"Mama kemana, ti? Kok ndak pulang - pulang?"
-----------
"Nek nanti ada yang ajak kamu pergi, meskipun itu mamak mu, jangan ikut yo, Nduk!"
-----------
"Nggak usah urusin hidup gue! lu urus aja hidup lu sendiri yang rusak!"
-------------
"LEA! JANGAN DENGER DIA!!"
-------------
"GUE CUMA MAU HIDUP! GUE PENGEN HIDUP NORMAL!! HIKS!! HIKS!!"
-------------
"Kamu.. Siapa??"
----
Sejak kematian ibunya, Thalea atau yang lebih akrab di sapa dengan panggilan Lea tiba - tiba menjadi anak yang pendiam. Keluarga nya mengira Lea terus terpuruk berlarut larut sebab kematian ibunya, tapi ternyata ada hal lain yang Lea pendam sendiri tanpa dia beri tahu pada siapapun..
Rahasia yang tidak semua orang bisa tahu, dan tidak semua orang bisa lihat dan dengar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Jumillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS. 15. Suara tanpa sosok
Sepanjang jalan menuju ke rumah mak tua, Lea di panggil - panggil oleh sosok yang tidak Lea ketahui siapa.. Karena hanya ada suara tapi Lea tidak melihat apapun.
Sampai akhir nya Lea dan Sugeng sampai di rumah mak tua, dan di sana Lea di sambut oleh nenek tua.. Ibunya mak tua dan Lea memanggil beliau dengan sebutan buyut. Dia sangat ramah dan langsung memeluk Lea menyambut nya dengan hangat.
"Cah ayu.. ya Allah gusti, mrene nduk." Ujar buyut, di peluk nya Lea erat erat.
Rumah mak tua masih terbuat dari bilik bambu, tapi memang secara struktur bangunan lebih besar dan luas rumah mak tua dari pada rumah utinya Lea. Di sana juga masih menggunakan lampu teplok, tapi ruang tamu dn ruang tengah menggunakan lampu minyak gantung, sehingga rumah itu lebih terang dari rumah utinya Lea.
"Sudah maem, nduk?" Tanya buyut.
"Sudah, yut." Sahut Lea.
Lalu datanglah lek kecil Lea, anak mak tua yang bungsu yang umur nya 3 tahun di atas Lea, dia menatap Lea dengan tidak ramah, dia melenggang pergi keluar begitu saja karena di depan sudah ramai di jemput teman nya.
"Firman! Iki lho ada adekmu, kok ngunu (gitu) ndak di sambut." Ujar buyut.
"Mau main!" Sahut nya, dan pergi keluar.
Lea tau, paman kecil nya itu tidak menyukainya. Setiap kali mak tua memberikan sesuatu padanya, Firman selalu menatapnya dengan tatapan marah.
"Ojo di pikiri nduk, mrene lenggah.." Ujar buyut, lalu dia membawa Lea duduk di ranjang nya.
Ranjang mbah buyut ada di ruang tamu, pembatas nya hanya menggunakan kain jarik yang di pasang seolah itu tirai, Sugeng sendiri pergi ke luar setelah mengantar Kea masuk. Lea duduk di sana, ia heran, kenapa tidak ada mak tua nya dan ayah nya..
"Bapak Lea mana, yut?" Tanya Lea.
"Bapakmu lagi beli kopi nduk, nanti pulang." Ujar buyut.
Dan benar.. Ayah nya muncul dari pintu masuk. Ayah Lea tersenyum melihat Lea, Kea pun bangun dan salim, tapi dia tidak semanja dan seantusias beberapa tahun lalu.. Wajah nya biasa saja.
"Udah dari tadi, nduk?" Tanya ayah nya.
"Lea baru sampe." Sahut Lea..
Lea selalu merasa takut salah bertindak, apapun yang di lakukan di depan ayah nya dia jaga sikap nya. Tidak seperti anak berusia 6 tahun kebanyakan, Lea begitu pendiam dan berpikir banyak hal.. Dia tidak mau di pukul lagi.
"Sek yo, bapak buat kopi dulu." Ucap ayah Lea dan Lea mengangguk.
Lea kembali duduk dengan buyut nya, tapi agak nya buyut nya sudah mau tidur.. Lea sampai di rumah itu sekitar jam 19.30 malam, dan sepertinya itu sudah jam nya buyut nya tidur.
"Hoaamm.. Nginep sini yo, nduk." Ujar buyut nya dan Lea menggeleng.
"Ndak mau, yut. Lea pulang aja nanti." Sahut Lea.
