NovelToon NovelToon
Di Atas Sajadah Merah

Di Atas Sajadah Merah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Maya Melinda Damayanty

Arunika adalah seorang wanita yang memendam cinta dalam diam, membangun istana harapan di atas sajadah merah yang pernah diberikan oleh Raka, pria yang diam-diam memikat hatinya. Setiap sujud dan lantunan doa Arunika selalu tertuju pada Raka, berharap sebuah takdir indah akan menyatukan mereka. Namun, kenyataan menghantamnya bagai palu godam ketika ia mengetahui bahwa Raka telah bertunangan, dan tak lama kemudian, resmi menikah dengan wanita lain, Sandria. Arunika pun dipaksa mengubah 90 derajat arah doa dan harapannya, berusaha keras mengubur perasaan demi menjaga sebuah ikatan suci yang bukan miliknya.
Ketika Arunika tengah berjuang menyembuhkan hatinya, Raka justru muncul kembali. Pria itu terang-terangan mengakui ketidakbahagiaannya dalam pernikahan dan tak henti-hentinya menguntit Arunika, seolah meyakini bahwa sajadah merah yang masih disimpan Arunika adalah bukti perasaannya tak pernah berubah. Arunika dihadapkan pada dilema moral yang hebat: apakah ia akan menyerah pada godaan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 16. Ayah

Pagi itu, lapangan utama kampus kembali dipenuhi ribuan mahasiswa baru yang masih mengenakan almamater kuning muda. Namun kali ini, suasananya berbeda. Tidak ada lagi teriakan senior atau lomba tarik tambang. Semua mahasiswa duduk rapi, mendengarkan kata sambutan terakhir dari Rektor Utama.

“Mulai hari ini, kalian resmi menjadi bagian dari keluarga besar Universitas Indonesia. Gunakan kesempatan ini untuk belajar, berkarya, dan mengabdi,” suara sang rektor menggema lewat pengeras suara, disambut tepuk tangan meriah yang membahana ke segala penjuru lapangan.

Sebagian mahasiswa tersenyum lega, sebagian lain hanya mendesah panjang, seolah baru saja menyelesaikan sebuah maraton yang melelahkan. Masa ospek resmi berakhir.

Di sisi lain kampus, di ruang tunggu yang disediakan untuk wali mahasiswa, Purnomo duduk di kursi panjang berlapis kayu. Bahunya kaku, tangannya saling meremas hingga buku-bukunya memutih. Dari sekian banyak ayah dan ibu yang duduk dengan wajah bangga, hanya dia yang tampak diliputi kecemasan.

Matanya tak pernah lepas dari pintu besar yang menghubungkan lapangan dengan lorong utama. Setiap kali segerombolan mahasiswa keluar, jantungnya berdegup lebih kencang.

Mana kamu, Nak… batinnya bergetar.

Ia mencoba menenangkan diri, menarik napas panjang, tapi bayangan buruk tetap menghantuinya. Bagaimana jika Arunika tersesat? Bagaimana jika ia pingsan karena kelelahan? Bagaimana jika ada yang merundungnya?

“Pak, minum dulu.”

Seorang ayah di sebelahnya menyodorkan botol air mineral.

Purnomo tersenyum kaku, menolaknya halus. “Terima kasih, Pak… saya… saya tunggu anak saya dulu.”

Dan pintu itu kembali bergerak. Derap langkah puluhan mahasiswa keluar, riuh dengan cerita dan tawa. Mata Purnomo menajam, mencari satu wajah yang ia rindukan sejak kemarin.

Ingatan tentang malam sebelum inagurasi kembali menyeruak. Saat itu, ia sedikit cekcok dengan Eka, istrinya.

“Ayah masih belum bisa, Bun!” keluh Purnomo ketika melihat istrinya menyiapkan baju ganti Arunika.

“Ayah!” tegur Eka dengan nada kesal.

“Arunika sudah besar, kalau Ayah terus khawatir begitu, kapan dia belajar mandiri?”

“Tapi Bun… di sana pasti banyak nyamuk, udaranya dingin. Kalau tiba-tiba hujan gimana?” suara Purnomo meninggi, membuat telinga istrinya panas.

