Ini kisah tentang sepasang saudara kembar yang terpisah dari keluarga kandung mereka, karena suatu kejadian yang tak diinginkan.
Sepasang saudara kembar yang terpaksa tinggal di Panti Asuhan dari usia mereka dua tahun. Akan tetapi, setelah menginjak usia remaja, mereka memutuskan untuk keluar dari Panti dan tinggal di kontrakan kecil. Tak lupa pula sambil berusaha mencari pekerjaan apa saja yang bisa mereka kerjakan.
Tapi tak berselang lama, nasib baik mereka dapatkan. Karena kejadian tanpa sengaja mereka menolong seseorang membuat hidup mereka bisa berubah 180 derajat dari sebelumnya.
Siapa yang menolong mereka? Dan di mana keluarga kandung mereka berada?
Apa keluarga kandung mereka tidak mencari mereka selama ini?
Ayo, ikuti kehidupan si kembar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon penpurple_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WELCOME TWINS
Akhirnya setelah tadi Nanda berhasil membujuk Nando, mereka saat ini sudah dalam perjalanan menuju Mansion keluarga Wilson. Entah bagaimana tadi keadaan di Apartemen sebelumnya, sehingga mereka bisa berada di dalam mobil yang sama.
“Kali ini aja, Jo.”
Mereka semobil bersama Aditya dan Reno. Naldo, Tama, dan Marselio di mobil satunya. Ada satu mobil lagi yang mengikuti mereka di belakang, mobil yang berisikan bodyguard.
Nando menghela nafas pasrah dan mengangguk singkat.
Tak berselang lama mereka tiba di perkarangan Mansion yang luas. Supir yang juga bertugas sebagai bodyguard itu memberhentikan mobilnya di depan Mansion.
Aditya dan Reno keluar duluan menyisakan si kembar yang masih berada di dalam. Si kembar jadi menatap ke arah orang-orang di luar sana dari kaca mobil. Terlihatlah ramai yang menyambut mereka.
Aditya yang melihat mereka tak kunjung keluar dari mobil pun mendekati pintu itu. Dia membukanya, matanya menatap Nanda yang memang duduk di sebelah kanan.
“Ayo turun, Nak.” Nanda hanya mengangguk kaku dan keluar mobil, setelahnya Nando menyusul.
Aditya dengan senyuman menuntun mereka untuk berjalan ke arah pintu Mansion yang di mana sudah banyak anggota keluarganya yang menunggu di sana.
Arizka menangis haru, mendekati Nanda dan Nando, lalu memeluk keduanya. “Bunda rindu sekali, sungguh,” ujar Arizka pelan. Nanda hanya tersenyum sebisa mungkin untuk tidak menangis, sedangkan Nando sendiri hanya memasang wajah datarnya tanpa membalas pelukan itu.
Setelahnya Arizka melepaskan pelukannya. Aditya langsung membuka suara kembali. “Ayo masuk, di dalam saja nanti dilanjutkan,” ajaknya dengan senyum yang sedari tadi tidak luntur dan yang lain jadi mengangguk menyetujuinya.
“Akhirnya bukan gue yang jadi bungsu. Gue bebas. Kan, bener, gue itu bungsu cuma di keluarga gue doang. Nah, kalo di keluarga besar itu gue termasuk abang, huuu.” Ini kata Bobby berbicara pelan bersama Ghafar yang berjalan beriringan di urutan paling belakang.
“Bungsu keluarga nggak jadi,” sahut Marselio.
“Untung kita kemarin nggak jadi ke Apartemen mereka,” ujar Chandra.
***
“Pasti hari ini hari yang sangat berat untuk mereka,” monolog Rose terkekeh kala mengingat si kembar dulu menolak untuk tinggal bersamanya. Sangat sulit sekali memaksa mereka untuk tinggal bersama di Mansion.
Gerry yang mendengar ikut terkekeh. “Pasti mereka nggak betah. Gerry jadi kebayang pasti Nando sempat berontak kayak dulu.”
***
“Welcome, twins!” sorak Nata, Naldan, Chandra, Bobby, Tama, dan Ghafar diiringi dengan suara confetti popper. Orang tua dan oma opa mereka bagian tertawa pelan saja. Kini mereka sudah tiba di ruang keluarga dan si kembar melihat sambutan dari mereka.
“Selamat datang kembali, Nak.” Aditya menatap kedua anak bungsunya.
Nanda tersenyum. “Terimakasih, Ayah.” Kemudian menatap yang lainnya. “Terimakasih, semuanya.”
Alifah selaku oma dari si kembar merentangkan kedua tangannya. Nanda yang melihat itu melangkah dengan ragu, lalu tak lama masuk ke pelukan Alifah. “Cucu Oma,” ujar wanita paruh bayah itu.
