Aldi remaja yang masih menyimpan kepedihan atas meninggalnya sang bapak beberapa tahun lalu. Dirinya merasa bapaknya meninggal dengan cara yang janggal.
Kepingan memori saat bapaknya masih hidup menguatkan tekadnya, mengorek kepedihannya semakin dalam. Mimpi-mimpi aneh yang melibatkan bapaknya terus mengganggu pikirannya hingga dirinya memutuskan untuk mendalami hal ghaib untuk mencari tahu kebenarannya.
Dari mimpi itu dirinya yakin bahwa bapaknya telah dibunuh, ia bertekad mencari siapapun yang menjadi dalang pembunuhan bapaknya.
Apakah benar bapaknya dibunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A.J Roby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Cokro?
Saat ini Aldi sedang mandi, rencananya ia akan berjalan-jalan dengan Ines. Suara sumbang dengan lantunan nada yang sangat ngelantur ia senandungkan di dalam kamar mandi. Ia menggunakan sampo anti ketombe lalu meratakan ke seluruh rambutnya.
“Wasuuu perih”
Sampo itu tak sengaja turun ke matanya membuatnya buta sejenak. Aldi meraba-raba gayung, setelah menemukan gayungnya ia lalu membilas wajahnya hingga bersih. Saat pertama buka mata yang ia lihat adalah Suro memandanginya.
“Matane” Pekik Aldi
Aldi jatuh terjengkang setelah terkejut melihat Suro masuk ke dalam kamar mandi.
“Ngapain masuk ke kamar mandi si?!” Cibir Aldi kesal
“Tempatku diambil kunti hitam itu, terpaksa aku pindah ke sini” Balas Suro seraya menatap Aldi dari atas ke bawah.
“MAS KOWE LANANG LHO MAS!”
Aldi kesal setengah mati saat ritual paginya diganggu oleh Suro. Untungnya saat buang air ia tidak diganggu Suro. Setelah selesai ia langsung mengganti bajunya bersiap-siap berangkat. Sesampainya di rumah Ines ternyata yang membukakan pintu adalah pak Hasan.
“Pak Inesnya ada?” Tanya Aldi yang canggung.
“Mau main sama Ines nak?”
“Hehe iya pak”
Aldi dipersilahkan masuk ke dalam lalu duduk di sofa yang sama seperti tadi malam. Baru tadi malam ia berada di sini, sekarang kembali lagi namun dengan urusan yang berbeda.
Tak lama Ines keluar dari kamarnya menemui Aldi. Ines menggunakan setelan kemeja biru laut dengan celana berwarna senada ditambah cardigan berwarna putih tulang menambah kesan anggun, Sementara rambutnya ia biarkan tergerai. Aldi sampai tak berkedip saat melihat Ines baru keluar kamar, tanpa sadar pak Hasan memperhatikannya.
“Eheemm”
Batuk kode dari pak Hasan membuyarkan lamunannya, sementara Aldi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Kak kamu mandi parfum?” Tanya Pak Hasan kepada Ines
“Apasih papa” Cibir Ines dengan pipinya yang memerah
“Al, hati-hati ya pulangnya jangan kemalaman”
Setelah berpamitan mereka berdua melaju ke sebuah pusat berbelanjaan. Bangunan dua lantai megah. Lantai bawah digunakan untuk belanja pokok sehari-hari. Mereka berada di lantai dua yang berisi surganya para wanita.
Segala skincare, make up ada di sini. Aldi hanya melihat-lihat serta menemani Ines berbelanja tanpa mengerti sedikitpun produk yang ada di sana. Mereka beralih ke satu rak ke rak yang lain. Hampir dua jam lamanya ia menemani Ines berkeliling.
Pada akhirnya produk yang ia beli adalah produk yang pertama kali dilihat saat mereka baru datang. Ingin rasanya tersenyum kecut, tapi ia tahan karena ingin membahagiakan Ines. Setelah puas menemani Ines belanja kini mereka bergegas menuju tempat makan.
“Seblak yuk kak” Seru Ines
Aldi sebenarnya belum pernah mencoba seblak, karena baginya mie ayam adalah tahta tertinggi yang tak tergantikan. Tapi demi Ines ia pun setuju.
Sesampainya di tempat seblak. Aldi melihat sesosok pocong dengan kain kafan yang lusuh, wajah hitam gosong dengan bau busuk yang amat menyengat. Pocong itu terlihat meludahi setiap mangkok pengunjung. Para pengunjung lain yang tidak dapat melihat pocong itu tentunya menyantap seblaknya dengan nikmat.
