NovelToon NovelToon
Semalam Bersama Mantan

Semalam Bersama Mantan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Aliansi Pernikahan / Cinta Lansia
Popularitas:9.6k
Nilai: 5
Nama Author: 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒

Dua puluh tahun setelah melarikan diri dari masa lalunya, Ayla hidup damai sebagai penyintas dan penggerak di pusat perlindungan perempuan. Hingga sebuah seminar mempertemukannya kembali dengan Bayu—mantan yang terjebak dalam pernikahan tanpa cinta.

Satu malam, satu kesalahan, dan Ayla pergi tanpa jejak. Tapi kepergiannya membawa benih kehidupan. Dilema mengungkungnya: mempertahankan bayi itu atau tidak, apalagi dengan keyakinan bahwa ia mengidap penyakit genetik langka.

Namun kenyataan berkata lain—Ayla sehat. Dan ia memilih jadi ibu tunggal.

Sementara itu, Bayu terus mencari. Di sisi lain, sang istri merahasiakan siapa sebenarnya yang pernah menyelamatkan nyawa ayah Bayu—seseorang yang mungkin bisa mengguncang semua yang telah ia perjuangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16. Bayangan yang Tak Pernah Pergi

Langit sore itu mendung, menggantung rendah seolah menyimpan rahasia gelap. Ayla berjalan pelan menyusuri trotoar yang dipenuhi deretan toko kecil tak jauh dari LPA. Di tangannya ada kantong belanjaan berisi kebutuhan anak-anak. Senyumnya tipis, matanya menatap etalase mainan sambil membayangkan wajah ceria anak-anak yang akan menerima itu.

Tak jauh di belakangnya, Elise baru saja keluar dari toko alat tulis, membawa satu bundel berkas di tangan. Ia mempercepat langkahnya begitu melihat Ayla dari kejauhan.

Tiba-tiba...

Srek... BRUKKK!!

Suara aneh terdengar dari atas, seperti gesekan benda berat yang menyeret lalu lepas. Elise secara refleks mendongak. Matanya menangkap bayangan besar meluncur turun dari lantai tiga bangunan tua—sebuah pot bunga besar yang tampak seperti dilempar atau disengaja didorong.

“AYLA!!” Elise menjerit.

Ayla yang tengah menoleh ke arah suara, tak sempat bereaksi. Elise berlari sekencang yang ia bisa dan menarik tubuh Ayla sekuat tenaga, menjatuhkan mereka berdua ke trotoar.

BRAAAKKK!

Pot bunga menghantam aspal dengan suara menggelegar, hanya beberapa inci dari kepala Ayla.

Beling pecah berserakan. Tanah tumpah. Orang-orang di sekitar menjerit, ada yang langsung memanggil bantuan, ada yang hanya terpaku dengan wajah pucat.

Ayla terbatuk, matanya membulat. Kepalanya terasa pening—ia sempat terbentur saat tubuhnya terseret Elise ke bawah. Darah mengalir dari pelipisnya. Elise sendiri meringis, sikunya terluka parah dan berdarah, namun matanya tetap waspada ke arah atas bangunan.

“A-Apa yang barusan... itu hampir...” suara Ayla gemetar.

Elise menarik napas panjang, suaranya pelan namun penuh kegelisahan.

“Itu bukan kecelakaan biasa, Ayla. Itu... itu jatuhnya terlalu tepat. Terlalu tiba-tiba.”

Ayla menatap Elise dengan mata membulat, napasnya memburu. “Kau pikir... ada yang mencoba mencelakaiku?”

Elise menggertakkan giginya, menahan rasa perih di sikunya. Ia menoleh ke arah bangunan, menajamkan mata.

“Aku tidak pikir. Aku yakin.”

Seorang pemilik toko berlari mendekat, wajahnya cemas. “Kalian tidak apa-apa?! Astaga, itu pot dari apartemen kosong lantai tiga! Gak pernah ada orang di situ biasanya.”

Elise menatap pemilik toko tajam. “Kau yakin? Tidak ada yang tinggal di sana?”

