Setelah sepuluh tahun berumah tangga, akhirnya Sri Lestari, atau biasa di panggil Tari, bisa pisah juga dari rumah orang tuanya.
Sekarang, dia memilih membangun rumah sendiri, yang tak jauh dari rumah kedua orang tuanya
Namun, siapa sangka, keputusan Tari pisah rumah, malah membuat masalah lain. Dia menjadi bahan olok-olokan dari tetangganya.
Tetangga yang dulunya dikenal baik, ternyata malah menjadikannya samsak untuk bahan gosip.
Yuk, ikuti kisah Khalisa serta tetangganya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amar Hilang Kabar
"Kenapa harus begini sih bang? Kenapa keluarganya tega?" lirih Amar di sebuah penginapan yang ada di daerah tempat tinggalnya.
Amar memilih untuk beristirahat di penginapan. Karena dia masih enggan pulang ke rumah. Apalagi jika harus bertemu dengan emaknya.
Azhar diam, begitu juga dengan Tari. Karena keduanya, di mintai kesana, hanya untuk mendengarkan keluh kesah Amar.
Setelah kembali dari rumah Salsa. Amar memutuskan mencari penginapan terdekat. Dia langsung menghubungi Azhar untuk ke sana. Tak lupa, menyuruh membawa Tari juga. Karena biasanya perempuan lebih memahami tentang yang namanya hati.
"Mungkin, bulan ini, terakhir kalinya aku mengirimkan emak uang. Karena dalam pikiran emak uang ialah segalanya. Makanya, aku menghilangkannya," lanjut Amar lagi.
Lagi-lagi Azhar dan Tari diam. Karena jika mereka bicara ataupun memberi nasehat, semua juga percuma. Sebab jika orang patah hati, akan sulit diingati.
...🍁🍁🍁...
"Juli, coba kamu tanya sama Amar, kenapa hari ini dia belum mengirimkan aku uang bulanan? Aku mau beli emas lagi, mau di pakai saat ke undangan nanti," Rohani datang ke rumah Juli.
"Nomornya gak aktif wak. Aku sudah mengirimkannya pesan sejak satu minggu yang lalu, tapi belum masuk sampai sekarang," ungkap Juli.
"Kenapa bisa gitu? Atau coba kamu hubungi lewat nomor baru aja,"
"Sama wak, nomor Amar udah gak aktif," sahut Juli.
"Kalo gitu, besok temani uwak untuk menghampirinya," cetus Rohani.
"A-aku gak tahu, dia merantau kemana wak, karena dia gak pernah memberitahunya," ujar Juli jujur.
Iya, Amar tidak pernah memberitahu pada siapapun kemana dia merantau. Termasuk pada emaknya dan juga Azhar. Orang yang di percayainya.
...****************...
Sudah lima bulan, Amar tidak mengirimkan uang untuk emaknya. Kini, seseorang datang ke rumah Rohani.
Dia juga membawakan dua orang preman, sebagai pelindung sekaligus orang yang akan menggertak Rohani.
Begitu tiba di rumah Rohani. Kedua preman langsung menggedor-gedor pintu tanpa mengucapkan salam.
"Ada apa? Gak belajar sopan santun kah? Hah?" hardik Rohani kala membuka pintu rumahnya.
Dia yang sedang tidur siang merasa terganggu.
"Eh," nyalinya langsung ciut. Kala melihat siapa yang menggedor pintu. Di tambah orang yang sangat di kenalinya berada di sisi mereka.
"Pa-pak Samad, a-ada apa pak?" Rohani terbata-bata.
"Kenapa tidak ada lagi transferan selama lima bulan terakhir? Bahkan, kabar pun menghilang? Kalian berniat untuk kabur kah?" hardik lelaki berkepala plontos itu.
"A-apa? Lima bulan?" Rohani terkejut.
"Sialan, bahkan dia berani tidak membayarkan hutang abangnya?"
"Cepat bayar hutang mu, atau kebun sawitmu kami sita," hardik lelaki berkepala plontos.
Rohani tersentak, dia masuk ke dalam sembari menggerutu, juga menyumpahi Amar. Kemudian ia mengambil uang simpanannya.
"Dasar durhaka, bukannya menolong emaknya malah menghilang entah kemana," umpatnya.
Dengan membawa uang segepok, Rohani keluar masih dalam keadaan menggerutu. Dia masih gak habis pikir, tentang apa yang dilakukan Amar di perantauan sana.
