0o0__0o0
Lyra siswi kelas dua SMA yang dikenal sempurna di mata semua orang. Cantik, berprestasi, dan jadi bintang utama di klub balet sekolah.
Setiap langkah tariannya penuh keanggunan, setiap senyumnya memancarkan cahaya. Di mata teman-temannya, Lyra seperti hidup dalam dunia yang indah dan teratur — dunia yang selalu berputar dengan sempurna.
***
"Gue kasih Lo Ciuman....kalau Lo tidak bolos di jam sekolah sampai akhir." Bisik Lyra.
0o0__0o0
Drexler, dengan sikap dingin dan tatapan tajamnya, membuat Lyra penasaran. Meskipun mereka memiliki karakter berbeda. Lyra tidak bisa menolak ketertarikannya pada Drexler.
Namun, Drexler seperti memiliki dinding pembatas yang kuat, membuat siapapun sulit untuk mendekatinya.
***
"Mau kemana ?" Drexler menarik lengan Lyra. "Gue gak bolos sampai jam akhir."
Glek..! Lyra menelan ludahnya gugup.
"Lyra... You promise, remember ?" Bisik Drexler.
Cup..!
Drexler mencium bibir Lyra, penuh seringai kemenangan.
"DREXLER, FIRST KISS GUE"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Masakan Pertama Drexler
...0o0__0o0...
...Mobil sport hitam itu berhenti di depan gedung tinggi berlapis kaca. Hujan masih turun rintik, membasuh lampu-lampu kota yang memantul di aspal basah....
...Drexler turun lebih dulu, membuka payung, lalu berjalan ke sisi lain untuk membukakan pintu bagi Lyra....
...“Turun,” katanya pelan tapi tegas....
...Lyra menatapnya sesaat sebelum melangkah keluar. Udara dingin langsung menyergap kulitnya, menusuk lewat pakaian basah yang menempel di tubuh....
...Tanpa banyak bicara, Drexler membungkuk, lalu mengangkat tubuh Lyra begitu saja. Tampak ringan di satu lengan-nya....
...“Keras kepala,” gumamnya datar sambil melangkah masuk ke dalam gedung....
...Lyra menatapnya dari balik bahu. Bibirnya terangkat kecil. “Yes, I am.”...
...Sekilas, Drexler hampir tersenyum. Hampir....
...Di dalam lift, keheningan menggantung....
...Hanya suara tetesan air dari rambut Lyra yang jatuh di lantai marmer. Tatapan mereka sempat bertemu lewat pantulan dinding lift yang mengilap. Singkat, tapi cukup untuk membuat udara di antara mereka jadi aneh....
...Tegang, tapi hangat....
...Ceklek..!...
...Begitu pintu apartemen terbuka, suasana langsung berganti, hangat, hening, dan tenang. ...
...Lyra langsung loncat begitu saja dari gendongan Drexler dan masuk ke dalam. ...
...Tingkah aktif Lyra sukses membuat Drexler mengumpat, bukan karena marah... melainkan karena khawatir. Takut jika gadisnya akan terjatuh dan terluka....
...Aroma harum samar tercium di udara. Lampu lembut memantul di lantai marmer, menciptakan nuansa eksklusif khas Drexler — bersih, mahal, tapi terasa sepi....
...Lyra berdiri di tengah ruang tamu, matanya berkeliling penuh takjub....
...“Tempat lo keren banget… kayak mini mansion,” celetuknya sambil menatap interior bernuansa abu gelap....
...Drexler menutup pintu, melepas jasnya sekolah nya, dan menjawab datar....
...“Gue gak suka berantakan.”...
...Lyra tertawa kecil. “Gue juga yakin lo gak suka orang berisik.”...
...“Betul.” ...
..."Kecuali gue tentunya". Saut Lyra cepat, tersenyum lebar. Penuh percaya diri....
...Tatapan Drexler turun ke arah Lyra. Rambut gadis itu masih menetes, bajunya menempel di kulit, dingin dan lembap....
...“Naik. Mandi air hangat,” katanya tanpa ekspresi....
...Lyra mengangkat alis. “Ke kamar lo ?”...
...“Sebelah kamar gue kosong.”...
...Drexler membuka lemari kecil, mengambil handuk putih, lalu melemparkan-nya pada Lyra....
...“Pakai itu, dan jangan banyak protes.”...
...Lyra menangkap handuknya, tersenyum geli. “Gue maunya mandi di kamar lo.”...
...“Boleh,” sahut Drexler santai. “Tapi imbalan-nya nanti gue grepe-grepe tubuh lo.”...
...Lyra terkekeh, tidak terkejut. “Lo ngancem gue ?”...
...Drexler menatapnya singkat. “Gue cuma gak mau lantai gue becek.”...
...Lyra memiringkan kepala, matanya berkilat jahil. “Alasan klasik buat hal yang manis.”...
...“Masuk, Lyra." Tekannya sekali lagi. "Gue masak dulu,” ujarnya datar....
...Lyra hampir tertawa. “Lo bisa masak ?”...
...“Lo pikir gue hidup dari udara ?”...