Lalu Lea mendengar percakapan ayah nye dengan kakung nya, rupanya kakung nya di rumah tapi tidak menemui Lea. Entah mengapa kuping Lea bisa begitu tajam dari biasanya, dia mendengar apa yang di katakan oleh kakung nya.
"Anak mu kok orang lain yang repot! Bawa balik dia sendiri, jangan nyuruh Sugeng!" Itu yang Lea dengar.
"PRANG!!" Terdengar benda pecah dari dalam.
Buyut Lea yang mendengar itu akhir nya bangun dan menggandeng Lea keluar, jalan nya sudah bungkuk. Dia membawa serta satu kantong plastik hitam di tangan nya sambil menggandeng Lea.
"Dia cucumu lho pak, ndak kasihan toh sama anakku?" Ujar ayah Lea.
Itu hal terakhir yang Lea dengar sebelum dia pindah keluar, Lea tidak bereaksi apapun.. Dia tetap diam, tapi hatinya sedih.
"Duduk di luar enak nduk, semriwing. Bulan nya bunder iku, padang (terang)." Ujar buyut Lea.
Lea tidak mengucap apapun, dia hanya duduk di depan buyut nya yang membongkar isi plastik hitam yang di bawa nya. Rupanya isi nya kinang, buyut Lea meracik kinang dan kemudian mengunyah nya. Setelah itu buyut Lea mengeluarkan uang, pecahan 20 ribu an dan di berikan pada Lea.
"Buat jajan mu nduk." Ujar buyut Lea.
"Makasih, yut.." Ujar Lea tersenyum.
Lea sangat asing di sana, karena sangat jarang dia datang ke rumah mak tus nya.
"Nanti kamu tinggal di sini, saja sama buyut. Rumah buyut masih lega.." Ujar nya, entah apa artinya.
"Lea ndak mau." Sahut Lea.
"Eh, kenapa? Di sini enak, lho." Ujar buyut.
Belum sampai Lea menjawab, ayah nya keluar dengan penuh emosi, tiba - tiba Lea di gendong begitu saja lalu di bawa pergi dari sana.
"Mas! Mau di bawa kemana, Lea?" Tanya Sugeng, kebetulan Sugeng sedang kumpul dengan teman - teman nya tak jauh dari rumah.
"Balik!" Sahut ayah Lea.
Lea ketakutan sejujur nya, tapi dia hanya bisa diam.
"Mas! Ojo kasar - kasar toh, kasian Lea." Ujar Sugeng.
"Koe urus sana bapakmu, supaya jangan sembarangan ngomong kalo ada anakku." Ujar ayah Lea, lalu berjalan pergi.
Untuk pertama kali nya lagi Lea melihat ayah nya menangis setelah terakhir kali Lea melihat ayah nya menangis di hari kematian ibunya, Rianti. Ayah Lea menangis sambil menggendong Lea dan berjalan menyusuri jalanan menuju pulang ke rumah Lea.
"Maaf yo nduk." Ujar nya.
"Bapak kok nangis?" Tanya Lea.
"Ndak, bapak tadi kena asap habis bakar - bakar damen ( pohon padi kering)." Ujar ayah Lea.
"Ohh.." Gumam Lea.
"Iyo, asap nya perih di mata jadi bapak nangis." Ujar ayah nya, Lea hanya mengangguk, dan fokus mendengarkan sekitar nya yang lagi - lagi ramai.
"Lea.."
"Lea.."
Lea terus mendengar suara - suara itu, karena takut dia memeluk leher ayah nya. Ayah Lea pun seperti nya tau anak nya merasa ketakutan, tapi itu aneh.. seharus nya Lea sudah tidak sensitif dangan hal - hal berbau metafisik.
"Lea liat apa?" Tanya ayah Lea.
"Ndak liat apa - apa, pak." Sahut Lea, karena memang dia tidak melihat apapun, hanya suara mereka begitu mengganggu.
"Lea koe lali ( Lupa) sama aku."
Lea makin mengeratkan pelukan nya di leher ayah nya, Lea melirik kesana kemari tapi dia memang tidak melihat siapapun, atau sosok apapun.. Kali ini suaranya adalah suara anak kecil.
"Lea aku teman kamu."
"Maaf yo, Lea main nya sebentar.. Nanti Lea main lagi kalo bapak sudah pulang, yo?" Ujar ayah nya.
"Bapak mau pergi ke laut?" Tanya Lea, dan ayah nya mengangguk.
"Iya, kan katanya Lea mau sekolah. Bapak mau cari uang buat sekolah Lea, Lea jangan nakal yo sama uti sama lek Bowo." Ujar ayah Lea, dia sambil menghisap ingus nya.
