Kalisha Maheswari diwajibkan menikah karena mendapat wasiat dari mendiang Kakek Neneknya. Dirinya harus menikah dengan laki laki yang sombong dan angkuh.
Bukan tanpa sebab, laki laki itu juga memaksanya untuk menerima pernikahannya karena ingin menyelamatkan harta mendiang kakeknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaJenaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Day 1
Cinta sejati dimulai setelah ijab kabul diucapkan, bukan sebelumnya.
-Khalisa Maheswari-
"Eh eh mau apa? Katamu kau tidak akan menyentuhku?" Ucap panik Khalisa yang tau Edward membawanya ke kamar pribadinya.
"Apa aku salah membawa istriku sendiri ke kamarku? Tenang saja, aku tidak akan melakukan itu padamu!" Jawab santai Edward.
"Masuklah!" Imbuhnya lagi.
Khalisa dengan ragu masuk kedalam kamar Edward. Kamar yang tiga kali lipat lebih besar daripada kamar hotelnya kemarin.
"Kenapa? Kau takjub? Apa kau merasa ini lebih besar dari kamar hotel yang kemarin kau tempati?" Tanya Edward dengan menyeringai.
"Dasar gadis kampung!" Hina Edward lirih namun terdengar oleh Khalisa.
"Kalau kau menyuruhku kesini hanya untuk menghinaku, lebih baik aku keluar saja!" ucap Khalisa yang kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar Edward.
Melihat itu, Edward dengan sigap menarik tangan Khalisa dan mendekap tubuhnya. Khalisa terdiam mendapat perlakuan yang dilakukan oleh suaminya itu.
"Aku hanya ingin memberitahumu, bahwa kau sekarang adalah istri Edward Dwi Baskoro. Pemilik perusahaan besar yang paling berpengaruh di Akasia ini. Jadi, kau harus menjaga sikapmu!" bisik Edward di telinga Khalisa.
Khalisa bisa merasakan hembusan nafas Edward. Untuk beberapa waktu Khalisa terdiam. Bahkan saat Edward melepaskan dekapannya, Khalisa masih terdiam.
Edward kemudian masuk kedalam kamar mandinya meninggalkan Khalisa. Perasaan Khalisa saat itu campur aduk. Rasa gugup menyelimuti hatinya.
"Apa ini? Sadar Khalisa! Dia baru saja menghinamu! Apa kau mulai mengaguminya? Tidak! Sadarlah Khalisa! Kau hanya bisa menjadi istrinya saja, tidak dengan pujaan hatinya atau belahan jiwanya!"
Sementara Edward yang sedang berada di balik pintu kamar mandi merasa tak kalah gugupnya dengan Khalisa.
"Apa yang kau lakukan Edward? Kau baru saja mendekapnya. Apa dia akan marah? Ah tidak mungkin! Tidak! Kau harus tetap dingin di depannya!" batin Edward dengan di iringi tarikan nafas yang dalam.
Setelah perasaannya tenang, Edward kembali menemui Khalisa yang terduduk di tepi ranjangnya.
"Aku mau bicara padamu." Ujar Edward yang membuat Khalisa mendongak ke atas.
"Apa? Tinggal bicara saja repot!" jawab Khalisa ketus.
"Sepertinya dekapan itu tiada arti baginya." batin Edward.
"Apa responku sudah terlihat normal? Aku harap iya. Semoga dia tak melihat kegugupan dari wajahku." batin Khalisa.
"Layani aku sebagai seorang suami seperti orang pada umumnya! Aku tidak ingin orang tau bahwa kita tidak saling mencintai." ungkap Edward yang berhasil membuat Khalisa tersentak.
"Layani? Hei aku harap kau ingat kontrak yang telah kau buat sendiri Tuan Edward!" balas Khalisa yang berpura-pura santai.
"Apa makna melayani suami itu hanya mengarah kepada itu?" Tanya kembali Edward.
"Lalu apa kalau bukan itu?" Jawab Khalisa yang semakin kesal.
Edward kemudian mendekati Khalisa. Kini ia berada tepat di depan Khalisa. Tubuhnya berjongkok sehingga wajahnya tepat berada di depan Khalisa.
"Melayani suami bukan hanya sekedar seks, apa jangan-jangan kau diam-diam menginginkannya?" ucap lirih Edward yang kemudian menyeringai.
Plakk!
Tamparan Khalisa mampu membuat Edward terperangah. Ia tak menyangka bahwa pipi mewingnya akan mendapat tamparan keras dari istrinya sendiri.
"Kau menamparku?" ujar Edward yang masih memegang salah satu pipinya.
"Salah sendiri, aku benci tatapan mesummu itu!" jawab santai Khalisa.
Edward kemudian berjalan menjauh.
"Sepertinya kali ini aku menikahi seorang preman." ucap lirih Edward.
"Hei, aku bisa mendengarmu!" sahut Khalisa.
Edward tak menjawab ucapan Khalisa. Yang ia rasakan saat ini adalah sakit di pipinya yang memerah akibat tamparan Khalisa.
Hal itu membuat Khalisa terdiam dan sedikit merasa bersalah. "Hei, apa aku menamparmu terlalu keras?"
"Tidak keras lagi! Ini seperti pukulan seorang petinju." jawab Edward.
"Maaf. Aku hanya tidak suka dengan kata-katamu." ucap lirih Khalisa yang sebenarnya di dengar oleh Edward.
"Bicaralah yang keras! Aku tidak mendengarmu!" jawab Edward.
"Ya, aku minta maaf!" sahut Khalisa yang disambut hangat oleh Edward.
"Oke baiklah! Tapi tentunya kau harus menebus kesalahanmu!" Ucap Edward.
"Kau!!" balas Khalisa dengan gemas.
"Kau menamparku, dan kau tidak mau disebut sebagai orang yang bersalah? itu sangat gila!" jawab Edward.
"Ish! Baiklah. Apa maumu?" tanya Khalisa.
"Turuti keinginanku untuk bersandiwara bahwa kita adalah pasutri yang saling mencintai." Jawab Edward
"Kalau soal itu, baiklah. Tapi ingat dengan janjimu!" balas Khalisa yang agaknya sedikit ragu.
Belajar menerima adalah bagian dari mencintai dengan tulus.
-Edward Edi Baskoro-
jangan pergi juga lho Mbah.. gimana nasib khalisa 😢