Novel ini sakuel dari novel "Cinta yang pernah tersakiti."
Tuan, Dia Istriku.
Novel ini menceritakan kehidupan baru Jay dan Luna di Jakarta, namun kedatangannya di Ibu Kota membuka kisah tentang sosok Bu Liana yang merupakan Ibu dari Luna.
Kecelakaan yang menimpa Liana bersama dengan suami dan anaknya, membuatnya lupa ingatan. Dan berakhir bertemu dengan Usman, Ayah dari Luna. Usman pun mempersunting Liana meski dia sudah memiliki seorang istri dan akhirnya melahirkan Luna sebelum akhirnya meninggal akibat pendarahan.
Juga akan mengungkap identitas Indah yang sesungguhnya saat Rendi membawanya menghadiri pesta yang di adakan oleh Jay.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Darah siapa?
"Hiksss Hiksss."
"Emmmm, Hiksss Hiksss."
Via terus menangis seraya memandang langit-langit kamar milik Nathan.
Malam itu, Nathan menggagahi tubuh Via dengan kasar, karena Nathan masih mengira kalau wanita yang ada di bawah kungkungannya adalah wanita yang berusaha menjebaknya.
Dia tak mempedulikan tangisan dan jerit kesakitan dari seorang Via. Bahkan dia tak perduli saat kuku kuku Via mencakar beberapa bagian tubuhnya.
"Maafkan Via Bu, Via tak bisa menjaga kehormatan Via." Gumam Via dalam hati dengan deraian air mata yang terus mengalir.
Via melirik ke samping, menatap laki-laki yang sudah terlelap setelah pergulatan panasnya, "Tuan, kenapa anda begitu tega pada saya." Lirih Via di sela isak tangisnya dengan suara yang begitu pelan.
"Sebaiknya aku segera pergi." Via bangkit dan perlahan turun dari ranjang itu, meski merasakan sakit di sekujur tubuhnya.
Via kembali menangis saat melihat noda darah yang tercecer di sprei, "Hiksss hiksss, harus nya itu menjadi hadiah terindah untuk suami saya kelak, tapi kenapa anda merenggut nya Tuan, anda membuat semua mimpi saya semakin sulit di gapai, Anda menghancurkan hidup saya." Gumam Via terdengar pilu.
Via segera memunguti pakaiannya lalu segera pergi ke kamar mandi. Dia membersihkan tubuhnya sambil terus menangisi nasibnya yang entah akan seperti apa setelah ini.
Selepas dari kamar mandi, Via mencari baju yang bisa Ia gunakan untuk menutupi baju nya yang robek. Matanya menangkap Jas hitam milik Nathan, dia pun segera memakainya untuk menutupi baju bagian atasnya yang robek.
Dengan mengendap-endap Via keluar dari kamar Nathan dan pergi ke kamar nya, dia lirik jam yang ada di dinding kamarnya.
Tepat jam tiga pagi, dengan air mata yang berderai, Via mengemas pakaiannya, tak lupa dia mengganti baju nya terlenih dahulu.
Via meletakan Jas hitam milik Nathan di atas tempat tidur, dia tak ingin kembali berurusan dengan Nathan, juga tak ingin meminta pertanggungjawaban darinya.
Jangankan meminta pertanggungjawaban, bertatap muka dengan Nathan saja Via rasanya tidak akan sanggup. Akhirnya Via pun memutuskan untuk pergi sejauh mungkin dari Nathan.
Via berjalan keluar dari rumah mewah itu bagai seorang maling, untungnya suasana rumah masih begitu sepi, dan saat di pos satpam, dia melihat seorang satpam yang ternyata tengah tertidur.
Hingga akhir nya dia keluar dari rumah itu tanpa ada seorang pun yang tau. Via segera berlari menghampiri taksi online yang sebelumnya sudah Ia pesan.
Via segera masuk ke dalam mobil itu, dia terduduk di bangku penumpang dengan jantung yang terus berdegup kencang, tangannya gemetar memegangi gagang pintu mobil.
"Jalan Pak." Pinta Via, sang supir taksi pun segera melajukan mobilnya.
Terdengar rintikan air hujan dari luar yang membasahi jendela, Via menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong, pikirannya kembali ke beberapa jam yang lalu, hingga air mata kembali menetes di pipinya.
"Ya Allah, kenapa nasibku seperti ini? Apa yang harus aku lakukan setelah ini." Batin Via yang nampak kebingungan harus bagaimana.
"Apa aku pulang ke kampung saja? Tapi apa yang harus aku katakan pada Ibu? Dia pasti bertanya-tanya kenapa aku pulang, padahal aku baru bekerja di Jakarta beberapa bulan ini." Batin Via bingung.
Taksi online itu terus melaju ke tempat yang menjadi tujuan Via, yaitu stasiun gambir.
Tadi nya dia ingin pulang ke kampung halamannya menggunakan kereta api, namun sepertinya akan Ia urungkan, karena tak siap untuk menghadapi Ibu nya yang pasti akan sangat kecewa pada nya.
"Pak..Pak.. Berhenti disini saja." Ucap Via berusaha menghentikan mobil yang masih melaju.
"Tapi neng, ini belum sampai di tempat tujuan." Ucap supir taksi online.
"Tidak apa-apa Pak, saya turun disini saja." Sahut Via.
"Baik Neng, tapi maaf untuk ongkosnya..."
"Tidak apa-apa Pak, saya sudah bayar full di aplikasi, Bapak tidak harus mengembalikannya." Sela Via.
