Iriana merasakan kekecewaan kepada tunangannya yang ketahuan berselingkuh bersama sahabatnya.
membuat ayahnya jadi khawatir, sehingga membuat ayah nya berpikir untuk ia tinggal di tempat ibunya (nenek Iriana) di Perdesaan.
**
"Apa kau sudah melupakan nya?"
Seseorang yang menunggu nya untuk melupakan kan mantan tunangannya.
Mampukah ia kembali jatuh cinta saat pernah di khianati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sky00libra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab16
Di lahan perkebunan sawit ternyata sangat panas. Iriana dan Risa sedang duduk di pondok berkipas menggunakan kertas. Wajah Iriana yang asalnya putih menjadi merah.
"Ihhh panas banget yah Mba! Kemaren hujan dingin-dingin. Sekarang bah panas."
"Iya Mba kira gak akan sepanas ini. Kalo tau gini Mba di rumah saja tadi." Saling menatap membuat mereka jadi terkekeh melihat peluh membanjiri tubuh. Samar, ia mendengar suara orang. Keluar dari pondok melihat kebelakang ternyata Mas Rai sedang mengobrol bersama karyawannya. Hingga tatapan itu saling bertaut. Senyum itu mengingatkan nya akan kejadian kemaren.
Cup... Ia terbelalak, ciuman singkat di sudut bibir nya membuat ia tegang. Menatap kearah Rai yang menatap nya dengan teduh.
"Kamu membuat Mas hampir gila, Dek!" lanjutnya, dalam bisikan di telinga Iriana. Hembusan nafasnya di sisi wajah Iriana.
"Ih Mas, awas!" Mendorong wajah Rai kebelakang setelah kesadaran nya kembali.
Seraya mendelik. Ia ingin marah tapi entah kenapa saat menatap mata teduh itu, dan senyuman di wajah tampan nya membuat ia malah salah tingkah.
"Apa yang kamu pikir kan hmm." Sentilan di dahinya menyadarkan nya dari bayangan pria tampan.
Tersentak melihat kearah Rai yang menyentil dahinya. Tidak ketinggalan senyum nya.
"Mas!"
"Kenapa hmm?" Seraya mengusap kening wanitanya setelah ia sentil tadi.
"Keringat seperti ini.. Kepanasan? Mau pulang saja." lanjutnya. Suara itu lembut sekali, membuat Iriana tidak bisa berpaling menatap nya.
"Mass! Ayo pulang saja Risa kepanasan pengen mandi." Sela Risa setelah melihat dua sejoli itu bermesraan dia tidak bisa menahannya.
"Tunggu Mas cari kan Kakak Reyhan dulu. Tunggu di sini dulu sama Mba mu!"
***
Ia melihat punggung lebar Rai yang perlahan menjauh dari pandangannya.
Tepukkan di bahunya menyadarkan nya dari melihat si punggung lebar.
"Mba! Jangan di lihatin terus,, nanti punggung Mas berlobang." Risa terkikik setelah mengatakan nya, dan melihat wajah kekasih Mas nya yang bertambah merah. Seperti malu.
10 menit setelah menunggu Rai dan Reyhan kembali, mereka akhirnya berencana kembali.
"Wahh si bocil gak kuat panas!" Reyhan mencibir adik bungsunya. Membuat Risa mencibir tidak peduli.
"Ayo naik!"
"Pegangan sama Reyhan, Risa! Jalannya licin." Ujar Rai dari atas motornya.
"Hei! Melihat siapa? Mereka berdua sudah jauh, sini naik kita pulang juga." Menepuk sisi belakangnya seraya tersenyum.
"Pegangan sini sama Mas!" Melingkarkan kedua tangan Iriana di pinggangnya, setelah Iriana naik.
Memeluk pinggang Rai, tapi sisi wajah yang ia benam kan, mencium wangi parfum aroma hutan pinus. Sangat menyegarkan. Jari tangan Iriana memang sudah terbiasa mengelus otot perut Rai meski itu ada penghalang kain tipis.
"Mas!" Sedikit lebih nyaring. Membuat Rai menghentikan motornya.
"Ehh kenapa berhenti!" Ujarnya dengan bingung.
"Mau bicara apa hmm?" Menoleh melihat Iriana di belakangnya.
"Gak mungkin sambil jalan kan. Nanti gak kedengeran." Dengan ibu jarinya mengusap pelan tangan Iriana.
"Mas! Mmmm pembicaraan kita kemaren..." Tundanya, seraya menarik dan membuang nafas nya pelan.
Rai Nishav tetap menunggu nya dengan tangan mengusap segala arah.