...“Nothing,” katanya sambil berjalan menuju lift. Sebelum pintu tertutup, ia menatap Drexler sekali lagi....
...“Drexler…”...
...Cowok itu menoleh, sekilas....
...“Kalau cowok lain nyuruh gue mandi, gue pasti nolak.”...
...“Dan sekarang ?”...
...Lyra tersenyum lembut. “Sekarang, gue malah nurut.”...
...Drexler tidak menjawab, hanya berbalik menuju dapur. Tapi kali ini, langkahnya sedikit lebih pelan dari biasanya....
...0o0__0o0...
...Uap hangat mengepul tipis dari celah pintu kamar mandi. Suara air berhenti, berganti dengan bunyi gesekan handuk dan langkah pelan di lantai marmer....
...Lyra keluar dengan rambut setengah kering, mengenakan kaos oversize milik Drexler dan celana pendek kain yang membuatnya tampak santai sekaligus menggoda tanpa sengaja....
...Lyra berhenti di depan cermin besar yang ada di kamar milik Drexler, menatap pantulan dirinya. Wajahnya tampak segar, tapi matanya masih menyimpan sisa lelah dari main huja tadi....
...Lyra Moretta Valenstein—kulit putih susu halus, hidung kecil mancung, bibir tipis berwarna merah muda alami, tubuh tinggi ramping dengan lekuk yang pas. Nyaris sempurna tanpa cela....
...“Tantangan bagi gue adalah perintah mutlak,” gumam-nya pelan, senyum tipis terlukis di bibir....
...Tangan-nya menyisir rambut panjang-nya dengan lembut, mengoleskan vitamin rambut milik Drexler, seolah sedang menyentuh sesuatu milik seseorang yang istimewa....
...Pandangan Lyra beralih, menyapu seluruh ruangan. Kamar itu begitu rapi, beraroma khas, tenang, dan dingin—seperti pemilik-nya....
...“Gue suka kamar ini,” katanya setengah berbisik. “Tenang dan dingin. Mirip my Ice Boy... tapi entah kenapa, malah bikin gue nyaman.”...
...Lyra melangkah menuju pintu keluar, jemarinya menyentuh gagang pintu. ...
...Senyum misterius kembali muncul di wajahnya....
...“Mari kita lihat... kelebihan apa lagi yang tersembunyi di balik wajah datarnya itu.”...
...Begitu pintu lift terbuka, aroma gurih langsung menyambut indra penciuman Lyra. Harum tumisan bawang, mentega, dan daging yang di panggang samar menguar ke seluruh ruangan....
...Aroma harum bumbu dan daging panggang tercium samar dari dapur, membuat Lyra penasaran. Ia berjalan pelan, bertelanjang kaki, mengikuti arah bau itu....
...Drexler berdiri di depan kompor. Bertelanjang dada, apron hitam terpasang rapi di tubuhnya. Gerakan-nya tenang dan presisi, seperti semua hal yang biasa dia lakukan....
...Wajan di depannya berisi steak yang mulai kecokelatan, di sisi lain ada kentang panggang dan saus krim yang tengah mendidih perlahan....
...Lyra bersandar di kusen pintu, menatapnya diam-diam dengan senyum kecil....
...“Gue gak nyangka lo bisa masak kayak gini,” katanya akhirnya....
...Drexler melirik sekilas tanpa berhenti mengaduk saus. “Lo pikir orang kayak gue cuma bisa nyuruh orang lain masak ?”...
...“Ya,” jawab Lyra jujur, sambil tersenyum nakal. “Gue pikir lo tipe cowok yang cuma makan di restoran mahal dan marah kalau garam-nya kurang setengah butir.”...
...Drexler menekan ujung lidah ke pipi, hampir tertawa. “Lo terlalu sering nonton drama.”...
...Lyra tertawa kecil, lalu berjalan mendekat. “Tapi serius, lo keliatan… beda.”...
...“Beda gimana ?” tanyanya datar, masih fokus pada steak yang ia balik dengan tenang....
...“Gue gak tahu,” Lyra berhenti di dekat meja, bersandar ringan. “I think...Lebih kayak manusia hidup.”...
...Drexler menoleh sesaat, menatap Lyra dari ujung kepala sampai ujung kaki — rambut setengah basah, kaus kebesaran, mata yang jernih tapi nakal menggoda....
...Glek..!...
...Drexler menelan ludahnya kasar. Jakunnya terlihat naik-turun dengan berat....
...“Lo banyak ngomong,” ucap Drexler singkat. Tapi nada suaranya tak lagi tajam, malah lembut....
...Lyra tersenyum. “Tapi lo gak nyuruh gue diam.”...
...Di atas meja, ada bahan-bahan segar: salmon fillet Norwegia, asparagus, jamur truffle, dan pasta buatan tangan....
...“Wah...” Lyra bersandar di meja bar, matanya membulat. “Gue kira lo cuma bisa bikin mie instan.”...
...“Gue gak makan makanan instan,” jawab Drexler datar....
...“Jadi lo lagi bikin apa ?”...
