NovelToon NovelToon
Garis Takdir (Raya)

Garis Takdir (Raya)

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Nikah Kontrak / Mengubah Takdir / Penyesalan Suami / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: BYNK

••GARIS TAKDIR RAYA••

Kehidupan Raya Calista Maharani penuh luka. Dibesarkan dalam kemiskinan, dia menghadapi kebencian keluarga, penghinaan teman, dan pengkhianatan cinta. Namun, nasibnya berubah saat Liu, seorang wanita terpandang, menjodohkannya dengan sang putra, Raden Ryan Andriano Eza Sudradjat.

Harapan Raya untuk bahagia sirna ketika Ryan menolak kehadirannya. Kehidupan sebagai nyonya muda keluarga Sudradjat justru membawa lebih banyak cobaan. Dengan sifat Ryan yang keras dan pemarah, Raya seringkali dihadapkan pada pilihan sulit: bertahan atau menyerah.

Sanggupkah Raya menemukan kebahagiaan di tengah badai takdir yang tak kunjung reda?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BYNK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16: Pertemuan

"Raya Calista Maharani, gue bilang masuk! YA MASUK! Lo nggak budeg, kan?! Kesabaran gue nggak setebal itu, jadi jangan coba-coba mengujinya. Kalau lo tetap nggak mau masuk, gue bakal seret lo sekarang juga!," Nada suara Arka yang meninggi, ditambah tatapan matanya yang tajam, berhasil membuat nyali Raya ciut seketika.

•••

Di sisi lain, Raya duduk diam, memandang ke luar jendela. Perasaan takut, bingung, dan kesal bercampur aduk di dalam dirinya. Namun, satu hal yang pasti—pria di sampingnya ini punya sesuatu yang direncanakan, dan itu membuatnya semakin waspada.

Tiba-tiba, sebuah mobil menabrak mobil yang mereka tumpangi dari belakang, membuat keseimbangan mobil oleng. Raya terkejut, hampir membentur dasbor, tetapi dengan cepat Arka menahan tubuh Raya, melindungi keningnya dengan tangannya yang kuat.

"Lo nggak apa-apa, kan?" Ujar Arka, matanya tajam menatap wajah Raya yang terlihat pucat.

Raya hanya mengangguk, sebagai tanda bahwa dirinya baik-baik saja. Namun, hatinya masih berdebar. Arka buru-buru turun dari mobil dan berjalan ke arah mobil yang menabrak mereka. Raya hanya bisa menatap punggung Arka yang semakin menjauh.

"Turun lo!" teriak Arka, suaranya bergetar penuh amarah saat dia menghampiri pria yang ada di dalam mobil yang menabrak mereka. Seorang pria keluar dari mobil, mengenakan pakaian yang menunjukkan dia seorang sopir.

"Maaf, Tuan... Mobilnya mengalami masalah pada rem-nya, jadi kejadian ini nggak sengaja. Saya benar-benar minta maaf," ujar sopir itu, menundukkan kepala.

"Harusnya sebelum berangkat lo cek dulu mobil itu! Jangan sampai bikin orang lain rugi begini!" Arka menggeram, napasnya memburu penuh emosi.

"Cepet-cepet, Pak! Saya ada meeting," terdengar suara seseorang dari dalam mobil itu.

"EH! TURUN LO!! MOBIL LO NABRAK MOBIL GUE, BUKANNYA TURUN, MALAH DIEM AJA DI MOBIL!!" teriak Arka, kini lebih keras.

Pria yang ada di dalam mobil itu turun dengan langkah arogannya, menatap tajam bola mata Arka. Netra kedua pria itu saling bersentuhan, tegang, untuk beberapa detik penuh ketegangan.

"Bawa mobil yang bener, dong! Lo pikir jalanan ini punya nenek moyang lo?," ujar Arka dengan nada menantang.

"Cih... Anak ingusan seperti mu berani bicara seperti itu pada saya??, kamu takut orang tua mu marah, karena mobil nya rusak?," ujar Ryan dengan nada sinis, terkesan mencemooh Arka.

"Lo sombong banget sih! Udah tau lo yang salah, nabrak mobil gue, bukannya minta maaf malah menghinakan diri sendiri dengan sikap lo yang sombong itu. Dasar nggak tahu diri!" Arka meledak.

