Akibat kenakalan dari Raya dan selalu berbuat onar saat masih sekolah membuat kedua orangtuanya memasukkan Raya ke ponpes. setelah lulus sekolah.
Tiba disana, bukannya jadi santri seperti pada umumnya malah dijadikan istri kedua secara dadakan. Hal itu membuat orangtua Raya marah. Lalu apakah Raya benar-benar memilih atau menolak tawaran seperti orangtuanya?
Tingkah laku Raya yang bikin elus dada membuat Arsyad harus memiliki stok kesabaran yang banyak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkberryss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nggak ngapa-ngapain?
Keesokannya Raya terbangun di jam lima tepat. Dia meraba-raba guling disampingnya namun tak dijumpai malah seperti memegang sesuatu yang keras.
Matanya melek dan memperlihatkan Arsyad masih berbaring disampingnya.
"Gus?!" Raya berteriak kencang membuat Arsyad terbangun.
"Astaghfirullah, ngapain teriak Raya?"
"Kenapa malah tidur di kasur gue?"
"Lah ini kan sudah jadi kamar saya, lagipula kita sudah menikah Raya tak ada salahnya. Lalu apa tadi kamu yang memegang saya?"
Raya menggeleng merasa tak terima, "Enak aja gue kira guling makanya gue pegang!" Dia langsung beringsut turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi.
Arsyad hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Raya yang sama persis dengan singa ketika bangun tidur rambutnya mengembang dan kusut. Dia melihat jam di hp nya yang terletak pada nakas samping ranjang.
"Ternyata sudah kelewat subuh nya."
Namun dia masih menunggu Raya yang akhirnya keluar juga. Walau belum mandi dan hanya cuci muka sekaligus berwudhu.
"Tunggu saya, kita sholat bersama." Raya tertegun dengan ucapan suaminya, sholat bersama? ada rasa aneh yang tiba-tiba menjalar di tubuhnya.
"Ayo," ajaknya setelah melihat Raya sudah memasang mukena. Lalu menggelar sajadah dan memulai solat subuh berdua didalam kamar.
Di sisi lain Burhan masih kepikiran dengan anaknya yang berpikir bahwa anaknya tidak lagi gadis. Diana yang sedari malam sangat lelah malah di suguhkan dengan kelakuan Burhan yang seperti anak kecil.
"Sudah pagi pa, ayo bangun!" dia masih menggoyang-goyangkan tubuh Burhan hingga dia membuka matanya.
"Papa nggak bisa tidur ma, baru kali ini hanya tidur sejam saja," beritahu Burhan.
"Loh yang suruh tidur hanya satu jam siapa pa? Lagian yang namanya pengantin baru juga sudah pasti melakukan hal itu,"
"Tapi Raya anak kita masih kecil ma," rengeknya agak tidak terima saat Raya memulai menjadi istri sesungguhnya untuk Arsyad. Diana menghela napasnya, lalu duduk disisi ranjang dan menggenggam tangan suaminya.
"Pa anak kita sudah cukup umur kalau melakukan hal tersebut, mama juga awalnya takut dan nggak terima Raya menikah diusia yang terlalu muda, tapi mama yakin kalau dengan begini kita bisa melihat anak kita menjadi lebih baik dan dewasa secara perlahan, sikapnya sekarang akan dapat berubah nantinya walaupun omongan Raya yang suka ceplas-ceplos,"
"Lagian mama semalam nolak papa buat gituan," hadeh Burhan Burhan. Dia tak mau kalah dengan pengantin baru padahal dia sendiri takut anaknya melakukannya.
"Kan udah mama bilang mama capek, nanti deh," jawaban Diana membuatnya semangat lantas dia pergi tidur kembali membuat Diana berdecak kesal menatap suaminya.
"Gimana sih pa, malah tidur lagi emangnya nggak kerja?"
"Papa kan bos nya ma." jawabnya serak, matanya tak tahan harus melek lagi makanya terpejam dengan cepat.
Balik lagi ke kediaman Raya berada, dia turun dari tangga dan melihat semuanya berkumpul di meja makan. Termasuk Inayah, suaminya, dan anaknya. Ada apa demikian, batin Raya.
"Duhai senangnya pengantin baru~" Malik berirama menggoda Raya dan Arsyad. Dilihatnya Arsyad sedang keramas dan tidak mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Atensi mereka terkejut apalagi Bu Sofiyah dan pak Umar bahagia.
"Cie, Om Arsyad udah keramas aja pagi ini," celetuk Farah membuat Arsyad mengernyitkan dahinya. Dia langsung paham apa yang diucapkan oleh ponakannya itu. tak mempedulikan mereka yang menatap aneh padanya, ia mengambil tempat duduk di samping.