Bulu kuduknya meremang, Aldi sedikit terpaku melihat pemandangan menjijikkan tersebut. Hingga si poci merasakan bahwa Aldi dapat melihatnya. Mereka berdua saling menatap dari jauh.
Pocong itu menatapnya dengan nyalang. Aldi sendiri tak mungkin bertarung melawannya karena kondisi yang tidak memungkinkan.
“Nes gimana kalau bakso atau mie ayam aja?”
“Kakak ndak suka seblak?”
“Hehehe” Aldi sambil menggaruk belakang kepalanya yang gatal
Akhirnya Ines mengalah, mereka berdua pun pergi. Sebenarnya Aldi mau saja untuk mencoba seblak, tapi ia tak mau ekstra topping dengan ludah pocong.
Sesampainya di warung bakso yang lumayan ramai, dan tak ada makhluk ghaib yang mengganggu. Mereka berdua makan dengan lahap karena sejak tadi Aldi kelaparan menemani Ines berbelanja.
“Kok ndak dihabisin Nes?” Tanya Aldi sembari menatap mangkok Ines
“Kenyang banget aku kak”
“Habisin dong, biar sisanya ndak dimakan setan”
“Yauda kakak aja yang abisin”
“Kalau aku yang habisin, berarti aku setan dong”
Ines tampak tak bisa menahan tawanya, Aldi sendiri dalam hatinya senang bukan main. Selain ia masih lapar, ia bahagia melihat Ines tertawa saat bersamanya.
Setelah makan nampaknya Ines masih belum puas, sehingga mereka memutuskan untuk nonton bioskop. Ingatannya bersama kak Nara langsung terlintas begitu saja di kepalanya.
“Mau nonton film apa kak?” Tanya petugas loket
Aldi menoleh ke Ines
“Yang itu aja kak” Sambil menunjuk poster film horror
Aldi tidak enak untuk menolak karena sebelumnya ia sudah menolak permintaan Ines untuk makan seblak. Mereka masuk lalu duduk sesuai dengan nomor kursi yang dipesan. Karena siang hari, suasana bioskop tak begitu ramai. Banyak kursi kosong saat pemutaran film.
Lampu dimatikan, film dimulai. Aldi duduk santai menyilangkan kakinya, sedangkan Ines juga duduk tenang. Ines berbeda dengan Nara, dirinya tampak menikmati sepanjang film. Walaupun sesekali menutupi wajahnya dibalik bahu Aldi, namun Ines tak seheboh Nara.
Perhatian Aldi tak seluruhnya tertuju ke film. Melainkan ia melihat sesosok wanita dengan gaun putih panjang duduk di kursi paling atas. Wajahnya putih bersih dengan rambut pirang layaknya seorang noni Belanda.
Ia terpukau melihat sosok tersebut, akan tetapi auranya lumayan negatif sehingga Aldi pura-pura tak melihatnya untuk menghindari pertikaian.
Saat baru saja keluar dari bioskop, ponsel Ines berdering tanda telepon dari pak Hasan. Aldi sedikit menguping percakapan Ines yang intinya menyuruh Ines agar segera pulang.
Motor andalan Aldi melaju membelah bisingnya jalanan. Tak butuh waktu lama, sekitar 20 menit meeka telah kembali ke rumah Ines. Langit menunjukkan warna oranye sore hari.
“Nah ini baru pulang, ayo Al ke rumah Pak Anto lagi”
Ternyata pak Hasan menyuruh Ines pulang karena ada sebuah keperluan dengan Aldi, bukan murni menyuruh anaknya pulang.
Aldi terkikik dalam hati melihat Ines yang manyun karena bukan dirinya yang dikhawatirkan oleh papanya. Tak menunggu lama mereka bertiga beranjak ke rumah pak Anto.
Mereka langsung dipersilahkan masuk oleh pak Anto. Tak lama Firda keluar dari kamarnya, dirinya tampak jauh lebih baik daripada tadi malam meskipun masih dalam masa pemulihan. Ia sudah sanggup berjalan ke ruang tamu.
“Firda, ini Aldi yang ngobatin kamu tadi malam” Ujar pak Anto
Firda terlihat menahan isak tangisnya. Semuanya diam menunggu Firda berbicara
“Aldi” Lirih Firda
“Iya mbak”
“Terimakasih banyak ya, udah nolongin mbak dari makhluk itu”
Sontak satu ruangan memperhatikan Aldi, mereka tak tahu makhluk seperti apa yang dimaksud Firda.