...“Grilled salmon with truffle pasta,” jawabnya singkat. “Dan sup jagung lembut buat pembuka dan menu lainnya.”...
...Lyra terkekeh. “Tunggu, itu menu restoran mahal, kan ?”...
...“Gue gak suka rasa seadanya.”...
...“OMG,,” gumam Lyra sambil memandangi cowok itu dari ujung kepala sampai kaki. “Cowok dingin, kaya, bisa masak menu bintang lima... Idaman gue banget sih lo, Drexler.”...
...“Berisik,” sahut Drexler tanpa menoleh....
...Cowok itu menata makanan di piring putih elegan, menambahkan saus lemon butter di atas salmon yang masih mengepulkan aroma sedap....
...Semua gerakan-nya terukur dan halus, seperti seseorang yang sudah terbiasa dengan kalangan kelas atas dan disiplin tinggi....
...Drexler menaruh piring di meja bar, menggeser satu ke arah Lyra. “Makan. kecerewetan Lo...gak akan bikin kenyang.”...
...Lyra duduk, mengambil garpu, dan mencicipi-nya pelan, semangat, penuh binar....
...Begitu rasa lembut salmon dan aroma truffle memenuhi mulutnya, matanya langsung berbinar....
...“Gila, ini enak banget. Lo yakin bukan chef profesional ?”...
...“Nothing,” jawab Drexler datar. “Gue gak suka gagal.”...
...Lyra menatapnya sambil tersenyum manis. “Gue baru tau lo bisa seromantis ini tanpa ngomong banyak.”...
...Drexler menatapnya singkat. “Gue gak romantis.”...
...“Lo masakin gue grilled salmon, Xler. Itu udah lebih romantis dari seribu kata manis.”...
...Cowok itu hanya menghela napas pelan. “Jangan GR.”...
...Lyra menatapnya dalam, senyumnya melembut. “Udah terlambat.”...
...Lyra bersandar kursi, menatap Drexler yang kini duduk di seberangnya dengan tatapan datar tapi tak lagi seperti biasanya....
...Cahaya lampu hangat memantul di wajah mereka, dua sosok berbeda karakter, tapi malam itu terasa begitu selaras....
...Dan untuk ke sekian kalinya, Lyra merasa tenang hanya dengan diam di hadapan Drexler....
...Sementara Drexler... diamnya kali ini bukan karena dingin, melainkan karena takut satu hal. Jika bicara lebih banyak, ia akan jujur tentang betapa berharganya gadis di hadapan-nya saat ini....
...Lyra menatap hidangan lain di depannya, steak medium rare dengan kentang panggang dan salad segar di sisi. Uapnya masih hangat, aromanya menggoda....
...“Lo masak kayak chef beneran,” katanya kagum. “Apa ini menu langganan cewek-cewek lo ?”...
...“Gue gak pernah masak buat siapa pun selain diri gue sendiri,” jawab Drexler tenang. Lalu ia menatap Lyra lurus-lurus. “Sampai malam ini... hanya Lo yang pernah gue masakin.”...
...Lyra terdiam. Napasnya tertahan sepersekian detik. Ada sesuatu dalam cara Drexler mengucapkan-nya, tenang, tapi punya makna yang dalam....
...Lyra mengambil garpu, tersenyum kecil. “Kalau gitu, gue harus habisin biar gak nyia-nyiain momen langka.”...
...Drexler tetap duduk di seberang, memperhatikan-nya makan. Tidak ada kata-kata lagi, hanya suara hujan tipis di luar jendela dan denting halus alat makan yang bersahutan....
...Drexler tersenyum tipis, sangat tipis. Lalu ikut makan dengan tenang, tanpa suara....
...Untuk pertama kalinya malam itu, keheningan di antara mereka bukan karena dingin, tapi karena nyaman....
...Sesekali Lyra mencuri pandang, lalu berkata pelan, “Xler…”...
...Cowok itu mengangkat kepala. “Apa ?”...
...Lyra menatapnya lama. “Kalau gue bilang… gue nyaman di sini, lo bakal nyuruh gue pergi gak ?”...
...Drexler berhenti memotong steak-nya....
...Tatapan-nya tenang, tapi suaranya berubah lembut. “Gue gak bakal nyuruh lo pergi. Tapi gue juga gak bakal nyuruh lo tinggal.”...
...Lyra mengernyit. “Maksud lo ?”...
...Drexler menatapnya dalam. “Kalau lo mau tinggal, tinggal aja. Tapi jangan salahin gue kalau nanti lo gak bisa lepas.”...
...Kata-kata itu menggantung di udara. Pelan, berat, tapi penuh makna tersirat....
...Lyra menunduk sedikit, tersenyum tanpa sadar. “Lo bahaya banget, Drexler.”...
...“Dan lo suka menantang bahaya,” balasnya cepat, tanpa ekspresi....
...Mereka saling menatap, dan untuk pertama kalinya malam itu, terasa lebih hangat....
...0o0__0o0...
😌
dexler udh dateng tuh matilah kau bagas 😂😂
😉🤭😅