Pemilik toko mengangguk. “Sudah lama kosong. Tapi tadi aku lihat bayangan orang sebentar, makanya kaget juga.”

Elise menggenggam tangan Ayla yang gemetar. Tatapannya berubah, bukan hanya cemas, tapi juga siaga.

“Kau harus berhati-hati mulai sekarang. Ini bukan sekadar kecelakaan.”

Ayla menelan ludah. Di benaknya mulai muncul satu nama.

Ellen.

Di sebuah perkantoran di pusat London, layar laptop menyala terang di tengah remang ruang tamu. Rekaman dari kamera pengawas di Swiss diputar ulang, memperlihatkan detik-detik pot bunga besar jatuh nyaris menimpa Ayla—dan bagaimana seorang wanita lain berhasil menyelamatkannya.

Ellen menatap layar dengan tatapan gelap. Rahangnya mengeras, bibirnya mengatup rapat, sementara tangannya mengepal di atas meja kaca. Potongan video yang semestinya menjadi berita duka, justru berakhir menjadi lelucon tak lucu di matanya.

“Bangsat,” gumamnya pelan, hampir seperti desis ular. Ia menjeda video, lalu memundurkannya beberapa detik. Matanya menyipit melihat wajah Elise yang muncul sebentar sebelum menyelamatkan Ayla.

“Siapa dia?” katanya, setengah bertanya pada diri sendiri. Ia menyandarkan tubuh, lalu mengambil gelas anggur yang baru disentuh separuh. Cairan merah tua itu berputar di dalam kristal, memantulkan cahaya kota yang temaram.

Di sudut ruangan, Leo berdiri kaku. Pria itu—yang dikenal orang sebagai Lia, asisten pribadi Ellen—hanya bisa menelan ludah. Topeng tenangnya perlahan retak. Ia menyaksikan ekspresi wanita itu, dan ia tahu, Ellen tak pernah segila ini. Atau mungkin, ia selalu gila, dan Leo baru benar-benar menyadarinya sekarang.

Dalam hati, Leo bicara pada dirinya sendiri.

"Dia akan melakukan apa saja. Bahkan jika itu berarti membunuh. Ayla hampir mati tadi. Jika dia bisa menghilangkan satu orang demi jalan ke tujuannya, apa yang membuatku berpikir aku aman? Jika suatu hari aku ingin lepas..."

Leo merasakan dingin menjalar di tulangnya.

"...mungkin aku juga akan jadi target berikutnya."

Ellen bangkit dari sofa, mendekati jendela besar tempat lampu-lampu kota London berkedip seperti bintang mekanik. Ia menyesap anggurnya dan tersenyum samar—senyum yang membuat bulu kuduk Leo meremang.

“Kau lihat sendiri, Leo,” ucapnya tanpa menoleh. “Nyaris sempurna. Tapi bukan berarti aku berhenti.”

Ia menoleh setengah, menatap Leo yang masih berdiri di bayangan lampu.

“Aku akan pastikan dia tak bangkit dari pelindung-pelindungnya lagi.”

Leo hanya mengangguk kecil. Tak berani menentang. Tak berani bertanya. Tak berani mundur.

Karena di hadapannya berdiri seorang wanita yang tidak akan membiarkan siapa pun lolos, bahkan dia yang paling dekat dengannya.

 ---

Malam mulai merayap di Swiss. Di kamar kecil lantai dua LPA, Ayla duduk di ujung ranjang, memegangi pelipisnya yang berdenyut pelan. Pening di kepalanya menari-nari, sementara perutnya mengusik dengan rasa nyeri yang datang dan pergi seperti gelombang kecil yang sulit diprediksi.

Elise baru saja kembali dari klinik, dengan perban putih membalut sikunya. Ia berdiri di ambang pintu, memandangi Ayla yang sudah dianggapnya keluarga dengan campuran kekhawatiran dan kelelahan. Meski Ayla jelas tidak dalam kondisi baik, perempuan itu tetap menolak untuk pergi ke dokter.

