Bayu, seorang remaja yang sedang dalam proses pencarian jati diri. Emosinya yang masih labil, membuat ia mudah tersulut emosi dan juga mudah terhasut.
Suatu malam, Bayu pulang dalam keadaan mabuk. Sang ayah yang kecewa dan marah, tanpa sadar memukulinya.
Termakan hasutan tetangga, Bayu tega melaporkan ayahnya dengan tuduhan kekerasan anak. Hubungan ayah dan anak yang sebelumnya sudah goyah, menjadi semakin buruk. Namun, pertemuannya dengan seorang gadis sedikit membuka mata hatinya.
Sebuah rahasia besar terungkap ketika ibunya pulang kembali ke kampung halaman setelah dua tahun menjadi TKW di luar negeri.
Apa rahasia besar itu?
Mampukah rahasia itu menyatukan kembali hubungan ayah dan anak yang terlanjur renggang?
Ikuti kisah selengkapnya dalam 👇👇👇
MAAFKAN AKU, AYAH
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Kondisi Bayu
.
Bayu terbaring lemah di ranjang Puskesmas, menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Ia sendirian. Ayahnya di penjara, ibunya menjadi TKW di luar negeri. Ia merasa dunia begitu sepi dan kejam. Rasa sakit di pinggangnya semakin menjadi-jadi, seolah mencerminkan penderitaan batinnya.
Ada pak Hasan yang saat ini duduk di kursi tak jauh dari ranjangnya. Tapi, itu tak membuatnya terhibur. Pria yang sibuk sendiri dengan ponselnya. Entahlah ia juga tak peduli.
“Kamu mau Bapak belikan makanan dari luar, Yu?" tanya pak Hasan.
Tapi, Bayu menggeleng. “Tidak usah, Pak. Sebentar lagi juga ada petugas yang mengantar ransum," jawabnya. Ia tahu tawaran itu hanya basa-basi. Apa lagi setelah apa yang dia dengar tadi malam. Dadanya masih terasa sesak jika mengingatnya.
Bayu berusaha bersikap biasa, padahal kedua tangannya terkepal erat-erat, menahan gejolak amarah dalam hatinya. Ia masih membutuhkan pria itu untuk saat ini, sampai ia bisa keluar dari puskesmas ini.
Beberapa saat kemudian, apa yang baru saja Bayu ucapkan terjadi. Petugas datang membagikan makanan sehat untuk semua pasien. Bayu mencoba bangun perlahan. Pak Hasan tidak berusaha membantu, dan dia juga tidak peduli. Ia segera memakan makanan itu meskipun rasanya tawar. Ia harus kuat agar bisa segera keluar dari puskesmas.
***
Matahari telah beranjak naik ketika dokter yang kemarin melakukan pemeriksaan tiba. Dokter muda dengan stetoskop di lehernya, diiringi oleh seorang perawat cantik yang tersenyum ramah.
Melihat kedatangan dokter, Pak Hasan segera berdiri dari duduknya dan menyimpan ponselnya di saku celana.
"Selamat pagi, Mas… " Dokter yang sedikit menggantung ucapannya sambil melihat data pasien yang baru disodorkan oleh perawat. "... Mas Bayu. Bagaimana keadaannya hari ini?”
"Lumayan, Dok. Sudah agak enakan," jawab Bayu berusaha tenang.
Dokter mengangguk dan mulai memeriksa catatan medis Bayu. "Baiklah, saya akan sampaikan hasil pemeriksaan yang kemarin, ya."
Bayu menelan ludah, jantungnya berdebar tak karuan.
"Dari hasil pemeriksaan, ternyata kamu pernah menjalani operasi karena gagal ginjal beberapa tahun yang lalu, ya?" Dokter memilih menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami.
Bayu mendongak, menatap dokter dengan tatapan terkejut. Beberapa kepingan masa lalu berputar bagai slide film. Ia, dia ingat dirinya pernah berhari-hari menginap di rumah sakit ketika masih duduk di bangku SD.
Pak Hasan yang berdiri agak di belakang perawat sedikit kaget. Tapi kemudian mengangkat kedua pundaknya. “Bodo amat,” batinnya.
“Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.” Dokter melanjutkan ucapannya. "Ginjal Mas Bayu kembali mengalami masalah. Ini kemungkinan besar disebabkan oleh seringnya mengonsumsi minuman keras, makanan tidak sehat, ditambah dengan pekerjaan berat yang kamu lakukan."
Bayu terdiam, menundukkan kepalanya. Ia tahu, semua ini adalah kesalahannya sendiri. Andai saja dia mendengar nasehat ayahnya…
"Selain itu, kami juga menemukan jejak narkoba dalam sampel darah kamu," lanjut dokter. "Dan hal ini semakin memperburuk keadaan ginjal kamu sekarang," jelas dokter.
Bayu tersentak. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ia tahan. Ia merasa hancur. Ia merasa tak pernah mengkonsumsi barang haram itu. Ucapan pak Hasan semalam kembali terngiang. Apakah Rio dengan sembunyi-sembunyi mencampuri minuman yang dia minum dengan barang laknat itu?