"Ngomong-ngomong soal tidak tahu diri, mau dibayar berapa barang rongsok itu?" ujar Ryan, tidak bisa menahan sindiran tajamnya. Arka menghela napas berat, sebal dengan sikap sombong Ryan yang terus mengolok-olok.

"Emang susah ya ngomong sama manusia arogan kayak lo?, " jawab Arka dengan nada rendah.

"Cih... Buang-buang waktu saja, kalau kamu butuh uang tinggal sebutkan butuh berapa " Ryan hanya mencibir.

" Ckkk... Arka berdecak kesal Lo pikir gue orang miskin? Gak butuh gue duit dari manusia arogan kayak Lo, makan tuh duit.. punya duit tapi gak punya otak " balas Arka sengit, dia tidak terima harga dirinya di injak-injak oleh orang yang tidak dia kenal seperti Ryan.

"Menyusahkan" ujar Ryan dengan wajah datarnya. Namun, tepat saat itu sebuah mobil berhenti di samping Arka.

"Tuan..." Panggil sopir yang turun dari mobil dan berjalan mendekati Arka. Arka sebelumnya telah mengirim pesan pada sopir pribadi keluarganya agar menjemput mereka di sana. Dan ternyata, sopir itu memang sedang dalam perjalanan pulang ke kediaman Louwis, jadi tak butuh waktu lama untuk sampai ke tempat Arka.

"Lama banget sih!, " ujar Arka dengan nada kesal.

"Maaf, Tuan. Jalanan sedikit macet," jawab sopir itu, sedikit terburu-buru.

"Setelah ini, suruh orang bawa mobil ini ke bengkel!" ujar Arka dengan perintah tegas.

"Baik, Tuan," jawab sang sopir mengangguk dengan cepat. Arka kembali menghampiri mobil yang penyok di bagian belakang dan membuka pintu untuk Raya.

"Ayo turun, kita pindah mobil!" ujarnya, suara tegasnya kali ini lebih terdengar santai, meski matanya masih penuh emosi. Raya hanya menghela nafas panjang dan menuruti perintah Arka.

"Ponselmu tadi berbunyi terus, Kak!" ujar Raya, sedikit khawatir.

"Cepet turun makannya, kita udah telat," ujar Arka, mengabaikan ucapan Raya. Dia tak peduli soal teleponnya yang terus berbunyi, dalam langkah yang terburu-buru dia mengambil ponsel tersebut lalu menyalakan mode silent dan memasukkan benda mahal itu ke dalam saku celananya.

Raya keluar dari mobil Arka yang rusak itu, matanya bertemu dengan mata Ryan yang sedang sibuk menelepon seseorang. Beberapa detik keduanya saling pandang, namun akhirnya Raya menunduk dan masuk ke dalam mobil Arka yang lainnya.

Mobil itu melaju dengan lancar, dan sekitar sepuluh menit kemudian, mereka pun sampai di sebuah gerbang besar dengan pilar-pilar tinggi menjulang, yang menunjukkan betapa megahnya rumah tersebut. Pagar yang kokoh itu membuka perlahan, memperlihatkan halaman luas yang hampir tak terbatas. Raya menatap ke arah jendela mobil, terlihat jelas bahwa jarak antara gerbang depan dan halaman rumah itu cukup jauh, dengan jalanan berlapis batu marmer yang rapi dan terawat.

Sekitar dua menit kemudian, mobil pun berhenti tepat di depan rumah yang luar biasa mewah ini. Rumah itu begitu besar, dengan fasad yang elegan dan jendela-jendela besar yang memperlihatkan kilau dari dalam rumah. Kolam renang besar dengan air jernih tampak berkilau di bawah sinar matahari yang mengintip dari balik awan, sementara taman luas dengan rumput hijau terawat membentang di sisi rumah, memberi kesan seperti rumah di film-film Hollywood yang selalu Raya tonton. Rumah ini bukan hanya sekadar tempat tinggal; ini adalah istana yang dipenuhi dengan kemewahan dan kenyamanan yang sulit digambarkan dengan kata-kata.

"Ayo!" Ujar Arka langsung turun dari mobil. Raya ikut turun, namun tiba-tiba saja Arka berkata dengan nada serius.

"Di dalam ada semua keluarga gue. Yang perlu Lo ingat, kalau posisi Lo sekarang adalah calon istri gue. Jadi bersikap elegan lah, jangan buat gue malu," ujar Arka dengan suara yang penuh penekanan.

