Rumah tangga Luna yang sangat hangat secara tiba-tiba hancur tanpa aba-aba. Luna mendapati suaminya, Ares, berkhianat dengan sahabatnya sendiri, Celine. Luka yang sangat menyakitkan itu membuat Luna mencari penyebab suaminya berselingkuh. Namun semakin Luna mencari kebenaran, semakin banyak tanda tanya menghantuinya hingga akhirnya Luna memutuskan mengakhiri pernikahan mereka.
Benarkah Ares sudah tidak lagi mencintai Luna?
Ataukah ada suatu kenyataan yang lebih menyakitkan menunggu untuk terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Far, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIAPA YANG HARUS DIPERCAYA?
Seperti biasa,Luna datang lebih awal dari rekan-rekannya. Selain setiap pagi tidak ada lagi aktivitas menyiapkan sarapan, Luna lebih memilih suasana kantor yang ramai di banding dengan kesendiriannya di apartemen.
Saat Luna membuka pintu ruangannya, pandangannya langsung tertuju pada meja kerjanya yang tidak seperti biasanya. Luna melihat foto-foto berserakan di atas mejanya. Jantungnya berdegup kencang. Luna tidak ingat pernah meninggalkan ruangannya dalam keadaan terbuka sebelumnya.
Luna mendekati foto-foto tesebut dengan langkah pelan. Begitu ia menyentuh selembar dari beberapa foto disana tubuhnya langsung menegang.
Foto itu jelas sekali menampilkan Ares dan Danu. Mereka tampak duduk berhadapan di sebuah café yang Luna kenali. Senyum Ares mengembang, sementara Danu terlihat begitu akrab, seolah mereka adalah sahabat sebelumnya. Bahkan ada foto yang memperlihatkan Ares menepuk pundak Danu dengan tatapan hangat.
Luna menelan ludah. Tangannya gemetar hebat. “Bagaimana bisa ada foto disini?” bisiknya.
Ia buru-buru mengambil semua foto, tapi diantara lembaran itu, sebuah amplop kecil berwarna cokelat tergeletak. Hati Luna semakin tidak tenang. Luna sudah terlalu sering mendapat teror seperti ini sebelumnya. Seolah semua ini seperti kilas balik kejadian kelam yang pernah menimpanya.
Hati Luna tidak tenang. Ia ragu sejenak sebelum akhirnya membuka amplop tersebut.
Isinya hanya selembar kertas dengan tulisan rapi dicetak dengan komputer. Kalimatnya singkat, namun, menghunjam jantung Luna:
“Mantan suamimu yang mengirim video itu. Kemudian ia menyerahkannya ke Danu.”
Luna mematung. Matanya bergetar membaca kalimat itu berulang kali, merasa terlalu banyak kejanggalan. Namun logikanya mulai memenangkan suasana. Dari foto tersebut memberikan alasan mengapa Danu bersedia menghancurkan karir nya sendiri. Dan mengapa Ares mau menerima orang yang telah menghancurkan mantan istrinya bekerja dikantornya.
“Ini pasti bohong…” suaranya lirih. “ini pasti fitnah.”
Namun semakin disangkal, potongan-potongan logika semakin menyiksa.
“Tidak mungkin, Ares…”Luna memegang kepalanya, tubuhnya bergetar hebat. Air matajatuh begitu saja.
Ia bahkan sempat berpikir, siapa yang bisa masuk ke ruangannya dan menaruh semua ini? Bukankah hanya orang dalam yang punya akses? Atau… ada orang dalam lain di kantor ini selain Danu?
Namun rasa sakit hatinya ternyata lebih dominan daripada logika.
Luna buru-buru menyeka air matanya dan memasukan foto serta surat itu kedalam laci.
Luna akhirnya tidak bisa menahan dirinya. Langkahnya berat, namun tekadnya lebih kuat.
Luna berjalan cepat ke parkiran mobil setelah brieving pagi. Luna sudah tidak peduli dengan mata sembabnya. Yang ia tahu, ia harus menemui Ares.
Tanpa mempedulikan pandangan karyawan di kantor Ares, Luna melangkah masuk ke gedung perusahaan milik Ares. Langkahnya cepat, matanya basah.
Beberapa staf yang mengenal wajahnya terperangah, sebagian saling berbisik. “Bukannya itu mantan istri pak Ares?” Luna tidak menggubris satu pun ucapan dan bisikan mereka. Ia hanya ingin bertemu dengan Ares secepatnya.
Resepsionis berusaha menahannya sesuai perintah Celine yang sekarang adalah istri sah Ares. “Maaf Bu, anda tidak bisa masuk begitu saja, butuh persetujuan ibu Celine.”
Luna mendongak dengan mata menyala dan nada bicara yang digin tapi bergetar. “Panggilkan Ares, sekarang.”