“Bunda sudah siapkan semuanya! Obat nyamuk, selimut, minyak kayu putih. Tidak perlu khawatir berlebihan,” jawab Eka masih berusaha sabar.

Arunika hanya bisa tersenyum menyaksikan perdebatan kecil kedua orang tuanya. Baru saja ia selesai membersihkan diri setelah masa haidnya berakhir. Alih-alih takut menghadapi malam inagurasi, ia justru terhibur oleh sikap manja ayahnya.

“Bagaimana kalau putri kita dirundung orang?” cecar Purnomo lagi.

“Mas!” seru Eka, hampir kehilangan kesabaran.

“Kalau begitu, aku siapin popok buat Arunika, suruh dia ngedot susu lagi sekalian!” bentak Eka

dengan nada sengit.

Arunika sampai menutup mulutnya menahan tawa. Ia pun mendekat, memeluk keduanya dengan lembut.

“Aku mencintai kalian,” katanya tulus. Lalu menatap Purnomo.

“Ayah, percaya ya sama Arunika.” pintanya lagi.

Dan tatapan itulah yang kini membayang di benak Purnomo, tatapan anak yang memohon untuk dipercaya.

Gesekan pintu besar kembali terdengar. Dari kerumunan mahasiswa yang baru selesai upacara, akhirnya muncul wajah itu. Rambut hitam panjang, almamater kuning muda yang sedikit kusut, langkah hati-hati namun pasti.

Mata Purnomo langsung menangkap sosok kurus putrinya. Ia sedikit sedih melihat perawakan Arunika.

“Ayah!” senyum lebar Arunika membuat Purnomo lega.

“Nak!” suara Purnomo bergetar. Ia berdiri, merentangkan kedua tangannya.

Arunika segera berlari dan berhambur ke pelukannya. Tubuh mungilnya terbalut erat oleh dekapan hangat seorang ayah yang semalaman gelisah.

Di balik keramaian riuh mahasiswa dan keluarganya, waktu seakan berhenti bagi keduanya.

“Gimana tadi malam, banyak nyamuk kan? Udaranya dingin? Pasti hujan!” cecar Purnomo, suaranya masih meninggi karena sisa kekhawatiran.

“Tidak, Yah. Nggak ada nyamuk, nggak dingin, dan hujan juga nggak turun.” jawab Arunika sambil terkekeh.

Purnomo mendengus, cemberut seperti anak kecil yang kalah berdebat. Arunika hanya semakin erat memeluk ayahnya. Ia tahu, di balik cerewet itu, ada kasih sayang yang tak ada tandingannya.

“Kita pulang?” ajak Purnomo.

Arunika mengangguk mantap. Mereka pun melangkah ke halaman parkir. Purnomo mengambil alih tas besar bawaan putrinya, memasukkannya ke bagasi mobil. Tak lama kemudian, kendaraan roda empat itu melaju meninggalkan kampus.

Sementara itu, di sisi lain kampus, Raka masih berjalan gontai dengan ransel tergantung di pundak. Keringat dingin mengalir di pelipisnya meski matahari belum sepenuhnya terik.

Sejak pagi ia mondar-mandir dari gerbang ke gerbang, berharap menemukan sosok yang ia cari. Bahkan sempat terlintas niat mendatangi bagian informasi untuk menanyakan nama itu—Arunika. Namun, ia mengurungkan langkah. Apa yang harus ia katakan? Bagaimana jika petugas menatapnya aneh karena mencari seorang gadis tanpa tahu jurusannya?

Ia berdiri sejenak di bawah pohon trembesi besar. Pandangannya kosong menatap barisan mahasiswa yang berfoto riang bersama orang tua mereka. Ada yang memeluk erat ayah bundanya, ada yang sibuk merekam video. Semua tampak bahagia.

Sedangkan ia? Hanya ada rasa kosong yang menggantung di dada.

“Run …” gumamnya lirih, hampir tak terdengar.

“Kenapa kita nggak pernah ketemu?” lanjutnya.

Langkah kakinya semakin berat. Ia sadar, UI bukanlah sekolah kecil tempat semua orang mudah ditemui. Ini adalah dunia baru, lautan manusia, di mana satu janji sederhana bisa dengan mudah hilang ditelan jarak dan waktu.

