Di cerai karena anak yang dia lahirkan meninggal, membuat hati Adelia semakin terpuruk, akan tetapi beberapa hari kemudian, dia di minta untuk menjadi ibu susu anak CEO di tempatnya bekerja, karena memang dirinya di ketahui mempunyai ASI yang melimpah.
Apakah Adelia mampu menyembuhkan lukanya melalui bayi yang saat ini dia susui? Temukan jawabannya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Mengungkapkan Sebuah Rasa
Setelah Arthur pergi, Adel menggendong Dalton kembali ke kamar. Bayi itu tampak nyaman dalam pelukannya, tangannya kecilnya mencengkeram ujung baju Adel, seolah tak ingin berpisah.
"Anak tampan sekarang kita masuk ke kamar dulu ya," ucap Adel sambil mendekap tubuh kecil itu.
Di dalam kamar, Adel duduk di kursi goyang sambil meninabobokan Dalton, lihat saja mata anak itu sudah terlihat sayu seolah menikmati gerakan menenangkan di kursi goyang, sementara itu Adel mulai kepikiran dengan kejadian akhir-akhir ini. Pandangannya kosong menatap jendela.
"Kenapa tatapan Tuan Arthur berbeda akhir-akhir ini? Apa karena Dalton? Atau... ada sesuatu yang lain?"
Ia menggeleng pelan. Tidak, hal ini tak boleh terjadi dan berharap lebih. Dia di sini hanya ibu susu, tak lebih dari itu.
Namun jantungnya berdetak keras saat mengingat bagaimana pria itu menatapnya dengan hangat, melindungi, dia dari seseorang yang hendak merendahkannya dan jika perasaan ini di biarkan begitu saja Adel takut nantinya akan merasakan sakit yang luar biasa.
Ketika Adel mulai menyelami perasaannya sendiri. Tiba-tiba saja terdengar ketukan di pintu, yang berasal dari luar kamar. Adel sontak berdiri, meletakkan Dalton perlahan di boks bayi.
Adel mulai melangkah lalu mulai memegang gagang pintu untuk membukanya "Angel," lirihnya pelan nyaris tak terdengar.
Wanita itu mulai melayangkan tatapan sinis nya kepada Adel, alisnya mulai terangkat keatas seolah menyembunyikan sebuah dendam yang tertahan semenjak kedatangan Adel.
"Sendirian, ya? Wah, cepat juga kau menguasai rumah ini," sindir Angel dengan nada merendahkan.
"Ada apa datang ke kamar saya?" tanya Adel hati-hati, berusaha tetap tenang meskipun detak jantungnya melonjak tak karuan.
Angel masuk begitu saja, lalu menatap Dalton dengan tatapan tidak nyaman.
"Aku cuma mau kasih tahu, jangan terlalu berharap banyak dari kakakku. Dia memang terlihat peduli, tapi percayalah, semua itu karena Dalton. Bukan karena kamu."
Adel mengangguk singkat. "Saya tidak pernah berharap apapun dengan kakakmu, dan saya memang sadar hanya sebatas ibu susu untuk Dalton, jadi tolong jangan pernah merasa terancam dengan kedatanganku di rumah ini," sahut Adel dengan tenang.
Angel mendekat, matanya menatap wajah Adel dengan kuat seolah tidak terima dengan ucapan perempuan dihadapannya itu. "Kau berani dan yakin sekali dengan ucapanmu itu," ucap Angel yang merasa tidak terima.
"Kau juga kenapa harus takut, jika terjadi sesuatu di dalam kehidupan pribadi kakakmu, bukannya dia seorang single, atau jangan-jangan ....," ucapan Adel sengaja dia tahan.
"Kau berani sedikit saja mendekati kakakku, maka jangan salahkan aku, setelah ini kehidupanmu akan hancur di rumah ini," ancam Angel.
Ucapan itu tajam, bagai racun yang menyusup ke kulit. Tapi Adel menatap balik dengan keberanian yang ia kumpulkan selama bertahun-tahun menjadi perempuan kuat.
"Saya di sini bukan karena saya ingin merebut siapapun. Saya hanya ingin Dalton tumbuh dengan baik. Itu saja. Tapi jika karena keberadaan saya membuatmu tak nyaman, silakan bicarakan langsung pada Tuan Arthur. Bukan menuduh saya sembarangan," tegas Adel.
Angel terdiam. Tidak menyangka Adel bisa bicara setenang itu.
