Subgenre: Wanita Kuat · Second Chance · Love Healing
Tagline pendek: Kisah tentang aktris yang hidup lagi — dan menemukan cinta manis dengan CEO muda, si sponsor utama dalam karirnya
Sinopsis:
Cassia adalah aktris A-class yang hidupnya terlihat sempurna — sampai semuanya runtuh di puncak kariernya.
Cinta yang disembunyikan, jadwal padat tanpa jeda, dan skandal yang merenggut segalanya.
Namun ketika takdir memberinya kesempatan untuk hidup lagi, Cassia hanya ingin satu hal: menjauhi orang-orang toxic di sekitarnya dan pensiun jadi artis.
Ia ingin menebus hidup yang dulu tak sempat ia nikmati — dengan caranya sendiri.
Tapi siapa sangka, hidup tenang yang ia impikan justru membuka pintu ke masa lalu yang belum sepenuhnya selesai… dan pada satu sosok CEO muda yang selalu mendukungnya selama ini dan diam-diam menunggu untuk menyembuhkannya.
💫 Ayo klik dan baca sekarang — ikuti Cassia mengubah takdirnya dan menemukan cinta yang benar-benar menenangk
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌻Shin Himawari 🌻, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16 - Aku Punya Diriku, Felix
Ruang rapat itu terasa dingin bukan karena pendingin udara, tapi karena suasana yang tegang.
Cassia melangkah masuk dengan tenang, mengenakan setelan sederhana namun berkelas. Sepatu heelsnya beradu lembut dengan lantai marmer ruang meeting di perusahaan agencynya, ia duduk di samping Maura dengan anggun.
Di ujung meja, Felix sudah duduk dengan ekspresi yang sulit dibaca—antara marah, gugup, dan rindu yang disembunyikan rapat. Di sisi lain, Maura terlihat sama tenangnya dengan Cassia, tersenyum sopan dengan ekspresi khas yang seolah ramah tapi dingin seperti permukaan kaca, membuat orang lain sulit membaca niat sebenarnya.
Felix lebih dulu memecah keheningan.
“Akhirnya aku bisa melihatmu lagi setelah sekian lama,” katanya pelan, mencoba terdengar santai. “Cassia, kamu sudah makan? Mau kita pesan makan dulu baru mulai meeting hari ini?" Nada suaranya lembut, tatapan matanya terlihat ramah namun auranya sedikit terlalu gelap dibandingkan Felix yang dulu Cassia kenal.
Cassia menoleh sekilas, bibirnya tersungging tipis.
Tahu itu adalah basa basi saja, Cassia hanya menjawab dengan sopan, “Sudah. Dan Felix, sebaiknya kita langsung saja ke topik utama.”
Seketika, senyum di wajah Felix menegang. Ia berdeham, menyandarkan tubuhnya ke kursi, mencoba mengendalikan ego yang terluka.
“Sia, kamu lihat kan berita pagi ini?” suaranya meninggi sedikit. “Ini gila! Mereka menyeret nama pak Maximillan, menulis seolah kamu sengaja menggoda dia demi promosi film atau dukungan finansial.” kata Felix, nada suaranya tajam tapi mengandung rasa frustrasi yang tak disembunyikan.
Cassia sempat melirik ponsel Felix yang menampilkan headline berita gosip, lalu mengangkat pandangan dengan tenang.
Ia menarik napas pelan. “Aku sudah lihat beritanya,” jawabnya tenang.
Berita rumor yang seolah menjadikanku artis yang bisa naik karir dengan cara menyenangkan para sponsor di ranjangnya. Seakan semua usaha dan kemampuannya murni dalam dirinya tidak akan cukup, kalau tidak dilakukan dengan cara kotor itu.
Meskipun begitu Cassia merasa aneh, karena di kehidupan sebelumnya belum pernah ada berita rumor ini.
Apalagi skandal besar yang dihindarinya harusnya belum terjadi sekarang, dan tidak akan Cassia biarkan terjadi. Sehingga Cassia tidak terlalu ambil pusing tentang rumor ini. Toh, banyak juga yang sudah berubah, dan aku melakukannya dengan baik sampai sekarang.
Felix mengusap wajah, menghela napas kasar. “Kamu tahu kan reputasi bisa hancur cuma karena satu rumor? Kalau kamu mau, aku bisa bantu. Aku masih punya orang di media, aku bisa atur supaya—”
“Supaya aku berhutang budi padamu dan bergantung padamu lagi?” potong Cassia pelan, matanya menatap Felix lurus.
Felix terpaku. Sekilas ia ingin membalas, tapi tak ada kata yang keluar. Karena ucapan Cassia tepat sasaran.