"Tapi kal Raya kok jalannya lancar-lancar aja?" Farah kembali bersuara saat mendapati Raya tengah berjalan tanpa kesakitan apapun.
"Hus kamu ngomong apa sih, Farah? Sudah makan aja," Inayah langsung menegur sang putri. Berbeda dengan Malik yang menyantap sarapannya sambil melirik kearah adiknya yang tengah kikuk.
"Kamu nggak papa kan, Syad?"
"Nggak papa mas, kenapa?" Arsyad hanya menjawab demikian tak peduli dengan tatapan Malik. Dia langsung menyantap sarapannya begitupun dengan Raya.
"Nanti umi bikin kan jamu ya, Ray."
Uhuk uhuk
Lantas Raya meminum air didepannya, apa maksud dari dibuatkan jamu untuknya?
Bu Sofiyah langsung menepuk dahinya, ia lupa ada Farah disini meskipun sudah besar tapi tak sepantasnya berkata seperti tadi.
"Emang buat apa umi, kan Raya nggak lagi sakit. Apalagi jamu rasanya nggak enak!"
"Namanya juga jamu, nak." sahut pak Umar dengan senyum.
"Tapi beneran kalian udah ngelakuin itu?" ucapan Malik mendapat tatapan tajam dari Arsyad, tak terkecuali istrinya hingga mencubit pinggang sang suami.
"Ngelakuin apa? Lah wong semalam tidur kok. Nggak ngapa-ngapain," jawab Raya dengan polosnya, walau aslinya dia tahu namun menjawab pertanyaan Malik dengan seperti itu.
"Nggak ngapa-ngapain?" Semua kompak bertanya membuat Raya dan Arsyad tertegun dan saling menatap. Raya dengan kesalnya menginjak kaki Arsyad sampai dia meringis kesakitan.
Akhirnya setelah drama pagi tadi saat dimeja makan selesai. Kini Raya sedang asyik mengamati beberapa kado dari pernikahannya kemarin. Dia mulai membuka secara random karena penasaran dengan isinya.
Arsyad juga di sana di dalam kamar berdua dengan Raya. Dia juga ikut membuka kado satu persatu.
"Gus dapat jam tangan nih, mana couple lagi," dia menyerahkan jam tangan couple yang sangat mewah. Arsyad menerima dari tangan Raya, dia memerhatikan jam tersebut yang tertera nama brand terkenal.
"Siapa ya yang kasih ini? Ada namanya? Mahal banget soalnya," Raya mencari-cari dari orang yang mengirimkan kado tersebut.
"OMG!!! Ternyata mama gue yang ngasih kadonya?"
'Pantas saja ternyata mama Diana yang ngasih' batin Arsyad.
Saat Raya kembali membuka kado dari sahabatnya yang ternyata isinya sangat diluar dugaan.
"Apa itu?" Arsyad bertanya tatkala melihat sekelebat kain yang di lebarkan Raya.
"Nggak kok, bukan apa-apa. Sepertinya kerudung," dahi Arsyad mengkerut tak percaya pada ucapan Raya.
"Kerudung dengan warna merah terang begitu?" dia bertanya demikian karena Raya sukanya warna netral atau yang kalem sesuai warna kulit nya, jangankan pakai warna lemon yang pernah dikasih oleh Bu Sofiyah tapi Raya menolak akhirnya diganti dengan warna lain apalagi warna merah menyala? seperti merah cabe.
"I-iya kok,"
"Kerudungnya kayak ada rendanya begitu ya?" Arsyad mulai menjahili istri kecilnya itu sampai pipi Raya bersemu merah. Sebenarnya Arsyad tahu itu bukanlah kerudung yang dikatakan oleh Raya melainkan gaun khusus yang sangat tipis.
"Ah sudah lah Gus, coba buka yang itu," dia menunjuk kado kotak warna hitam.
"Tapi nanti malam dipakai ya kerudungnya, sepertinya saya suka kamu pakai kerudung apalagi itu dari sahabatmu."
'Dasar mesum, gue tendang baru tau rasa itunya'
"Oh gitu ya," jawab Raya menatap horror Arsyad.
Bug bug bug
Raya memukuli Arsyad dengan bantal guling.
"Dasar ya Gus Arsyad otaknya lagi nggak tepat posisinya ya? Bicaranya nggak sopan sekali!"
"Lho kok saya yang jadi salah?"
"Emang!!!"
'Perempuan selalu benar, sabar Arsyad. Akan ada waktunya nanti.'
•
•
•
Halo... Maaf ya baru update dikarenakan kemarin badanku nggak enak, sekarang udah sembuh. Sehat-sehat ya kalian.
Makasih juga udah setia nunggu update an dari novel ini!!!