"Ca... Calon istri?! " Raya terkejut mendengar ucapan Arka. Arka tidak menggubris pertanyaan Raya. Tanpa berkata apa-apa, ia menggandeng tangan Raya dan langsung berjalan memasuki rumah mewah itu.

"Tunggu dulu, kak... Apa maksudmu?!" Raya berkata dengan nada bingung, sambil menarik tangan Arka agar dia berhenti. Tapi Arka hanya diam, mengubah genggaman tangannya menjadi genggaman yang lebih kuat, membuat Raya sedikit meringis menahan sakit, tetapi ia tetap mengikuti langkah Arka yang cepat. Sesampainya di dalam rumah, Arka langsung menyapa keluarga besar yang tengah berkumpul di ruang tamu dengan gaya santai namun tegas.

"Siang semuanya ... Aku datang, maaf sedikit terlambat." Ujar Arka sembari tersenyum.

Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang menyahuti ucapan Arka. Semua orang di ruangan itu hanya diam, terdiam memandang Arka yang tampaknya sangat percaya diri dan tidak merasa perlu memberi penjelasan lebih lanjut. Arka melanjutkan langkahnya, dan Raya mengikuti di belakangnya.

"Ini dia yang ditunggu-tunggu sedari tadi," ujar seorang wanita, yang nampak seperti ibu Arka. Wanita itu memandang Raya dengan tatapan tajam.

"Momm... Dadd, maaf kami sedikit terlambat. Aku ingin mengenalkan seseorang pada kalian," ujar Arka tanpa basa-basi, memecah keheningan. Semua mata kini tertuju pada Raya. Penampilan Raya saat ini, dengan gaun putih elegan dan penataan rambut yang rapi, menarik perhatian semua orang, terutama sang ibu.

"Siapa dia, Arka?" tanya sang ibu, akhirnya membuka suara setelah beberapa saat diam, matanya memandang Raya dengan rasa ingin tahu yang mendalam.

"Dia calon istri ku..." jawab Arka dengan tegas. Semua orang yang ada di sana tercengang mendengar ucapan Arka. Bagaimana tidak, tiba-tiba Arka membawa seorang wanita asing dan dengan gamblang mengatakan jika wanita itu adalah calon istrinya.

"Jangan bercanda, Arka. Di mana Gabby?" tanya sang ibu, dengan nada ragu. Gabby adalah wanita yang sudah bertunangan dengan Arka, anak dari sahabat karib suami sang ibu. Pertunangan mereka sudah berlangsung cukup lama, dan tentu saja sang ibu tidak bisa dengan mudah mempercayai ucapan putranya.

"Gabby sedang bekerja, Momm... Apa yang Mom harapkan dari wanita penghibur seperti dia?" Arka menjawab dengan nada datar, namun penuh penekanan.

"Apa yang kamu katakan, Arka?! Jangan asal bicara!" sang paman, yang duduk di sebelah sang ayah, tiba-tiba menyela dengan nada tinggi. Wajahnya merah padam, tak terima dengan ucapan Arka.

"Aku tidak asal bicara, kalian bisa lihat video yang aku kirim di grup keluarga. Lihatlah perempuan yang kalian pilihkan untukku—wanita yang setiap malam berpindah dari satu ranjang ke ranjang lain hanya demi uang. Apa kalian ingin memiliki menantu seperti dia? Demi apapun, aku tidak mau wanita murahan seperti dia jadi istriku," Arka menjawab dengan tenang, seperti biasanya.

Semua orang membuka pesan video yang dikirim oleh Arka, dan seketika itu juga ekspresi mereka berubah. Betapa terkejutnya semua orang saat melihat video yang menunjukkan Gabby, dengan jelas, sedang berhubungan badan dengan pria tua yang tampak menikmati adegan tersebut.

Raya hanya bisa diam, terpaku, tidak tahu harus berbuat apa. Suasana di ruang tamu semakin tegang, dan Arka pun tetap duduk dengan sikap tenang, meski mata dan suaranya menunjukkan bahwa ia sangat puas setelah menunjukkan hal tersebut pada semua orang yang ada di sana.

Semua mata yang ada di sana tertuju pada Arka, namun pria itu hanya diam, menatap satu per satu orang yang ada di sana. Keheningan yang tegang menyelimuti ruangan, hingga akhirnya sang ibu membuka suaranya.

