NovelToon NovelToon
AKU PUN BERHAK BAHAGIA

AKU PUN BERHAK BAHAGIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: sicuit

Jaka, adalah seorang yang biasa saja, tapi menjalani hidup yang tak biasa.
Banyak hal yang harus dia lalui.
Masalah yang datang silih berganti, terkadang membuatnya putus asa.
Apalagi ketika Jaka memergoki istrinya selingkuh, pertengkaran tak terelakkan, dan semua itu mengantarnya pada sebuah kecelakaan yang semakin mengacaukan hidupnya,
mampukah Jaka bertahan?
mampukah Jaka menjemput " bahagia " dan memilikinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sicuit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sekali lagi

Jaka tetap berjalan sambil bergumam. Tanpa alas kaki, yang hilang entah kemana saat kejadian di pasar tadi.

"Nak Jaka!"

Tiba - tiba seseorang memanggilnya dengan keras.

Namun Jaka hanya berhenti sejenak, lalu melanjutkan langkahnya lagi.

Melihat sesuatu yang tak baik, orang itu segera berlari mendekati Jaka. Dan memegang bahunya.

"Nak Jaka, sampeyan mau kemana?" tanyanya ramah.

Jaka belum bisa menjawab, dia mengamati orang yang mengajaknya bicara. Lalu kembali dalam gumamannya lagi.

"Pulang ... pulang ... harus kuat ... harus kuat ... pulang ... harus kuat ...."

Orang itu melihatnya dengan alis mengkerut, dia merasa, tak bisa membiarkan saja.  Lalu orang itu menuntun tangan Jaka, dan mengajak pulang.

Ada rasa iba di hatinya, melihat kondisi Jaka yang seperti ini. Karena dia tahu, sebenarnya Jaka adalah anak yang baik, dan suka menolong.

"Sampeyan ini tadi dari mana to, kok jujug sungai surup - surup gini?" tanya orang itu, yang tentu saja tak mendapat jawaban dari Jaka.

         ########

Hari sudah mulai gelap. Ibu yang berjalan jauh tak menemukan Jaka, akhirnya kembali pulang.

Di tengah jalan, dari jauh dia melihat Jaka berjalan dengan seseorang. Ibu mempercepat langkahnya yang sedikit pincang.

"Astagfirullah ... Jaka, apa yang terjadi, Nak? Kenapa mukamu berdarah, bajumu jadi kotor gini?" tanya Ibu dengan suara bergetar.

Diusapnya wajah dan tubuh Jaka beberapa kali.

"Saya kurang tau, Bu. Tadi, saya lihat Jaka, mau berjalan ke sungai. Saya panggil tapi kok diam saja, jadi saya datangi, ini mau saya antar pulang," jelas orang itu.

"Owalaahh, Le ...," kata Ibu sambil terus mengusap tangan anaknya.

"Terima kasih banyak ya, Pak. Sudah perhatian dan mau antar Jaka pulang,"  kata Ibu di sela isaknya.

"Sama - sama, Bu. Mari saya antar sampai rumah," ajak Bapak itu.

"Terima kasih, Pak. Tak usah merepotkan," jawab Ibu.

Ibu menuntun Jaka, diiringi pandangan iba dari Bapak yang baik itu. 

Sesampai di rumah, Jaka didudukkan di kursi panjang. Dengan lap basah, dibersihkannya wajah, tangan, dan kakinya yang kotor.

Digantikannya baju yang kotor itu dengan kaos yang bersih.

"Hidup itu memang ndak mudah,  Le. Terkadang seperti ndak adil. Tapi kita, yang hidup seperti ini, kudu kuat, Le. Karena, kalau bukan kita yang menguatkan diri sendiri, siapa yang akan menguatkan kita?"

kata Ibu, sambil mengobati luka Jaka.

Seakan mengerti perkataan Ibu, air mata itu merembes di sudut matanya.

Tak lama kemudian ...

Cekleeek ... cekleeek ....

Handle pintu bergerak cepat, tapi tak terbuka juga.

Ibu berdiri, berjalan ke pintu, dan membukanya. Untuk melihat ada apa di luar.

Begitu pintu sedikit terbuka, ada seseorang yang mendorong dengan kasar, membuatnya  mundur beberapa langkah ke belakang, untung saja Ibu tak sampai jatuh.

"Cepaat buka dong! Keburu berat ini, lama amat se!" semprot Yunis.

"Bukannya terima kasih, malah ngomel ndak jelas," jawab Ibu pelan, tapi terdengar juga oleh telinga Yunis.

"Eeeee ... berani ngomel sekarang ya!" semprotnya lagi.

Lalu dia berjalan sambil membawa barang belanjaannya yang banyak sekali.

Melihat hal itu, Ibu hanya bisa geleng - geleng. Menyesalkan uang yang diambil Yunis, yang mungkin juga sudah habis sekarang

Setelah meletakkan semua barang di kamar, dia keluar, tapi terkejut juga melihat keadaan suaminya.