Untuk sesaat, tidak ada yang berbicara lagi hanya suara napas ketiganya yang terdengar.
Maura mencoba mencairkan suasana. Mengambil alih pembicaraan, suaranya lembut berharap kali ini Cassia mendengarkannya lagi seperti dulu.
Karena sejak Cassia pingsan akibat kelelahan kerja, Cassia tidak hanya menjaga jarak dari Felix tapi juga dirinya. Padahal dulu Maura dan Cassia sangat dekat selayaknya teman sekaligus manager.
“Pak pimpinan cuma ingin bantu masalah ini, Cassia. Kamu tahu kan kita semua ingin menghandle rumor yang tidak benar ini. Apalagi ini baru pertama terjadi, karena biasanya pak Felix membantu kita dengan koneksinya yang luas. Kamu tahu itu kamu butuh pihak yang kuat untuk—”
“Aku butuh pihak kuat untuk menghandle rumor? Kalau begitu kenapa harus membutuhkan koneksi dari pihak lain? Memangnya perusahaan kita kurang kuat?” Cassia beralih menatap Maura.
Maura dan juga Felix terdiam.
“Tidak usah terlalu dipikirkan kak, ini cuma rumor. Aku tidak takut sama sekali karena faktanya kan tidak benar. Lagipula melempar masalah ini ke pihak lain sama dengan menyerahkan kendali hidupku ke orang lain.” Nada suaranya tenang, namun setiap kata terdengar seperti sindiran halus.
Maura berusaha tersenyum. “Kamu tahu maksudnya bukan seperti itu Sia, Jangan terlalu keras kepala.” Sanggah pelan Maura berusaha menenangkan.
Aku? Keras kepala? Maksudmu, aku tidak bisa dikendalikan kalian lagi kan.
“Tidak, kak Maura. Bukannya keras kepala, aku hanya sedang belajar. Aku yang dulu pasti akan panik dan berlari kepada kalian duluan, minta bantuan karena tidak tahu apa-apa. Tapi kali ini tidak lagi.” Cassia mengatakannya dengan jelas, Felix terlihat tidak menyukainya.
Maura ikut bicara lagi, mencoba menahan arah percakapan semakin jauh. “Kamu salah paham. Kita cuma khawatir. Aku dan pak Felix selalu di pihakmu.”
Cassia tersenyum samar, menyangsikan apa yang sudah di dengarnya.
Lucu ya. Kalian yang bilang ‘aku di pihakmu’ justru yang pertama menjauh waktu badai datang. Kalian akan meninggalkan ku terpuruk dan hancur sendirian saat skandal besar datang. Seperti masa lalu.
“Lagipula aku tahu kenapa rumor itu bisa muncul.” Suaranya datar, tapi cukup untuk membuat ruangan seolah menegang.
Felix menggenggam kuat lengan kursi, namun ia berbicara seolah pura-pura tak paham. “Maksudmu?”
Tatapan Cassia menajam, kini ia bertatapan langsung dengan mata Felix dengan berani.
“Mungkin ini cuma kebetulan dan bisa saja ini hanya perasaanku saja, tapi... rasanya tidak ada yang lebih ‘berkepentingan’ dari orang yang ingin aku tampak kehilangan kendali.” Ucapan Cassia yang sangat tenang nyatanya membuat dua orang itu sedikit terguncang.
“Cassia, jangan menuduh tanpa bukti,” sela Maura lembut, suaranya seolah khawatir. “Kami di sini ingin bantu kamu, supaya rumor ini nggak makin besar.” lanjutnya
Sekilas mata Cassia berpindah ke Maura, menatap tanpa berkedip. “Terima kasih atas niat baiknya, kak Maura. Tapi aku tidak butuh ‘bantuan’ semacam itu. Aku tahu bagaimana menyelesaikan masalahku sendiri.”
Felix mengembuskan napas panjang, suaranya menurun menjadi nada pribadi. “Aku cuma ingin menjagamu, agar kamu tidak jatuh karena rumor ini. Lagipula kamu juga belum kenal pasti dengan Maximillan, aku takut kamu disakiti lagi. Kamu harus percaya padaku Sia.” Felix mencondongkan tubuh, suaranya lebih rendah, nyaris memohon.
Nada suara dan tatapan itu, yang dulu selalu membuat Cassia goyah. Tapi kali ini, Cassia tak bergerak. Ia hanya menatap Felix, matanya teduh tapi penuh jarak. “Kau bilang ‘lagi’? Lucu. Karena terakhir kali aku terluka, itu bukan karena Max.”
