Seorang CEO yang tak sengaja mendapatkan amanah dari korban kecelakaan yang ditolongnya, untuk menyerahkan cincin pada calon pengantin wanita.
Namun Ia malah diminta Guru dari kedua mempelai tersebut untuk menikah dengan mempelai wanita, yang ditinggal meninggal Dunia oleh calon mempelai pria. Akankah sang CEO menikah dengan mempelai wanita itu? Akankah sang mempelai wanita setuju Menikah dengan sang CEO?
Dan sebuah masalalu yang mempelai wanita itu miliki selalu mengganggu pikirannya. Kekhawatiran yang ia rasakan selalu menghantui pikirannya. Apakah masalalu yang menghantui pikiran mempelai wanita itu?
Cerita ini hanya khayalan Author, jika ada kesamaan tokoh, kejadian itu hanya kebetulan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebutir Debu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15 Kecerdasan untuk Menyenangkan Hati Suami.
Ayra yang terbiasa bangun pagi membuat wanita yang berusia 25 tahun itu terbangun pukul 3. Ayra mandi dan menjalankan semua rutinitas seperti biasa di pondok yaitu membaca Alquran dan shalat malam.
Melirik ke jam bundar yang terdapat diruang kerja suaminya itu ia cepat menyudahi kegiatan yang paling sering ia lakukan dalam waktu senggang dan sendiri.
Ayra keluar dari ruang kerja suaminya dan melihat Bram masih memeluk guling nya dan masih dengan suara napas teratur. Ayra tersenyum melihat suaminya itu, lalu berjalan menuju ke dapur.
Dapur terlihat masih sepi karena masih pukul 4. Ayra membuat teh dan duduk di sebuah kursi yang berada di dapur. Ia menatap disekelilingnya. Banyak perabot yang sangat mewah dan tentu Ayra masih bingung menggunakannya. Bahkan kompor dirumah ini yang menyatu dengan lantai serta tak ada nya tombol itu membuat Ayra menyadari betapa kayanya mertua dan suami nya itu.
"Non, aduuh... non butuh apa? kenapa ga pakai interkom saja toh Non..."
"Saya haus bik. Saya biasa minum air angat-angat kuku sebelum dan sesudah bangun tidur."
Art yang paling lama bekerja disana terlihat mengarahkan beberapa art yang masih muda. Bik Asih mengenalkan Ayra pada mereka mereka pun bersikap sama seperti bik Asih mengenal Ayra.
Ayra melihat para art itu telah menghilang dari dapur dengan membawa masing-masing alat kerja mereka. Ayra menemani bik Asih di dapur.
"Bik ceritakan kalau pagi begini mas Bram apa saja yang harus disiapkan?"
Bik Asih menceritakan semua kegiatan yang harus disiapkan bik Asih dari pagi hingga sang suami dari Ayra itu berangkat kekantor.
Ternyata Bram terbiasa bangun pagi pukul 5. Lelaki itu biasa melakukan jogging atau olahraga di ruang Gym yang terletak di lantai 4 rumah ini. Lalu setelah itu lelaki itu akan mandi pukul 6 dan bersiap untuk sarapan. Sarapan favorit lelaki yang berumur 35 tahun itu adalah sandwich.
Semua kebutuhan dan keperluan dari menyiapkan baju sampai ke memasangkan dasi itu dilakukan oleh Bik Asih. Suaminya itu sangat dimanjakan oleh Bik Asih hingga dewasa, namun dia lelaki yang begitu sayang pada art nya itu. Karena menurut bik Asih dia tidak pernah menerima bentakan atau amarah Bram selama menjadi art dirumah itu.
"Bik, Ayra tidak bisa memasangkan dasi. Bibi bisa ajarkan Ayra? mulai hari ini biar Ayra yang siapkan semua kebutuhan mas Bram ya bi?"
"Oh iya non. Sebentar bibi kayaknya kemarin baru cuci dasi den Bram."
Bik Asih berjalan ke arah ruang gosok dan kembali membawa dasi hitam yang begitu licin karena telah digosok.
"Ini non."
"Coba bibi pakaikan dileher Ayra bik. Biar Ayra bisa lihat nanti."
Bik Asih menuruti kemauan dari Ayra. Bik Asih mengalungkan dasi hitam itu pada majikan yang baru satu hari satu malam menjadi nyonya Keuda dirumah mewah itu. Nyonya yang cukup unik dan langka menurut bik Asih karena begitu cepat akrab dengan dirinya yang hanya pembantu.
"Nah sekarang gantian biar Ayra coba pasangkan dileher bibi ya."
Ayra memasangkan dasi itu di leher bik Asih.
"Wah non Ayra ternyata pintar sekali. Bisa langsung rapi begini non."
"Alhamdulilah bi, mudah-mudahan kecerdasan yang diberikan Allah bisa bermanfaat untuk menyenangkan hati mas Bram."
"Aamiin. Non lebih baik segera bangunkan den Bram. Biasanya jadwalnya untuk bangun terus olahraga non."
"Apakah mas Bram tidak shalat Shubuh Bi?" Tanya Ayra ragu-ragu.
Bi Asih menggeleng pelan. Ayra menarik napas dalam, lalu ia melangkah meninggalkan ruangan dapur. ia memilih menggunakan anak tangga menuju lantai 3. Karena ia ingin melihat rumah yang begitu besar itu.
Sesampai nya di lantai 3 Ayra menuju kamar dan terlihat Bram masih tertidur. Sedikit ada rasa takut mengganggu suaminya itu namun bik Asih bilang kalau suaminya selalu bangun pagi dan itu harus dibangun kan.
"Mas, mas...."
Ayra berusaha menyentuh lengan Bram untuk membangunkan suaminya. Kembali ia sentuh pelan dan sedikit ia goyangkan lengan kekar sang suami.
"Mas, sudah pagi. Mas tidak mau olahraga?"
Ayra mencoba menyentuh pipi suaminya. Kulit Bram terasa panas. Tangan Ayra berpindah ke kening Bram.
"Astaghfirullah.... Kamu demam mas."
Ayra mengambil interkom dan meminta bik Asih membawa sebaskom air hangat dan handuk untuk mengompres suami nya. Tidak lama Bik Ayra membawa baskom dan handuk yang diminta Ayra.
"Apa harus telpon dokter Krisna Non?"
"Masih pagi bi. Nanti saja kalau sudah cukup siang."
"Apa ada Paracetamol bik?"
Tiba-tiba Bram membuka matanya karena mendengar suara didekatnya.
"Mbok, ada apa? Aaah...."
Bram mencoba duduk dan menyandarkan tubuhnya di headboard namun ia sedikit merasa kesakitan pada lehernya.
"Mas, kamu demam tubuhmu panas."
"Aaah... Aku tidak apa-apa."
Bram beranjak dari tempat tidurnya. Ia memegang tengkuk leher nya dan mengelus-elus nya berkali-kali.
Bram menghilang di balik pintu kamar mandi.
Bik Asih melihat tanda merah di leher Bram.
"Non, itu semalam Non yang kerokin den Bram?"
Suara bik Asih sedikit berbisik. Belum sempat Ayra menjawab suara teriakan Bram terdengar dari kamar mandi.
"Aaaaaahhhhh!"
soalnya saya banyak kenal orang dari berbagai daerah meskipun pernah mondok, tp tidak sedetail itu tau tentang najis
mau komen keseeell.. ternyata udah ada yg mewakili😆