Dengan helaan napas panjang, ia akhirnya memutuskan pergi. Tanpa sadar, kakinya menuntun ke arah stasiun UI. Kereta adalah satu-satunya pelariannya.

Sesekali ia menoleh ke belakang, seolah berharap sebuah keajaiban: seorang gadis dengan rambut panjang hitam berlari memanggil namanya. Tapi yang ada hanya riuh mahasiswa lain dengan senyum bahagia.

Raka menunduk. Ranselnya ia betulkan di pundak. Lalu dengan langkah gontai, ia benar-benar meninggalkan kampus.

Di kejauhan, mobil yang ditumpangi Arunika baru saja keluar dari parkiran. Jalan mereka begitu dekat, tapi takdir belum mengizinkan pertemuan itu.

Dua hati yang saling mencari, namun masih dipisahkan oleh garis waktu.

Kendaraan mewah itu memasuki pekarangan rumah. Arunika turun setengah berlari, ia merindukan ibunya.

'Bunda!"

'Nak, ucap salam dulu!" tegur Eka.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Bunda!' Arunika pun memberi salam dan memeluk ibunya.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," mata Eka berkaca-kaca.

Jujur, ia juga sangat khawatir melepas putrinya kemarin malam. Untuk pertama kali, Arunika tidak tidur di rumah. Entah berapa kali ia terbangun dan masuk kamar putrinya.

"Bagaimana Nak, apa kamu senang?' tanyanya dengan suara tercekat.

"Alhamdulillah, Bunda ...," jawab Arunika tegas.

"Alhamdulillah kalau begitu, sekarang kamu mandi dan bersihkan diri. Setelah itu kita sarapan di luar!' ujar Eka yang membuat Purnomo dan Arunika menatapnya.

"Sarapan di luar?" mata Arunika langsung berbinar.

"Iya ... ayo cepat! Sebelum Bunda berubah pikiran!" suruh Eka menjawab.

Arunika langsung heboh ke kamar mandi dan membersihkan diri. Purnomo menatap istrinya. Ia tau sang istri juga mengkhawatirkan putrinya tadi malam.

"Bagaimana sayang, apa kamu tadi malam tidur nyenyak?" ledeknya.

'Ish, Mas!" sengit Eka mencubit mesra perut suaminya. Purnomo pun terkekeh dan mencium kening sang istri mesra.

Bersambung.

Uh ... So sweet.

Next?

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
raka kenapa ya?
nurry
💪💪💪💪💪
nurry
maju terus Raka terjang rintangannya, kamu pasti bisa 💪
nurry
kaya manggul beras sekarung kali ya kak othor 🤭🤭🤭
Deyuni12
Raka
kamu bisa datang d saat kamu sudah siap dalam hal apapun,buat ayah Purnomo terkesan dengan perjuangan mu
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
datanglah saat kau siap raka.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
ayah.. 🥹🥹🥹... pasti sulit mengajarkan mandiri pada putri yang selalu ingin kau lindungi seperti dalam bola kristal, ya kan?setidaknya dirimu sudah mencoba ayah
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
memang berat, raka. tapi kalau cinta ya berjuang donk.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
ayah, jangan rusak mental arunika dengan ke posesif an muuuu
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
kalau perhatian di rumah cukup. tak perlu cari perhatian di luar lagi
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
arunika & media cocok
Deyuni12
keren
Deyuni12
butuh perjuangan,cinta tak segampang itu,,hn
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
sedikit lagi, raka. arunika di fakultas ekonomi.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
arunika begitu banyak mendapatkan limpahan kasih orang tuanya. sementara raka?
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
kalian pasti akan dipertemukan oleh author. sabar ya
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
UI itu besar banget. wajar kalau pakai kendaraan. seharusnya ayah jemput di fakultasnya aja
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
kenapa kemarin gak tanya raka fakultas apa?
Ni nyoman Sukarti
ceritanya bagus....jadi kangen sm ibu dan bapak😇😇🙏
Ni nyoman Sukarti
Author....semua karya novel mu sangat bagus dan berkesan, baik dari alur cerita, tema dan karakternya, mempunyai value, edukatif dan motivasi bagi pembaca. Tidak membosankan. Sukses selalu ya Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!