Felix terdiam, wajahnya menegang. Maura mencoba menyela, tapi Cassia lebih dulu bangkit dari kursinya.
“Terima kasih untuk peringatannya. Aku ijin pulang dulu ya, karena sudah tidak ada jadwal lagi” katanya dengan tenang, suaranya tegas tanpa meninggi.
Felix menatapnya lama, nyaris tersenyum getir. “Jadi kamu pikir kamu bisa hadapi semua ini sendirian?”
Cassia berhenti di depan pintu, menatapnya dengan tatapan lembut tapi pasti. “Tidak sendirian, Felix. Aku punya diriku sendiri — dan itu sudah cukup.”
Lalu Cassia melangkah keluar tanpa menoleh lagi. Begitu pintu menutup, ruangan itu terasa jauh lebih hampa.
Felix menghela napas panjang, dan membenamkan kedua tangannya di wajah. Terlihat frustasi karena usahanya membuat Cassia bergantung padanya gagal total.
Maura menatap Felix dari sisi meja terlihat berbeda sikap dengan pria itu, malah Maula terlihat cukup tenang sambil menyilangkan tangannya di depan dadanya.
“Dia berubah,” gumam Maura pelan, sedikit heran tapi juga jengkel. Lalu Maura melirik Felix yang hanya bisa duduk terpaku, menatap pintu yang baru saja ditinggalkan Cassia Membuat Maura semakin jengkel.
Maura berkata pelan, “Seperti yang pak Felix lihat? Cassia sejak bertemu pak Maximillan makin sulit dikendalikan. Tapi tenang saja... 10 tahun bukanlah waktu yang singkat, kita sudah disisinya selama itu, cepat atau lambat dia akan kembali ke kita untuk meminta pertolongan, pak.”
Felix tak menjawab, hanya menatap kosong ke layar TV di depan mereka—masih menayangkan cuplikan Cassia dan Max di acara meet and greet kemarin. Dalam diamnya, hanya satu hal yang ia rasakan: amarah bercampur kehilangan yang mulai tumbuh lagi di dada.
“Apa yang sudah kulakukan… sampai membuat Cassia berpikir dia bisa hidup tanpa aku,” gumamnya lirih nyaris tak terdengar.
Suaranya serak, dan entah kenapa, ada sedikit sesal di sana.
...🌻🌻🌻...
Beberapa hari setelah berita itu tayang, dunia maya mendidih.
Tagar #CassiaMaxAffair muncul di trending topic, disusul artikel-artikel gosip yang menuduhnya “memanfaatkan pesona untuk karier”.
Di luar rumor utama, bahkan terlihat juga rumor tambahan. Gambar-gambar Cassia bersama sejumlah rekan aktor lama muncul kembali, dipotong dan disusun seolah ia punya daftar panjang hubungan rahasia.
Cassia membaca semuanya dalam diam.
Asisten managernya, Silvia, hampir menangis ketika menyerahkan ponsel. Sejak mengambil jarak dengan Maura, Cassia lebih nyaman meminta tolong ditemani oleh Silvia. Bersama Maura hanya ketika event penting saja, karena biar bagaimanapun Maura tetep manager utama Cassia, semua jadwal Cassia di atur oleh Maura bersama management perusahaan.
“Kak Sia, Aku rasa kita harus klarifikasi. Sekarang. Sebelum ini makin besar, aku tidak suka cara mereka—” Silvia mengatakannya dengan mata memerah, yang tertangkap oleh pandangan Cassia.
Kenapa dulu aku tidak menyadarinya ya? Anak baik ini selalu setia padaku. Dulu aku hanya peduli pada Felix dan Maura saja, sampai mengabaikan orang lainnya yang lebih tulus dan perhatian kepadaku, seperti Silvia.
Silvia yang sejak hari pertama bekerja dengan Cassia, dengan lantang bilang bahwa dia adalah penggemar yang beruntung. Karena bisa bekerja sama langsung dan berkata akan selalu mendukungnya.
Lalu Cassia hanya tersenyum kecil, sebelum mengatakannya dengan lembut sambil menatap Silvia.
“Kalau kita ikut terburu-buru, semua orang akan berpikir kita panik dan mengganggap rumor itu benar. Biarkan sebentar lagi, aku akan melakukan sesuatu kok.” Ucapnya hangat kepada Silvia.
Cassia membuktikan kata katanya, akhirnya ia bergerak melakukan sesuatu.
Sore itu, akun resmi sosial media Cassia merilis pernyataan singkat dan foto. Bukan klarifikasi panjang, bukan pembelaan — hanya sepucuk surat dengan tulisan tangannya sendiri.
Bersambung
ih nusuk juga