"Baik Neng." Ucap sang supir itu akhirnya menghentikan laju mobilnya.
Via turun dan segera berlari menuju kostan tempat dimana dulu dia tinggal, sebelum akhirnya dia di minta pihak rumah sakit untuk menjadi perawat pribadi Pak Pram.
***
Matahari menyelinap masuk melalui tirai jendela, tepat pukul delapan pagi, Nathan mulai membuka matanya.
Nathan memegangi kepalanya yang masih terasa pusing, "Aku dimana?" Gumamnya seraya celingukan menatap sekeliling ruangan yang nampak tak asing.
"Ini... seperti kamarku di rumah kakek." Nathan mulai mengingat kamar yang memang miliknya.
Perlahan, kesadaran Nathan mulai pulih meski kepalanya masih terasa sedikit pusing, Nathan pun berniat turun dari ranjang, namun dia terkejut saat hendak menyibak selimut, dia menyadari dirinya tak memakai sehelai benang pun di tubuhnya.
"Astaga, kenapa aku seperti ini? Apa yang terjadi?" Nathan merapatkan kembali selimut di tubuhnya.
Nathan mencoba mengingat-ingat kejadian semalam, "Breng**k!!! Wanita jal*ng sialan, Beraninya kau menjebakku seperti ini." Umpat Nathan setelah mengingat kejadian sebelum dirinya tak sadarkan diri.
Nathan melihat sekeliling kamar itu, berharap menemukan wanita yang sudah menjebaknya, namun dia tak melihat siapapun disana.
Dengan selimut yang masih melilit ditubuhnya, perlahan Nathan bangkit, namun matanya terbelalak saat melihat noda darah di atas sprei.
"Apa? Jadi semalam aku benar benar melakukannya dengan wanita itu." Ucap Nathan dengan mengacak rambutnya kasar.
Nathan benar benar geram dengan wanita yang sudah menjebaknya, "Lihat saja, aku akan menghancurkan kamu, wanita sialan." Ucap Nathan yang masih mengira Clarissa sudah berhasil menjebaknya.
***
Tiga puluh menit berlalu, Nathan kini sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. Dia berniat akan memarahi Marvin, karena tidak dengan sigap datang untuk menyelamatkannya.
"Awas kau Marvin, bersiaplah kehilangan pekerjaan atau nyawamu." Gerutu Nathan lalu segera keluar dari kamarnya.
Di luar, ternyata Marvin sudah menunggunya di depan pintu.
"Tuan, anda baik baik saja kan?" Tanya Marvin khawatir.
Dia sudah menunggu selama satu jam disana, namun saat yang di tunggu keluar, dia justru di buat terkejut ketika Nathan justru menghajarnya, tak hanya sekali, bahkan berkali-kali.
Bugghhh
Bugghhh
Bugghhh
"Tuan, ada apa? Kenapa anda memukuli saya?" Tanya Marvin saat berhasil menahan tangan Nathan yang hendak memukulnya lagi.
"Masih berani kamu bertanya seperti itu, setelah kamu membiarkan aku terjebak dengan wanita sialan itu." Geram Nathan penuh amarah lalu kembali memukuli Marvin.
Bughhh
"Tunggu Tuan." Marvin kembali menahan tangan Nathan, "Tuan, semalam saya menyelamatkan anda dari wanita itu. Lihatlah Tuan, anda berada di rumah Tuan Besar sekarang, itu karena saya yang membawa anda kesini, Tuan." Sambung Marvin.
Nathan terdiam, lalu kembali berusaha mengingat apa yang terjadi semalam, tapi dia tak bisa mengingat kejadian setelah wanita itu membuatnya tak sadarkan diri.
"Apa kau berusaha mengelabui aku, Hah? Atau jangan jangan kau bersekongkol dengan wanita J*lang itu?" Tanya Nathan penuh penekanan.
"Tidak Tuan, Tidak. Mana berani saya mengkhianati Tuan, saya benar benar menyelamatkan anda dari wanita itu Tuan." Jawab Marvin.
Nathan kembali terdiam, sangat mustahil Marvin mengkhianati nya, tapi kalau benar Marvin menyelamatkan dirinya dari wanita itu, lalu darah siapa yang ada di sprei itu, siapa wanita yang Ia tiduri semalam.
"Tuan... Tuan.." Panggil Marvin saat Nathan justru melamun.
"Marvin, benar semalam kau yang membawa ku kemari?" Tanya Nathan setelah tersadar dari lamunannya.
"Be..Benar Tuan, saya yang membawa anda kemari." Jawab Marvin, Nathan kembali terdiam.
"Ada apa Tuan? Apa terjadi sesuatu?" Tanya Marvin.
"Marvin, apa kau tau, semalam wanita itu memberiku minuman yang sudah dicampuri obat?" Nathan menepuk bahu Marvin.
"Iya Tuan, seperti nya wanita itu memberikan obat tidur pada anda." Jawab Marvin.
"Tidak hanya itu Vin, wanita itu juga mencampuri obat perangsang ke dalam minuman itu." Ucap Nathan, sontak Marvin terkejut.
"Apa?" Nathan gegas membawa Marvin masuk ke dalam kamarnya.
"Tuan, kenapa kamar anda berantakan sekali?" Tanya Marvin heran saat kamar Tuan nya begitu berantakan.
"Kamu lihat ini." Nathan menyibak selimut yang menutupi noda darah di sprei.
Mata Marvin langsung melotot, "Tuan, ini... ini darah siapa?"