"Arka...." ujar sang ibu, suara yang terdengar penuh keraguan dan tidak percaya dengan bukti yang diberikan oleh Arka.

"Aku akan menikah dengan dia. Aku mencintai dia, Mom. Terserah kalian merestui atau tidak, aku tidak peduli. Yang jelas, aku lebih memilih dia daripada wanita kotor itu!!" ujar Arka dengan tegas. Diam-diam, Arka menggenggam tangan Raya dengan kuat, membuat Raya menoleh ke arahnya. Raya tahu ini hanya sandiwara, jadi dia memilih untuk diam, mengikuti alur yang telah ditentukan.

"Siapa nama kamu, Nak?" tanya sang ayah tiba-tiba, memecah keheningan yang semakin berat di ruangan itu.

"Emm... A..." Raya menatap ke arah Arka, yang hanya tersenyum manis, menanggapi kegugupan Raya.

"Saya Raya, Tuan," jawab Raya dengan nada canggung yang tidak dapat di sembunyikan.

"Kemari lah duduk di sini, kita bicara terlebih dahulu," ujar sang ayah sambil menepuk sofa di sampingnya, seolah meminta dirinya untuk pindah dan tidak duduk di samping Arka. Dari sudut pandang Raya, dia yakin jika orang tua Arka akan melakukan hal yang tidak bisa dia bayangkan, dan hal itu juga yang membuat Raya semakin gelisah.

"Apakah kamu bekerja atau masih kuliah?" tanya sang ayah lagi, setelah Raya berpindah tempat duduk dan kini duduk di antara ayah dan ibu Arka.

"Saya kuliah, Tuan," jawab Raya dengan canggung, wajahnya sedikit memerah karena merasa semua mata tertuju padanya.

"Akh, masih kuliah ternyata. Syukurlah kalau begitu. Di mana kamu berkuliah?" tanya ayah Arka lagi, semakin memunculkan rasa gugup di diri Raya.

"Di Universitas XXVI, Tuan. Mungkin sebentar lagi saya akan lulus," jawab Raya, berharap untuk terdengar lebih percaya diri meskipun cemas.

"Hahh... Universitas XXVI? Serius??" tanya semua orang yang ada di ruangan itu dengan ekspresi terkejut. Sepertinya mereka tidak menyangka bahwa Raya, seorang gadis biasa, kuliah di universitas yang cukup ternama.

"Dia adik tingkatku di kampus, dia bukan dari keturunan seperti kita, tapi aku sangat mencintai dia. Tolong berikan kami restu. Jika tidak pun, aku akan tetap menikah walaupun tanpa restu dari kalian!" ujar Arka dengan tegas, menatap Raya penuh keyakinan.

"Apa pekerjaan orang tua kamu?" tanya ayah Arka, kembali mempertanyakan latar belakang Raya.

"Dia hanya buruh serabutan, bukan orang berada seperti kalian," jawab Raya jujur, tanpa menghindar. Terkadang kejujuran itu memang pahit, tetapi dia tahu ini adalah bagian dari permainan yang harus dimainkan.

"Emmmm... Tidak masalah. Menikahlah dengan putra kami jika benar kalian saling mencintai!" Jawaban ayah Arka barusan berhasil membuat Raya terdiam seribu bahasa. Pikirannya berputar, dalam hati nya dia berharap orang tua Arka akan mengusir nya dan tidak menyukai nya , tapi kenapa kenyataan yang ada malah sebaliknya.

"Tapi aku ti..." ucapan Raya terpotong oleh Arka yang langsung menyela dengan suara tegas.

"Akh... Bagus lah kalau kalian setuju. Oh ya, sayang, kamu ingin menumpang ke kamar mandi kan? Ayo, aku antarkan," ujar Arka dengan senyum penuh arti, seolah tidak memberi kesempatan bagi Raya untuk berbicara lebih lanjut.

"Bu..." Lagi-lagi, ucapan Raya terpotong, kali ini oleh Arka yang menarik tangannya dengan lembut kasar, seolah memaksa Raya untuk paham pada perintah nya .

"Ayo, tidak usah malu, aku akan mengantarmu," ujar Arka sambil mengajak Raya bangkit dari duduknya.

