Lima tahun pernikahan Bella dan Ryan belum juga dikaruniai anak, membuat rumah tangga mereka diambang perceraian. Setelah gagal beberapa kali diam-diam Bella mengikuti proses kehamilan lewat insenminasi, dengan dokter sahabatnya.
Usaha Bella berhasil. Bella positif hamil. Tapi sang dokter meminta janin itu digugurkan. Bella menolak. dia ingin membuktikan pada suami dan mertuanya bahwa dia tidak mandul..
Namun, janin di dalam perut Bella adalah milik seorang Ceo dingin yang memutuskan memiliki anak tanpa pernikahan. Dia mengontrak rahim perempuan untuk melahirkan anaknya. Tapi, karena kelalaian Dokter Sherly, benih itu tertukar.
Bagaimanakah Bella mengahadapi masalah dalam rumah tangganya. Mana yang dipilihnya, bayi dalam kandungannnya atau rumah tangganya. Yuk! beri dukungungan pada penulis, untuk tetap berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab lima belas. Bella sakit.
"Non Bella kenapa?" Bik Nani datang menghampiri setelah Gavin turun ke bawah menjemput Dokter Sherly.
"Hanya pusing dan mual saja, Bik. Tapi Tuan Gavin berlebihan cemasnya." sahut Bella.
"Hem, itu tandanya Nak Gavin sayang sama kamu, Bella. Belum pernah lo Bibik melihat wajahnya secerah itu. Sejak Non Bella tinggal di sini, Nak Gavin sepertinya berubah. Klo dulu, wih ... Jangankan melihat senyumnya. Bicara aja pelit." Bik Nani mengulik sedikit kepribadian Gavin
"Kenapa begitu, Bik? Apakah ada sesuatu yang terjadi, sampai Tuan berubah." ucap Bella ingin tahu.
"Yah! Sebenarnya perjalanan Nak Gavin itu sangat dramatis Non. Ditinggal kedua orang tuanya karena kecelakaan. Dari kecil dia di didik dengan keras oleh kakeknya. Lalu lima tahun yang lalu, tunangannya lari, meninggalkannya di altar. Sejak itulah Nak Gavin berubah. Tapi Non Bella jangan bilang siapa-siapa ya. Kalau bibik telah cerita soal Gavin." seru Bik Nani yang sedikit menyesal karena telah keceplosan cerita tentang tuannya.
"Aman Bik, Bella tidak akan bilang ke siapa-siapa."
""Iya, Non. Bibik tau kok status pernikahan kalian. Bibik berdoa semoga kalian menjadi keluarga. Siapa tau, Nak Gavin bisa merubah pernikahan kalian menjadi yang sebenarnya."
"Eh, Bibik. Mana boleh begitu. Bella bukan siapa-siapa. Bella hanya sebagai perantara untuk keturunannya Bik. Aneh ya Bik. Kenapa Tuan melakukan semua ini. Menyewa rahim untuk memperoleh keturunan. Tidakkah dia bisa menikahi wanita pilihan hatinya?"
"Ssttt! Bibik juga gak tau. Mungkin hatinya terlalu patah karena dikhianati." seru Bik Nani, karena mendengar derap langkah menuju kamar Bella.
Benar! Dua sosok yaitu Gavin dan Dokter Sherly telah tiba di ambang pintu.
Bik Nani memutar langkah ke sisi ranjang yang lain.
Gavin dan Dokter Sherly di sisi lainnya.
"Apa kabar Bella." sapa Dokter Sherly ramah.
"Baik Dokter,"
Dokter Sherly membuka kotak peralatannya. Lalu memeriksa tekanan darah dan bagian lainnya.
Gavin, menyaksikan semuanya dalam diam.
"Tidak ada hal yang serius. Mual dan pusing itu biasa di awal kehamilan. Nanti memasuki trimester kedua semua akan pulih. Tapi setiap bulan harus kontrol untuk melihat perkembangan janin.
Kamu harus komsumsi makanan bergizi. Meski merasa mual asupan makanan yang bergizi harus tetap masuk. Kalau tidak suka makanan tertentu, bisa diganti dengan yang lain.
Besok, saya tunggu kedatangan kalian untuk kontrol ya." Urai Dokter Sherly panjang lebar. Lalu menulis sesuatu di secarik kertas. Memberikannya pada Gavin.
"Ini beberapa obat yang harus ditebus di apotik. Untuk mengurangi mual dan muntah. Juga beberapa vitamin dan susu untuk ibu hamil.
"Gavin memeriksa tulisan di secarik kertas itu. Mengganguk tanda memahami ucapan dokter.
"Meskipun mual usahakan tetap ada masuk makanan ya. Biar kamu tidak lemas. Kasian dedek dalam perut kamu nanti kelaparan." canda Dokter Sherly. Bella tersenyum mendengar ucapan dokter itu. Begitu juga dengan Gavin.
Dokter Sherly membereskan peralatannya kembali ke dalam kotak.
"Jangan lupa besok datang ya. Biar kita periksa lewat USG."
