, menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka. Matanya membulat penuh semangat begitu melihat sosok perempuan berwajah lembut itu.
“Tante cantik!” serunya riang.
Dara terkejut, menatap anak kecil itu sambil tersenyum kikuk. “Eh, halo. ?” Ada sedikit rasa terkejut melihatnya. Bagaimanapun dia masih ingat siapa bocah itu.
" Kita ketemu lagi Tante"
“Papa! Lihat deh, Tante yang bawain makanan cantik banget!”
Andre spontan menahan tawa kecil, tapi pandangannya melirik ke arah Arkan yang sejak tadi duduk diam di balik meja kerjanya.
Pria itu menatap ke arah sumber suara — dan begitu matanya menangkap sosok Dara berdiri di ambang pintu dengan kantong kertas di tangan, waktu seolah berhenti sejenak.
Dara.
Jantungnya berdetak kencang, tapi wajahnya tetap dingin. Ia bangkit perlahan dari kursinya, langkahnya berat namun pasti. Setiap langkah terasa menekan udara di ruangan itu.
Dara, di sisi lain, nyaris kehilangan napas. Ia baru saja sadar siapa yang duduk di balik meja kerja besar itu.
" emmm kalo gitu saya permisi dulu pak. Terimakasih sudah memesan di cafe kami"
Setelah memberikan bungkusan itu , dara langsung buru-buru meninggalkan tempat itu.
Arkan yang melihat itu langsung mengejarnya "Dara tunggu...."
" om Papa mau kemana itu" tanya Rafa polos
Andre menggeleng pelan " om juga ngga tau, mungkin ada urusan. Udah ini pesannya sekarang kita buka dulu"
Arkan yang mengejar dara akhirnya menghentikan langkahnya di depan lift, setelah berhasil menghentikannya.
" Bapak apa-apa sih. Kita ngga ada urusan ya. Ini jam kerja saya" ucap dara seraya menghempaskan tangannya yang di pegang Arkan.
Arkan diam sejenak " kamu yang kenapa, emang ngga ada kariawan lain disana sampai kamu yang nganterin pesanannya."
“Kalau terjadi apa-apa sama kamu… atau sama bayi itu… kamu mau aku tenang-tenang aja, hah?”
Dara menatap tajam ke arah Arkan “Bapak pikir saya nggak punya kerjaan lain selain ngadepin hal-hal seperti ini? Saya kerja, Pak! Kerja yang halal buat hidup saya sendiri!”
"lagi pula bapak ngga usah khawatir, saya bisa jaga diri sendiri dan ngga mungkin saya bunuh anak saya"
Suara Dara mulai bergetar, tapi nadanya tetap tegas.
“Saya baik-baik aja, Pak Arkan. Bayi saya juga baik-baik aja. Jadi tolong, jangan campuri urusan saya!”
" ohh jadi gitu. Tunggu saja Minggu depan saya bakal nikahin kamu. Biar kamu nurut"
" dih, bapak sendiri aja yang nikah" setelah mengucapkan itu dara langsung masuk kedalam lift.