Ia menatap Dalton yang kini tertidur lelap, lalu kembali menatap Adel. Matanya menyimpan ketidakpercayaan. Entah kepada Adel, atau kepada dirinya sendiri yang sebenarnya takut kehilangan posisi mata kakaknya? Hingga pada akhirnya Angel melangkah keluar tanpa sepatah kata lagi.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Malam harinya.
Arthur kembali ke rumah lebih awal. Langkahnya langsung menuju kamar Dalton. Dan di sana, pemandangan yang ia lihat membuat hatinya meleleh.
Adel tertidur di kursi goyang, Dalton tertidur di pangkuannya. Tangan wanita itu memeluk erat tubuh mungil yang sudah terlelap juga. Wajahnya terlihat begitu damai, meski dalam keadaan lelap.
Arthur melangkah sejenak menghampiri keduanya, tidak ingin membangunkannya. Tapi ia juga tidak sanggup hanya berdiri memandangi dari jauh.Ia mendekat, lalu perlahan mengambil Dalton dari pangkuan Adel dengan hati-hati, menggendong bayinya ke dalam pelukan sendiri.
Namun gerakan kecil itu membuat Adel terbangun. "Tuan... maaf saya ketiduran," ucapnya gugup sambil berdiri.
Arthur hanya tersenyum kecil. "Kamu lelah. Wajar. Aku pulang cepat supaya bisa gantian jaga."
Adel menunduk. Tapi sebelum ia sempat membalas, Arthur kembali bicara.
"Del, boleh aku tanya sesuatu?"
Adel mengangguk pelan.
"Kalau suatu hari nanti... aku minta kamu tetap di rumah ini, bukan hanya sebagai ibu susu... tapi sebagai bagian dari keluarga. Apa kamu akan menolak?"
Jantung Adel seolah berhenti berdetak. "Apa maksud Tuan?" tanyanya pelan.
Arthur menatap mata wanita itu dalam-dalam. Kali ini tidak ada alasan. Tidak ada dalih. Hanya kejujuran.
"Aku tidak tahu sejak kapan perasaanku berubah. Tapi aku tahu satu hal—aku tidak ingin kehilanganmu dari rumah ini, dari hidup Dalton, dan... mungkin dari hidupku."
Adel tercekat. Ia ingin menjawab, tapi lidahnya kelu.
Arthur tersenyum tipis, lalu menepuk lembut pundaknya. "Tak perlu dijawab sekarang. Tapi pikirkan."
Sementara itu, dari kejauhan… di balik tirai kamar yang sedikit terbuka, Angel berdiri diam, menyaksikan semuanya.
Tangannya mengepal. "Aku tidak akan membiarkan ini semua terjadi, Kak Arthur sudah saatnya aku mengungkapkan rasa yang bertahun-tahun aku pendam sendirian." Angel pun berbalik, dengan mata yang menyimpan niat yang tak bisa ditebak.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Keesokan harinya mentari pagi mulai bersinar melalui celah jendela kamar bayi itu, Adel pun mulai terbangun, tubuhnya masih mematung, dia tidak tahu harus berbuat apa tentang ungkap yang tiba-tiba dari Arthur.
Apa iya yang keluar dari mulut pria itu benar-benar adanya, apa jangan-jangan ini hanya sebuah hubungan yang saling membutuhkan saja.
Perlahan tangan Adel mulai menggendong bayi Dalton yang mulai mengoceh seperti kicauan burung di pagi hari, indera penciumannya mulai merasakan bau tidak sedap dari Pampers yang sudah mengembang.
"Ah Sayang, sepertinya kami sedang pup ya," ucapnya lalu mulai membawa bayi itu ke kamar mandi sekalian untuk di mandikan.
Beberapa menit kemudian Akhirnya Adel mulai membawa bayi itu keluar dengan balutan handuk tentunya dengan aroma wangi dari sabun bayi.
"Eeeeemb, harumnya menyegarkan," ucap Adel, sambil mencium pipi dalton yang melai gembul.
"Nya ... nya ... nya ...," ocehannya terdengar begitu menggema.
"Aduuuh, kamu seneng ya habis mandi," sahut Adel sambil meletakkan tubuh kecil itu di ranjang berukuran kecil tempat khusus mengganti baju bayi.
Sementara pria di ambang pintu sana sudah rapi dengan balutan jas kerja yang membuat penampilannya begitu menawan. Arthur mulai masuk ke kamar anaknya dan menyaksikan sendiri bagaimana cara Adel mendandani Dalton dengan penuh kesabaran.
"Adel ...," panggilnya dengan senyum yang begitu hangat.
"Tuan," sahut setengah menunduk, semenjak kejadian semalam Adel merasa sedikit canggung berhadapan dengan Arthur.
Bersambung ....
vote pun udah meluncur lho