“Kak…” Elise melangkah masuk, lalu duduk di kursi di seberang ranjang. Suaranya lembut, tapi penuh ketegasan. “Kita ke klinik, ya? Aku tahu Kakak kuat, tapi sekarang bukan waktunya keras kepala. Wajah Kakak pucat sekali. Dan—” matanya turun ke perut Ayla yang dipeluk samar, “—kau terus memegangi perutmu sejak tadi.”

Ayla menggeleng lemah. “Aku… nggak apa-apa.” Suaranya nyaris seperti bisikan. Tatapannya menerawang jauh, syok dari kejadian siang tadi belum sepenuhnya reda. “Hanya sedikit pusing. Perutku cuma agak nyeri. Tapi aku bisa istirahat saja.”

Elise menghela napas, dalam dan nyaris putus asa. “Kepalamu sempat terbentur aspal, Kak. Itu bisa bahaya. Kita harus pastikan tidak ada pendarahan dalam, atau—”

“Aku tidak mau ke klinik.” Ayla memotong cepat, nada suaranya meninggi. Namun kemudian ia menunduk, suaranya kembali mengecil. “Maaf… aku cuma… nggak suka rumah sakit.”

Keheningan menggantung sejenak. Elise memejamkan mata, mencoba mengatur emosi. Lalu ia berdiri.

“Baiklah, Kakak istirahatlah.”

Tanpa menunggu jawaban, Elise melangkah keluar.

Ayla menatap jendela besar di hadapannya. Langit Swiss mendung, kelabu. Bayangan dirinya yang pudar memantul di kaca—seperti kenangan yang terus ditekan, tapi tak pernah benar-benar pergi.

Ingatannya kembali ke kejadian siang tadi. Pot besar dari lantai tiga nyaris menghantamnya. Hanya selisih detik. Ia menahan napas.

“Ellen… apa kau yang melakukannya?” bisiknya, memijit pelipis. “Aku tak pernah mencoba mendekatinya lagi. Aku sudah menjauh lebih dari dua puluh tahun… Kenapa kau begitu benci sampai ingin melenyapkanku? Hanya karena dia muncul lagi di hidupku...yang bahkan tak pernah kupinta.”

Ia menatap cincin perak sederhana di jari manisnya. Sudah lebih dari dua dekade, cincin pemberian Bayu itu tetap di sana. Ia tak pernah melepasnya. Satu-satunya peninggalan dari pria yang pernah dan masih ia cintai sepenuh hati.

“Kalau saja aku tak mengidap semua ini…” ucapnya lirih.

Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Tangannya bergetar saat menyentuh permukaan datar cincin itu.

“Aku pasti akan berjuang. Aku pasti akan tetap bersamamu, Bay…”

Dulu, Bayu hanyalah penyanyi kafe bersuara serak basah—seseorang yang membuat Ayla merasa hidup kembali. Cinta murni tanpa nama besar, tanpa ketakutan, tanpa tekanan.

Tapi semuanya berubah. Bayu ternyata adalah pewaris kerajaan bisnis Shailendra. Sementara Ayla? Seorang yatim piatu yang menderita Ehlers-Danlos Syndrome, penyakit yang bahkan ia enggan cari tahu lebih jauh. Ia takut. Takut tak sanggup mendengar lebih jauh tentang penyakitnya, takut melahirkan anak yang harus mewarisi penderitaan sama. Dan lebih dari itu—ayah Bayu pernah mencoba menghancurkan hidupnya.

Cinta mereka, yang dulu terasa seperti anugrah, mendadak menjadi beban yang mustahil dipikul.

Perutnya kembali berdenyut. Rasa sakit yang lebih tajam menghantam dari dalam. Ia meringis, memejamkan mata, bersandar ke headboard ranjang.

Tok tok tok.

Suara ketukan terdengar lembut, namun cukup untuk menyentakkannya.

"Masuk…” sahut Ayla dengan suara lemah.

Pintu terbuka. Elise masuk, bersama seorang wanita paruh baya—dokter lokal, berwajah tenang dan penuh wibawa.