Suasana menjadi tegang, tak lama kemudian, pintu lift terbuka dan Ares muncul.
“Luna aku melihat kedatanganmu dari CCTV, ada apa?”
Belum sempat Ares melangkah lebih dekat, Luna melempar foto-foto tersebut ke arah dada Ares. Foto-foto itu berhamburan di lantai, membuat beberapa staf dapat melihatnya juga.
“Apa ini Ares?” suara Luna pecah. “Kamu dengan sengaja menjatuhkan harga diriku didepan banyak orang, bahkan di tempat kerjaku. Kenapa kamu tega, Ares?”
“Luna dengarkan aku…”
“Tidak!” Luna menggeleng. “Selama ini kamu selalu berlaga seolah kamu terpaksa melakukan ini demi aku. Ternyata kamulah perusak semuanya. Kenapa Ares? Apa salah aku?”
Wajah Ares tegang. Ia ingin meraih tangan Luna, namun Luna mundur selangkah, menolak disentuh.
“Ares, kumohon. Jauhi aku. Jangan kamu ganggu lagi kehidupanku. Aku mohon.”
Tanpa menunggu jawaban Ares, Luna langsung pergi meninggalkan Ares bersama karyawan yang diam-diam memperhatikan pertikaian mereka.
Ares jongkok, dan mengambil semua foto tersebut.
Sementara Luna, berjalan menuju parkiran. Belum sempat Luna masuk ke dalam mobil, langkahnya terhenti ketika Celine muncul entah dari mana. Dengan senyum sinis, Celine mendekat dan berbisik lirih namun tajam, “Orang yang paling terlihat sayang padamu justru bisa jadi orang yang paling ingin melihatmu hancur.” Kata-kata itu memang membuat dada Luna sesak. Namun ia menahan diri, menatap Celine sekilas tanpa memberikan jawaban.
Dengan dingin, Luna membuka pintu mobil, masuk lalu melajukan mobil tanpa menoleh lagi. Celine hanya berdiri disana, tersenyum tipis, seolah puas telah menanamkan racun ke dalam hati Luna.
***
Pagi itu, setelah malam panjang penuh kegelisahan, Luna duduk di pantry kantor untuk sekedar meminum teh hangat. Luna merasa cukup sakit kepalanya menanggung semuanya sendiri. Terlintas dipikirannya untuk menceritakannya pada Noval. Saat Noval datang dengan memegang cangkir kosong, Luna langsung memanggilnya.
“Val.. aku mau cerita sesuatu,” ucap Luna dengan pelan.
Noval meletakan cangkir kosongnya diatas meja, dan mengurungkan niatnya untuk membuat kopi hangat. “Ada apa, Lun? Kamu kelihatan tidak baik-baik saja.”
Luna menarik napas panjang, lalu menatap Noval dengan mata yang masih sembab. Luna menceritakan semua kejadian kemarin mulai dari foto yang secara tiba-tiba ada di atas meja kerjanya, kedatangannya ke kantor Ares, serta kedatangan Celine di parkiran kantor Ares.
Noval mengepalkan tangannya, matanya menyipit penuh emosi. “Dasar Celine. Mengapa dia tidak pernah puas. Luna, percayalah semua itu ulah Celine. Aku punya buktinya. Aku punya videonya, bahkan aku sendiri yang merekamnya.”
Luna terdiam, jantungnya berdebar lebih cepat. “Serius? Kamu punya buktinya, Val?”
“Puna,” jawab Noval mantap. Ia segera merogoh saku celananya, mengeluarkan ponselnya, dan membuka galeri. Jarinya bergerak cepat, mencari folder tempat ia menyimpan video tersebut. Namun beberapa detik kemudian, ekspresinya berubah, dari yakin menjadi bingung, lalu cemas.
“Loh, aneh. Padahal tadi malam aku masih lihat videonya bersama Nuri. Kenapa tidak ada? Bahkan di folder file yang dihapus juga tidak ada.”
“Apa maksudmu hilang?” tanya Luna tak sabar, tubuhnya menegang.
Noval menatap layar ponselnya tak percaya. “Sunpah, Lun. Aku yakin sekali tidak menghapusnya.”
Luna menggenggam tangannya sendiri erat-erat. Ia ingin percaya bahwa masih ada kebenaran yang bisa memihaknya, tapi kenyataan seperti terus berbalik.
Noval menatap Luna, kali ini dengan serius. “Lun, aku janji. Meskipun bukti ini hilang, aku akan buktikan dengan cara lain.”
Luna hanya mengangguk, meski hatinya tetap diselimuti kecemasan.
aku baru Nemu cerita yg sudah eps sejauh ini pemeran utama nya masih saja tersiksa