"Nah, sepuluh juta ... Sesuai kesepakatan, sebulan dua juta kan?" Rohani menyerahkan uang pada lelaki berkepala plontos itu. "Berapa sisanya?"
"Empat puluh tiga juta lagi, itu sudah sama bungannya ..." sahut lelaki itu, seraya menulis bukti tersebut.
Setelah lelaki berkepala plontos pergi, tak sengaja mata Rohani menangkap Tari yang ada di teras rumahnya. Dan sudah pasti, Tari menguping ataupun menertawakan keadaannya sekarang.
Di sisi lain, Tari memang melihat tiga orang lelaki yang keluar dari rumah Rohani. Namun, dia acuh. Toh, dia tidak mengenali mereka semua.
Walaupun Tari tahu, lelaki yang botak itu, merupakan salah satu rentenir di kotanya. Namun, untuk berbasa-basi dengan orang itu, bukan lah, kelebihannya.
"Udah kan? Ayo," ajak Azhar.
Tari mengangguk, dia pun menaiki sepeda motor supra. Hari ini, dia dan Azhar berencana ke tempat penjual sepeda motor bekas. Mereka berencana membeli sepeda motor matic, untuk Tari.
Sebab, sekarang Daffa sudah memasuki bangku smp. Dan jarak smp dengan rumah mereka hampir empat km. Jadi, mau tak mau, Daffa harus diantar jemput oleh Azhar.
Akan tetapi terkadang saat Azhar bekerja, dia tidak sempat menjemput Daffa.
Alhasil, anaknya itu harus pulang dengan jalan kaki, ataupun nebeng sama siapa saja,yang searah.
Maka dari itu, dengan sisa tabungan dan pinjaman dari Sari. Mareka langsung ke dealer motor.
Setelah membayar sejumlah yang di sepakati mereka pun, langsung membawa pulang sepeda motor tersebut.
"Alhamdulillah ya bang, akhirnya," ucap Sari dengan penuh syukur.
"Iya, semoga berkah ya dik," sahut Azhar.
Sekarang, keduanya sudah tiba di rumah.
Daffa kegirangan kala melihat sepeda motor baru terparkir indah di depan rumahnya. Dia sangat senang, karena tidak usah lagi pulang dengan berjalan kaki. Karena jujur, itu sangat melelahkan.
"Motor bekas? Kirain motor baru," Rohani yang baru pulang dari warung, tak sengaja melihat motor baru terparkir di teras rumah Tari.
"Iya, tapi baru bagi kami," sahut Tari.
"Ini sih, kayak punyaku yang dulu, masih dibawah punyaku yang sekarang," sambung Rohani lagi.
"Iya bu, ibu mah beda, orang berada," sahut Tari sekaligus mengejek.
"Nah, itu tahu ... Kayak orang tadi, datang ke rumah sengaja menawariku pinjaman. Ya, aku tolak lah," ungkap Rohani berbohong.
"Wah, masak sih bu? Tapi, untuk apa juga bu minjam, kan uang wak sendiri banyak ya," lagi-lagi Tari ikut jadi kompor.
Rohani langsung memilih untuk duduk, karena menurutnya sekarang Tari enak di ajak ngobrol.
"Nah, itu kamu tahu ... Gak kayak Suryani, masak dia bilang aku di datangi oleh rentenir. Dan beritanya udah sampai ke ibu warung lagi," bisik Rohani seraya menunjuk rumah Suryani yang ada di depan rumah Tari. "Aku kasih tahu ya, sebenarnya menantunya pemakai loh," lanjut Rohani lagi.
"Eh," desis Tari.
Tari memang tahu itu, udah sejak beberapa bulan yang lalu. Namun, dia tidak memberitahu pada siapapun.
Karena saat itu, dian juga di beritahukan oleh Suryani.
"Dari mana ibu tahu?" Tari mengernyit.
"Dia yang ngomong langsung, karena bulan lalu, dia sempat pinjam uang sejuta sama aku. Katanya, untuk biaya cucunya masuk rumah sakit," cetus Rohani.
Rohani mulai mengeluarkan roti yang sebelumnya di beli di warung, untuk makan disana. Di rumah Tari.
"Terus aku nanya, ayahnya mana. Kok, kamu yang neneknya yang sibuk nyari pinjaman," tutur Rohani disela-sela memakan roti. "Terus, dia bilang deh, kalo mantunya itu pemakek," lanjut Rohani.
Tari hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak ingin berkomentar lebih lanjut.
Sekarang aja, dia sedikit merasa menyesal, karena telah meladeni Rohani.