“Kak,” Elise mendekat. “Aku bawa dokter. Tolong jangan tolak, ya.”

Ayla menatap Elise lelah, memaksakan senyum tipis. “Kau berlebihan…”

“Tidak.” Elise menatapnya lurus. “Kau pucat, terus bilang pusing, dan perutmu nyeri. Kau bukan superwoman, Kak.”

Dokter itu melangkah mendekat. “Bolehkah saya periksa pelipismu dulu?”

Ayla mengangguk. Sang dokter mulai membersihkan luka di pelipisnya, lalu memeriksa denyut nadi, suhu tubuh, dan terakhir—menekan lembut bagian bawah perut Ayla.

“Hm… Kau bilang perutmu nyeri?” tanyanya.

Ayla ragu sejenak, lalu mengangguk. “Ya… kadang seperti ditusuk. Sejak jatuh tadi siang.”

Dokter bertukar pandang cepat dengan Elise. Lalu, wajahnya berubah serius. Suaranya sedikit menurun, tetapi nada bicaranya menjadi lebih jelas.

“Maaf, Ayla… aku perlu menanyakan sesuatu yang cukup penting.”

Ia menatap mata Ayla dalam-dalam.

“Ayla… apakah kau tahu bahwa kau sedang hamil?”

...🍁💦🍁...

.

To be continued

1
Siti Jumiati
semoga Bayu ada mata2 yang mengawasi Ayla, karena ellen berniat jahat pada Ayla,semoga Ayla selamat dari rencana Jahan Ellen, semoga kejahatan ellen segera terbongkar. lanjut kak
syisya
semoga kebusukan ellen terendus lebih dulu jadi biar sama" hancur
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
bayu hanya mencintai ayla. pahamilah itu Ellen. jangan paksakan obsesimu.
abimasta
ellen bukan mencintai bayu tp obsesi
abimasta
terhenti karena cincin pemberiannya dahulu masih ada di jari laras
Yeni Wahyu Widiasih
berhenti karena masih ada cincin perakkah?
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
semoga semua dilancarkan. sah!
syisya
terhenti karna masih memakai cincin perak pemberiannya dulu atau ada pengganggu 🤔
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
Aaaaa.... kamu gak akan bahagia jika terus egois, aylaaaaa
Siti Jumiati
Ayla jangan keras kepala,coba kamu terus terang sama Bayu bahwa kamu masih mencintainya dan kamu takut tidak diterima ayah Bayu.
jangan takut Ayla semoga ayah Bayu mau menerima kamu dan cucunya.
semangat kak ditunggu kelanjutannya makin seru nih,aku suka aku sukaaaaa
syisya
aku berharap Ellen hamil karna keteledoran biar semua orang tahu bahwa dia berkhianat
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto: ok 👌👍
𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒: Terima kasih KK 🤗🤗🙏🙏🙏🙏🙏
total 2 replies
Siti Jumiati
ellen dan sherin berdamailah dengan Ayla karena damai itu indah, introspeksi diri sendiri ellen dan sherin sebenarnya semua kejadian ini adalah ulahmu sendiri.
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
siapakah yg berdiri disana?
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
andai Ellen & Sherin bisa ikhlas. mungkin bahagia itu akan merayap pelan menghampiri. 😌😌😌😌😌😌😌😌😌😌
Siti Jumiati
ditunggu kelanjutannya kak
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
Sherin playing victim. semoga itu tak akan menggoyahkan ayla untuk menuntut keadilan.
Syailendra sekali ini saja, tunjukkan cinta & tanggung jawabmu pada kebahagiaan keturunanmu
syisya
semoga bapak tua menerimamu ay dan menjagamu dari jauh apalagi ada tangan nakal yg ingin melenyapkanmu semoga kaki tangan pak tua sudah lebih dulu menghentikannya, kapan y topeng Ellen terbongkar
Dek Sri
lanjut
abimasta
semogaa ellen tidak tau kalau laras sudah kembali ke indonesia
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!