“Mom, gantian.” Reya menghampiri Alifah membuat pelukan keduanya terlepas dan Nanda berganti ke kepelukan Reya. Begitu pun seterusnya, dan sampailah Nanda di depan Naldo yang sedari tadi tak membuka suara. Naldo menatap Nanda dalam. “Ha-halo, Abang Dodo,” sapa Nanda duluan dengan suara pelan. Meringis setelahnya saat Naldo tak kunjung membalas sapaannya dan hanya menatapnya saja. Ini kenapa, ya? pikirnya.
Tak membalas apa-apa dan bahkan tak memeluknya, Naldo langsung berlalu begitu saja setelah puas menatap Nanda. Nanda yang melihatnya tampak merasa bersalah walaupun dia tidak tau salahnya di mana. Perasaan pas ke Apartemen kemarin biasa aja, emang banyak diemnya, tapi nggak yang diem banget kayak gini, batin Nanda bingung.
Arizka segera mendekati Nanda guna langsung menjelaskan, takutnya anak itu nanti bakalan mikir yang tidak-tidak. “Jangan diambil hati ya, sayang. Mungkin abang kepikiran kalian dulu, sebelum kejadian itu, abang Naldo yang jagain kalian. Mungkin rasa bersalah abang muncul lagi, nanti coba kamu ajak ngobrol lagi, ya.”
Nanda mengernyitkan dahi mendengarnya, tapi tak urung juga dia mengangguk.
Reno yang melihat Nando hanya diam saja lantas menghampiri anak itu. Dia yang lebih tinggi, langsung membekap kepala anak itu untuk masuk ke pelukannya. Nando tampak terkejut, tak sempet lagi memberontak. “Diem-diem aja anak Papa. Kalian ini tidak mau memeluknya juga apa? Ini real bungsu keluarga, lho,” ujar Reno pada yang lain membuat yang lain tersadar. Bukannya tidak mau memeluk Nando juga, mereka hanya merasa Nando tidak suka dipeluk mereka dan belum menerima mereka, berbeda dengan Nanda yang menerimanya saja, itu menurut mereka.
“Selamat datang kembali, Ezo, maaf membuat kalian menunggu lama selama ini.”
Nando yang mendengar itu tak bisa membendung tangisnya lagi, diam-diam dia mengeluarkan air mata, apa lagi mendengar panggilan 'Ezo' untuknya. Dia membalas pelukan itu dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang Reno.
Nanda tersenyum melihat kembarannya itu, beda dengan yang lain yang tampaknya terkejut melihat Nando menangis.
Nanda bergerak menghampiri kembarannya. Sebelum mengelus punggung Nando, dia sempatkan tersenyum pada Reno. “Terimakasih, Om.” Berterimakasih karena sudah peka terhadap kembarannya itu.
“Bukan Om, panggil papa,” balas Reno mengkoreksi.
“Terimakasih, Papa.”
“It's okey, Jo. Everything gonna be okey,” ujar Nanda pelan pada kembarannya dengan tangan senantiasa mengelus punggung itu. Mendengar itu Nando menguselkan hidungnya yang mulai keluar ingus pada dada Reno, lalu melepaskan pelukannya. Wajahnya yang memerah karena menangis, belum sadar dengan perbuatannya yang membuat si pemilik dada cengo.
“Jo, ih, jorok banget,” kata Nanda heboh dan yang lain jadi menahan tawa melihat ekspresi wajah Reno.
Nando mengerjapkan matanya, ikut menatap Reno. Reno yang ditatap hanya tersenyum, tapi Nando yang melihat senyum itu jadi memicingkan matanya karena merasa heran.
“Gemasnya,” kata Reno terkekeh memeluk Nando kembali dan menggoyang-goyangkan pelukan itu.
“Maaf, ya, Pa.” Nanda yang meringis bersalah, bisa-bisanya kembarannya itu tak sadar dengan perbuatannya. “Lho, nggakpapa, sayang.”
“Ayo semuanya kita makan siang, semuanya sudah disiapkan di meja makan. Nanti kenalan ulang lagi satu-satu, ya, twins, biar lebih kenal lagi,” ajak Arizka membuat yang lain mengangguk.
“Oh iya, mom, kata daddy tadi akan menyusul, mungkin sore pulangnya. Kita makan duluan saja tidak apa-apa,” jelas Bian pada Alifah karena tadi sebelumnya mertuanya itu sudah mengabarinya. Kenapa tidak ke yang lain? Itu dikarenakan yang lain tadi sedang sibuk-sibuknya dengan tugas masing-masing.
Alifah mengangguk saja. “Bisa-bisanya dia meninggalkan kumpul penting ini, awas saja kalo sudah pulang nanti.”
***
— t b c —