"Iya pak." Sahut Lea.
"Kalo bapak atau lek Sugeng atau mak tua ndak di rumah, Lea jangan main ke rumah mak tua, yo?" Ujar ayah Lea.
"Iya pak." Ujar Lea lagi.
Ayah Lea menutup kuping Lea dan ajaib nya Lea tidak mendengar suara apapun, Lea akhir nya tertidur dalam gendongan ayah nya.
Ke esokan harinya..
Lea bangun, dan terkejut dirinya ada di rumah. Lebih terkejut lagi karena ternyata sudah pagi, padahal semalam dia pertama kalinya lagi di gendong ayah nya sepanjang perjalanan pulang, Lea bahagia luar biasa bisa gendong ayah nya lagi setelah terakhir kali iya di gendong dulu.
"Beras ndak ada! Duit ndak ada! Kita makan rumput!?"
Lea mendengar lek Bowo nya sudah mengomel di pagi hari, Lea lalu duduk dan mendengarkan lagi semua keributan itu.
"Jangan khawatir Lea.."
DEG!!!
Lea terkejut mendengar suara anak kecil yang di dengar nya di sepanjang jalan semalam, Lea menoleh kesana kemari mencari sumber suara itu, tapi tidak ada siapapun..
"Kamu cari aku? Kamu ndak bisa liat aku Lea." Ujar ucap suara itu lagi.
"Kenapa?" Untuk pertama kalinya Lea menjawab suara itu.
"SSSRRRRAAAAA..." Tiba - tiba Lea merasa merinding, seperti ada yang meniup wajah nya.
"Karena matamu di tutup." Ujar suara itu.
"Aku melek, kok." Ucap Lea..
"Bukan mata itu Lea, tapi matamu yang lain. Ndak apa - apa, kamu masih bisa dengar aku. Boleh kita berteman, Lea?" Ucap suara itu.
Lea masih mengernyit kebingungan, mata mana yang di maksud, matanya cuma dua dan dia melek. Lea sampai menyentuh matanya dan memastikan dia melek, bahkan dia melihat jelas ruangan kamar orang tua nya.
"Tapi aku ndak bisa liat kamu." Ujar Lea.
"Ndak apa - apa, aku kan bisa liat kamu." Ucap Suara itu..
"BRAK!"
Lea terlonjak kaget saat pintu kamar nya di buka tiba - tiba, itu lek Bowo.
"Beli nasi sana!" Ujar lek Bowo.
"Uang nya, lek." Ujar Lea.
"Bilang utang dulu!" Ucap lek Bowo, dan Lea mengangguk.
Lea turun dari ranjang, dia menoleh kesana kemari mencari sosok pemilik suara tadi, tapi tetap tidak ada. Akhir nya Lea pergi ke belakang untuk mencuci wajah nya, dan barulah dia berjalan pergi ke warung nasi.
Tapi saat di jalan, Lea ingat dirinya di beri uang oleh buyut nya, dia pun tersenyum dan dengan semangat berlari menuju ke warung. Dia bertemu teman - teman nya tapi teman - teman nya juga seperti menjaga jarak dari Lea, entah mengapa..
"Lea nduk, makam mama kamu sering di tengok yo nduk, banyak rumput nya." Ujar salah seorang ibu ibu.
"Makam mama Lea?" Tanya Lea.
"Iyo, kamu ndak tengokin? Kasihan mama kamu ndak di tengokin." Ucap ibu ibu itu lagi.
"Tapi Lea ndak tau yang mana makam mama, wa." Ukar Lea.
"Oiya, kan dulu kamu kecil ya. Nanti uwa tunjukin kalo kamu main di deket rumah uwa, utimu lho sudah lama ndak ke makam." Ujar ibu - ibu itu.
"Iya uti sakit, wa." Ujar Lea.
Setelah nasi bungkus nya di dapat, Lea kemudian pergi dari sana.. Dia juga jadi kepikiran dengan ucapan ibu - ibu tadi, dia juga penasaran di mana makam ibunya..
"Makam mama di mana, ya?" Gumam Lea.
BERSAMBUNG.
Tinggal sama demit mungkin lebih baik😅, daripada sana sini gak diterima
Lalu kendalikan tuh para setan, buat nakut2 para orangtua yang tak bertanggungjawab....
atau jadi dukun sekalian ....
balikkan keadaan ,jadikan dirimu wanita sukses.
Lea sdh berkembang lagi
miris nasibnya Lea ,
jgn2 nenek2 itu yg mengawali terbuka nya mata batin Lea