“Iya mbak sama-sama, siapa kira-kira orang yang ngirim mereka?”
“Mungkin Sandi yang ngirim, dia teman kerjaku di kantor dia udah nembak aku berkali-kali tapi aku selalu tolak. Dia suka mabuk, cewenya banyak. Dia juga pernah hamilin anak orang dan ndak mau tanggungjawab. Kalau aku nerima dia, mungkin aku cuma jadi salah satu korbannya aja” Ujar Firda sembari mengusap air matanya
Seketika raut wajah pak Anto berubah, wajahnya merah padam menahan amarah saat tau ada orang yang berniat jahat kepada putrinya. Aldi memaklumi kemarahan pak Anto, Ayah mana yang tak marah saat anaknya disakiti oleh orang lain. Tapi dengan segera emosinya dapat diredam oleh Aldi.
“Mbak, sekarang mbak tenang aja ya. Dia ndak akan berani ganggu mbak lagi, dia udah dapat karmanya” Tukas Aldi seraya menenangkan
Firda menggangguk patuh namun masih dengan isak tangis.
“Kamu sekarang kelas berapa Al?”
“12 mbak, bentar lagi lulus”
Mereka berlanjut berbincang banyak hal random. Suasana mulai cair akibat kekonyolan Aldi. Tak terasa matahari telah tenggelam dari cakrawala, saat itu Aldi memutuskan untuk pulang. Aldi sempat bertukar nomor dengan Firda. Pak Anto sekeluarga berjanji kepadanya suatu saat akan membalas kebaikannya di lain hari.
Aldi mengangguk saja walaupun pada dasarnya ia tak ingin pamrih saat menolong orang lain. Tak lama kemudian Aldi pamit. Sesampainya di rumah masih dengan pemandangan yang sama yaitu sosok nenek lampir yang terikat terbalik di pohon asam jawa. Setelah menyelesaikan kewajibannya ia duduk di teras menikmati segelas kopi dengan sebungkus rokok.
“Siapa yang mengirimmu?!” Ujar Suro mengintimidasi
Nenek lampir itu tak menjawab, tapi malah meludahi Suro dengan tatapan mengejek. Melati yang melihat itu langsung menekan leher si nenek lampir dengan lututnya hingga tercekik.
“Beritahu kami atau kau akan aku bakar!” Tukas Aldi tanpa penawaran
“C-okro” Ujar nenek lampir sambil menahan sakit.
Aldi kebingungan mendengar nama itu, pasalnya selama ia hidup dirinya tak pernah mengenal seseorang bernama Cokro. Bahkan Suro sepertinya tak mengetahui siapa itu Cokro.
“Katakan mengapa Cokro menyuruhmu untuk ikut menghabisi Suprapto”
“Aku tak tahu, selama dia mengikat perjanjian denganku maka aku laksanakan apapun perintahnya”
Melati mengangkat tangannya, semburan api tiba-tiba muncul lalu membakar nenek lampir hingga lenyap tak tersiksa. Kesakitan? Pastinya, suara lirihnya menyayat hati. Aldi sendiri terkejut dengan tindakan Melati yang tiba-tiba bisa sekeji itu.
“Melati!!”
“Dia udah ndak berguna mas” Ujar Melati dingin
“Lain kali jangan main bakar aja sebelum aku minta”
Melati tak mengindahkan dan tetap memandang sosok nenek lampir yang hampir lenyap keseluruhannya.
***
Sebuah gua yang gelap terdapat sesosok pria bertelanjang dada duduk di atas baju. Deru ombak meramaikan suasana malam yang sunyi. Pengap dan gelap namun pria tersebut masih duduk bersila dengan tenang sambil memejamkan matanya.
Sebuah bola api melayang dari pesisir pantai, terbang menuju ke dalam gua gelap nan pengap tersebut. Menghantam pria itu tepat di dadanya hingga terpental.
“Mak lampir itu sudah mati” Ucap Genderuwo perewangan pria itu.
Pria itu tak lain adalah Cokro, ia masih meringis merasakan sakit luar biasa di dadanya.
“Siapa yang membunuh suruhanku?” Ujar Cokro
“Anak dari orang yang kau lenyapkan tiga tahun yang lalu” Balas Genderuwo itu.
“Sialan\, aku harus melapor ke tuan J***”
Kritik, saran dan masukan dari para readers sekalian sangat berarti bagi author, mengingat ini adalah karya pertama dari author. Happy reading😁