"Ih Mas. Jangan remas paha ku. Geli!" Menepis kan tangan rai dari atas pahanya. Pria itu terkekeh geli.
"Lanjutkan!"
"Mas! Gimana jika hubungan kita mmm di jalan kan semestinya saja." Seraya menunduk malu.
"Seperti apa? Pacaran, kita berdua jadi kekasih." Melihat ke arah iriana.
"Apa mau nikah langsung hmm?" lanjutnya dengan bibir dalam nya ia gigit kan. Jantungnya berdetak kencang.
"Yah jalanin dulu lah Mas! Lebih dekat lagi gitu. Yah gitu!" Ucapnya dengan suara yang hampir naik. Ia gugup dan malu, menjadikan bicara kelepasan.
Rai terkekeh seraya dengan pelan menepuk lutut Iriana.
"Sabar sayang! Mas dengar ko." Iriana makin menenggelamkan kepala nya di punggung lebar Rai, pelukan nya menjadi erat.
"Iya, Mas mau! Ayo kita jalan lagi,, ini panas loh di bawah pohon sawit." Setelah menghentikan tawanya. Ia pun mulai menjalan kan motornya.
****
Sudah lama Iriana memikirnya sejak ia pulang dari Kabupaten. Akhirnya ia mengambil keputusan menerima pria ini, tapi ia ingin menjalan kan seperti ini saja. Ia ingin tau lebih dalam tentang pria ini tentang kehidupan nya.
Motor Rai pun berhenti di depan pelantaran rumah Nenek lestari.
"Emmm, besok mau mau nganterin Reyhan dan Risa ke kota. Kamu mau titip sesuatu atau mau ikut Mas saja."
"Mas lama disana?" Menatap manik gelap Rai yang indah.
"Mungkin dua hari,, Mas juga mau cek pekerjaan Mas di kota."
"kalo gitu hati-hati yah Mas."
"Iya. Jadi kamu gak mau ikut Mas. Atau titip sesuatu."
"Gak Mas,, gak titip apa-apa juga! Ana di sini saja.."
Mengangguk seraya menatap teduh manik kecoklatan wanitanya.
"Ya sudah, masuk sana gih. Hari nya panas ini, Nenek masih di kebun kan."
Iriana mengangguk, "Masih, belum pulang tadi."
Melihat Iriana yang berlari-lari menghindari panas siang hari. Menunggu nya masuk kedalam, memberikan anggukan setelah dia ingin masuk.
Menjalankan motor nya membawa ke kebun lagi, masih banyak yang harus ia lihat lagi.
Di sisi Iriana, ia sudah masuk ke dalam kamar nya menghidupkan kipas angin di dinding. Ingin mandi tapi masih berkeringat jadi ia ngadem dulu.
Menutup matanya membayang kan wajah tampan Rai. Bangun pagi tadi ia melihat visual pria tampan di balik jendela hanya bertelanjang dada.
"Hai! Melihat pemandangan indah hmm." senyum miring itu sangat jahilnya dengan menaikan kedua alisnya. Ia jadi berpikir haruskah ia goda balik.
Nyatanya ia tidak bisa, hanya bisa senyum melipat kan kedua bibirnya.
"Jadi ke kebun kan temenin Mas."
Mengangguk, "Boleh, Mas." Tapi ia, malah menurun kan pandangan nya, melihat dada yang seksi yang di balut rumput tetangga yang halus. Itu membuat ia salah fokus, untungnya saat ia menurun kan pandangan ada perbatasan garis jendela.
Suara terkekeh itu menyadarkan nya dari pandangan nya.
"Kamu ingat! Pernah melihat Mas seperti itu. Itu bikin Mas malu, tapi sekarang Mas menikmati nya. Kamu suka hmm?"
Membuat pipi nya memerah ia ingat awal pertama melihat si punggung lebar. Yang ia anggap pelit.
Tertawa pelan setelah mengingat kejadian pagi tadi dimana ia sangat betah melihat pria di balik jendela seberangnya.
"Hah sadar Iriana, ayo sekarang mandi dan bersihkan pikiran kotor mu ini." Gumamnya, berdiri ingin mengambil handuk di gantungan. Seraya sesekali mengetuk kan kepala nya supaya menghilang bayangan di pagi hari tadi. Tetangga di seberang rumah nya sungguh meresahkan. Apa lagi jika ia tidak mengenakan apa-apa, ia jadi mengingat saat tadi ia memegang perut otot itu.
Keras, liat hmm hangat, sedikit pemberitahuan ia tadi sempat memasukan tangan nya di balik kain tipis yang seperti menganggu nya.
"Oh Astaga. Sadar Iriana sadar!" Gumamnya seraya dengan cepat berjalan ke kamar mandi.