Semua orang yang ada di sana saling pandang, menatap kepergian Raya dan Arka dengan ekspresi yang campur aduk, entah terkejut, tidak suka atau mungkin masih mencoba untuk memahami apa yang baru saja terjadi. Begitu pasangan itu benar-benar menghilang dari pandangan, sang ibu kembali membuka suara.

"Wanita itu cantik sekali. Juga, dia wanita yang jujur. Dia tidak malu mengatakan yang sebenarnya tentang keluarganya," ujar sang ibu, matanya tetap mengikuti arah kepergian Raya. Ada keheranan yang terlihat di wajah ibu Arka, mungkin juga ada sedikit rasa bangga dengan keberanian wanita itu. Meskipun dia tidak sepenuhnya yakin dengan keputusan anaknya, ada rasa terkesan dengan bagaimana Raya menghadapi situasi yang tidak mudah ini.

"Kakak, kenapa kau mengijinkan Arka untuk menikah dengan wanita seperti dia? Yang mana asal-usulnya pun tidak jelas!" ujar bibi Arka dengan suara meninggi, tak bisa menyembunyikan rasa kesalnya.

"Iya, kak... apa kau tidak mendengar apa yang dikatakan wanita itu? Dia bilang orang tuanya buruh serabutan... Astaga, apa kau gila, kak?" ujar paman Arka, ikut tersulut dengan keputusan yang menurutnya terlalu terburu-buru. Suasana semakin tegang, dengan nada bicara yang semakin keras dan tidak sabar.

"Apa salahnya? Yang kita nikahi itu putri mereka, bukan keluarganya," ujar ibu Arka dengan suara yang tetap tenang namun tegas, menanggapi adik iparnya. Ada keteguhan dalam setiap kata yang diucapkannya, seolah ingin menyatakan bahwa yang terpenting adalah perasaan anaknya, bukan status sosial keluarga Raya.

"Wahhh... Kau benar-benar ingin menghancurkan nama baik keluarga Louwis, hah?" bentak bibi Arka, jelas terlihat bahwa dia merasa tersinggung dengan keputusan itu "Dia wanita miskin, kau tahu tidak sebanding dengan keluarga kita!" suaranya mengandung sindiran tajam yang ditujukan kepada ibu Arka.

"Itu lebih baik, adik ipar, daripada aku menikahkan putraku dengan wanita kotor. Lebih baik dengan wanita itu. Lagi pula, orang tua Gabby adalah sahabatku, bukan sahabatmu. Kau tidak perlu khawatir dengan nama baik keluarga Louwis, aku tahu batasan ku sebagai seorang menantu di sini!" ujar ibu Arka dengan nada yang sedikit menyinggung, seolah memberikan peringatan kepada adik iparnya yang terus-menerus mengkritik keputusan itu.

"Aku menyukai wanita itu, terlihat polos juga penurut. Dibandingkan dengan Gabby, aku lebih menyukai anak itu. Jadi biarkan saja. Dan iya, Sarah, kuharap jaga ucapanmu pada istri ku. Mau bagaimana pun, dia adalah menantu tertua di sini!" ujar ayah Arka dengan tegas, jelas membela istrinya.

Paman dan bibi Arka tampak kesal, dan berniat untuk meninggalkan rumah itu. Mereka merasa sangat tersinggung dengan ucapan kakak iparnya yang seolah menyudutkan mereka. Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, Aryanto ayah Arka dengan tenang menahan kepergian mereka.

"Bukankah tidak sopan bertingkah seperti itu saat bertamu?" ujar ayah Arka dengan nada yang tajam namun tetap tenang, berhasil membuat paman dan bibi Arka mengurungkan niatnya untuk pergi. Mereka kembali duduk dengan wajah yang terlihat kesal, tidak bisa menyembunyikan ketidaksetujuan mereka terhadap keputusan keluarga Arka, meskipun terpaksa menghormati keberadaan mereka sebagai tuan rumah.

1
Nunu Izshmahary ula
padahal cuma bohongan, tapi posesif banget 😅
Nunu Izshmahary ula
emang gak kebayang sih se desperate apa kalau jadi Raya, wahhh🥹🙈
Nunu Izshmahary ula
keluarga Raya gaada yg bener 🤧 orang tua yang seharusnya jadi pelindung pertama untuk seorang anak, malah menjadi orang pertama yang memberikan lukaಥ⁠‿⁠ಥ
Nunu Izshmahary ula
raya bego apa gimana sihh 😭 bikin gregetan deh .. lawan aja padahal
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!