"Sialan kau, Hasan!" umpatnya dalam hati. "Kau hancurkan hidupku!"
"Mas Bayu? Kamu baik-baik saja?" tanya dokter khawatir melihat reaksinya.
Bayu hanya menggelengkan kepalanya, tidak mampu berkata apa-apa.
"Mulai sekarang, Mas Bayu harus benar-benar menjaga kesehatan dan menghindari semua hal yang bisa memperparah kondisi ginjal kamu.”
Bayu mengangguk lemah, air matanya semakin deras mengalir. Ia merasa begitu bodoh dan menyesal. Ia telah merusak hidupnya sendiri.
Pak Hasan yang sejak tadi berdiri di belakang perawat, mendekat dan menepuk pundak Bayu. "Sudah, jangan sedih," ucapnya dengan nada sok prihatin. "Yang penting sekarang kamu harus fokus untuk sembuh."
Bayu mengabaikan ucapan Pak Hasan. Hatinya dipenuhi amarah dan kebencian. Ingin sekali memaki pria itu, meluapkan semua amarahnya. Tapi ia tidak bisa melakukannya sekarang. Ia masih membutuhkan Pak Hasan sampai dirinya keluar dari puskesmas ini.
"Terima kasih, Pak Hasan," ucapnya lirih dengan suara bergetar.
"Sama-sama," jawab Pak Hasan sambil tersenyum teduh. Padahal dalam hatinya, ia tertawa puas melihat penderitaan Bayu.
"Setelah mempertimbangkan kondisi kamu, kami memutuskan untuk merujuk kamu ke rumah sakit yang lebih besar.” Dokter kembali bersuara setelah melihat Bayu lebih tenang. "Peralatan dan perawatan di puskesmas ini tidak cukup memadai untuk menangani masalah ginjal kamu."
Jantung Bayu berdegup kencang. "Rumah sakit besar?" Bayu mengingat RSUD yang ada di daerah kabupaten ini.
Dokter mengangguk. "Benar. Kami akan segera mengurus surat rujukan kamu."
Bayu terdiam, pikirannya langsung dipenuhi berbagai macam pertanyaan. Rumah sakit besar? Siapa yang akan mengurus semua itu? Ia jelas tidak bisa mengandalkan Pak Hasan yang ternyata memang berniat merusaknya. Ia juga tidak punya keluarga atau teman yang bisa ia mintai bantuan.
"Bagaimana ini?" gumamnya dalam hati. Ia juga pernah mendengar tentang kasus seperti yang saat ini ia alami. Bukan hal biasa. Dirinya harus melalui proses cuci darah dan lain-lain. Siapa yang akan menemaninya?
"Saya mengerti ini mungkin berat untuk kamu," kata dokter dengan nada lembut. "Tapi ini demi kebaikan kamu sendiri. Kami ingin kamu mendapatkan perawatan yang terbaik."
Bayu menghela napas panjang. "Saya mengerti, Dok," jawabnya. "Tapi... bisakah saya menjalani rawat jalan saja untuk sementara waktu?"
Dokter mengerutkan kening. "Rawat jalan? Tapi kondisi kamu..."
"Saya akan baik-baik saja, Dok. Saya berjanji akan berhati-hati dan menjaga diri agar tidak membahayakan diri sendiri lagi.” Bayu bersikeras.
Dokter terdiam sejenak, menimbang-nimbang permintaannya. Ia tahu, kondisi Bayu memang membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit. Tapi jika pasien sendiri yang menolak…
Dokter menoleh ke arah pak Hasan, pak Hasan yang ditatap sedikit gelagapan tapi dia menyetujui ucapan Bayu. Ia sendiri juga tak mau repot jika harus kesana kemari mengurus anak dari musuhnya.
Dokter menghela napas berat. "Baiklah," ucap dokter akhirnya. "Saya akan menyetujui permintaan kamu. Tapi kamu harus janji, kamu akan menjaga kesehatan kamu dan minum obat secara teratur."
Bayu mengangguk cepat. "Saya janji, Dok. Saya akan melakukan yang terbaik."
Dokter tersenyum lega. "Baiklah. Saya akan resepkan obat untuk kamu. Kamu bisa ambil di apotek nanti. Dan satu lagi, harus ada tanda tangan dari wali pasien, bahwa tidak akan ada tuntutan pada pihak puskesmas jika terjadi sesuatu. Karena pasien sendiri yang menolak rujukan.”
Bayu mengangguk. “Pak Hasan yang akan tanda tangan. Beliau wali saya, dan yang telah berbaik hati membawa saya ke Puskesmas ini.” Bayu mencoba tersenyum. Tak apa, yang penting bisa keluar dari puskesmas dulu.
"Sialan!” Dalam hatinya pak Hasan mengumpat. "Merepotkan saja!”
Selamat bermalam di hotel prodeo pak Hadan...👊👊👊👊👊👊
Mo kabur...????? oooo..tidak bisa.....
kalian sdh dibawah pengawasan....🤭🤭🤭🤭