"Baik dokter, terimakasih ya." Dokter Sherly tersenyum. Sepertinya dia mau ngomong sesuatu pada Bella sahabatnya itu. Tapi karena Gavin masih berada di antara mereka, Dokter Sherly tidak berani.
Terdengar nada panggilan ponsel. Ternyata Gavin mendapat panggilan.
"Sebentar ya dokter, aku ke bawah dulu." Gavin bergegas turun. Bik Nani juga pamit mau melanjutkan pekerjaannya. Dokter Sherly menarik nafas lega, akhirnya kesempatan itu datang juga.
"Bagaimana Bella, apakah kamu baik-baik saja selama disini? Aku sangat mencemaskanmu. Kamu juga tidak pernah memberi kabar."
"Aku baik-baik saja, Sherly. Dia memperlakukan aku dengan baik kok. Kan aku tengah mengandung anaknya. Masa aku diperlakukan kasar." ucap Bella menenangkan sahabatnya.
"Syukurlah kalau begitu. Tapi kamu harus tetap hati-hati. Aku pernah dengar kabar kalau dia itu sangat kejam kalau ada yang mencari masalah dengannya. Tolong jaga baik-baik bayi dalam kandunganmu itu. Eh, aku sempat dengar kalau Gavin menikahimu? Kok bisa sampai begitu?"seru Sherly keheranan.
"Hanya menuruti keinginan kakeknya saja. Kebetulan aku mengenal kakeknya."
"Oh, trus bagaimana dengan suami kamu."
"Kami telah bercerai, Ternyata dia selingkuh dan membawa selingkuhannya ke rumah. Mertuaku malah mengetahui semua itu."
"Dasar keluarga toxic. Syukurlah kamu terlepas dari mereka. Apa mereka tau kamu hamil?"
"Tidak. Selingkuhannya sendiri katanya hamil. Sehingga mereka semakin menindasku."
"Huh, bagaimana mungkin bisa hamil. Jangan-jangan wanita itu menjebak suamimu."
"Aku juga yakin soal itu. Tapi biarlah . Itu urusan mereka."
"Andai mereka tau kau hamil dan dinikahi Pak Gavin."
"Ryan hadir dalam pesta pernikahanku. Sepertinya dia shok melihatku menikah secepat itu."
"Bener? Wah! Bisa kubayangkan seperti apa parasnya saat melihatmu." Sherly tertawa.
"Dia benar-benar kaget. Sepertinya dia tidak percaya tapi fakta ada di depan matanya."
"Huh, biar dia rasakan akibat dari perbuatannya. Selepas kamu melahirkan nanti, kamu akan bebas terbang ke mana saja. Kamu sudah punya uang. Tunjukkan pada mereka bahwa kamu bisa bangkit."
"Tapi ...." ucapan Bella menggantung.
"Tapi kenapa, Bell? Apa ada sesuatu yang kamu cemaskan?" Sherly menatap sahabatnya itu penuh kasih.
"Bagaimana nanti kalau aku tidak bisa melepas bayi ini setelah aku melahirkannya? Aku juga sangat menginginkannya karena dialah yang pertama menghuni rahimku."
"Bella! Kamu tidak boleh berpikir seperti itu. Inilah sebenarnya hal yang aku coba peringatkan padamu. Ingat perjanjian kontrak itu. Kamu sudah menandatanganinya!" ucap Sherly panik mendengar penuturan Bella. Yang sepertinya berubah pikiran.
"Iya, aku sadar akan hal itu. Tuan Gavin juga sudah banyak berkorban untukku. Rasanya kejam sekali kalau aku tidak mau menyerahkan anak ini nanti. Sementara kalau bersamaku dia akan menderita dan tidak memiliki masa depan." ungkap Bella sedih.
"Bell, kamu jangan berpikir seperti itu. Kamu harus fokus pada kehamilanmu saja. Nanti itu akan mempengaruhi janinmu. Kamu harus ceria, jaga kesehatanmu hingga kamu melahirkan. Jalani saja proses kehidupan yang datang menghampirimu. Percayalah, semua akan baik-baik saja. Oke." Sherly mencoba memberi semangat pada sahabatnya itu.
"Tapi, Sherly. Seandainya nanti aku telah melahirkan.. Bisakah nanti kamu rekomendasikan biar aku yang menyusui bayiku. Rasanya aku tidak tega kalau aku harus meninggalkannya begitu dia lahir." ucap Bella serius.
"Oh, masalah itu kita bahas lain kali saja ya. Untuk sekarang kamu harus fokus pada kehamilan mu saja. Dan satu hal lagi, pegang rahasia kita itu." Bisik Sherly mengingatkan Bella.
"Maksudmu apa?"
"Sstttt, jangan bicara keras Bell," Sherly memperingatkan. Takut tuan rumah mendengar pembicaraan mereka.
"Maksudku, soal benih yang tertukar itu, jangan sampai Gavin mengetahuinya."
"Ouh," Bella terbeliak saat Sherly mengingatkan soal itu. Lalu mengangguk keras. Bella tidak melanjutkan lagi ucapannya karena mendengar langkah Gavin menuju kamarnya.***