"Lha ... kenapa dia seperti itu?"

"Tadi pamit cari kerja, tapi pulang jadi begini," jawab Ibu.

"Wak wak wak ... wak wak wak ...

Lagian lho, sudah tau kondisi semper seperti itu, masih saja ngenyel. Sapa yang mau terima? Iya mbok wes yang nrimo," kata Yunis di sela gelaknya.

"Yunis! Ndak pantas kamu bicara seperti itu, Jaka itu sangat ingin kerja supaya bisa bertanggung jawab terhadap kamu!"kata Ibu dengan emosi.

Yunis tak menjawab, dia masuk kembali ke kamar sambil bibirnya bergerak menirukan perkataan Ibu.

Melihat hal itu, Ibu pun segera beranjak ke dapur. Hatinya sangat marah sekali, tapi dia tak bisa berbuat apa - apa.

Diambilnya segelas air, dan diminum. Dengan harapan semua amarahnya bisa larut dalam setiap tegukannya.

Ibu masuk dengan membawa salep yang hanya tinggal seujung.

Duduk di sebelah Jaka, Ibu mengobati luka - lukanya.

Air matanya merembes di sudut kelopak mata yang mulai kuyuh, Bibirnya bergetar, suara isaknya ditelan supaya tak terdengar, melihat kondisi anaknya yang seperti ini. Kenapa begitu sulit, hidupnya dan Jaka. Hal seperti ini pun pernah dia lalui, waktu itu ...

        ###########

Terminal masih ramai dengan orang - orang yang hilir mudik. Bis berjajar menunggu penumpang. Para kenek saling teriak menyebutkan tempat tujuan, dan para calo berlomba membawa penumpang. Di salah satu bagian terminal itu ...

"Hei ... berhenti! Hei ... lu yang jualan jajan, berhenti!" teriak seseorang dengan keras.

Jaka sepulang sekolah membantu Ibunya jual kue, merasa dirinya yang dipanggil, dia langsung berhenti dan menengok ke belakang.

"Iya ada apa, Mas?"

"Sapa lu ... berani - beraninya lu jual di sini! Tak tau kah kalo ini wilayah gue!" sentaknya keras.

Lalu beberapa orang, masing - masing dengan dagangannya datang mendekat. Mereka meletakkan semuanya. Dan menutup jalan Jaka.

"Oh iya Bang, maaf ya, saya tak tahu. Baik Bang, numpang lewat saja, saya akan cari tempat lain," sopan Jaka menjawab.

"Enak aja lu mau pergi gitu saja setelah lewat sini. Ayo bayar, upeti!" bentaknya.

"Tapi Bang, saya barusan dateng, belum laku satu pun. Tak ada yang bisa saya berikan," kata Jaka memohon pengertian dari mereka.

Cuuiiihh !

"Enak banget lu bilang gitu. Kalo gue sudah bilang bayar, iya BAYAR!" bentaknya lagi.

Jaka mencoba merogoh sakunya, kali aja ada terselip uang yang bisa dia berikan. Tapi dia tak mendapatkan apa - apa.

Dengan sedih, Jaka menggeleng pelan,

"Tak ada sepeser pun, Bang."

"Banyak bacot lu!" bentaknya marah.

Matanya mengkode anak - anak lain yang sudah di sana.

Jaka yang merasakan situasi tak enak, melangkah mundur untuk segera meninggalkan tempat itu.

Anak - anak itu tak membiarkan Jaka lewat.

Buugh!

Sebuah pukulan mendarat di wajahnya.

"Aaauughh...." erang Jaka kesakitan.

Keranjang dagangan terlepas dari tangannya. Kue berhamburan di aspal. Diinjak, ditendang. Semua rusak tak berbentuk lagi.

"A ... am ... ampun Bang, aa ... ampun Bang!" teriak Jaka kesakitan.

Buugghh!!

"Aaaagghh !"

Tak ada jawaban, melainkan pukulan demi pukulan. Tendangan demi tendangan yang Jaka terima.

Bahkan sampai tak mampu dia bersuara lagi.

Prrrriiiiiit ... pprrriiiiiiittt ...

"Heeii berhentiii ! Berhentiii!!" 

Teriak bagian keamanan yang melihat peristiwa itu.

Seketika mereka mengambil barang dagangan masing - masing dan segera melarikan diri.

"Kebiasaan, ada - ada saja ulah mereka ini!" katanya marah, sambil mendekati Jaka.

" Gimana Nak, kamu masih bisa bertahan? Bisa berdiri?"tanyanya panik, melihat keadaan Jaka.

Jaka mengangguk pelan.

"Iya Pak, terima kasih, saya masih bisa tahan," jawabnya pelan.

Petugas keamanan itu meninggalkan Jaka sendirian, dan kembali, tak berapa lama setelah itu, sambil bawa sebotol air mineral.

"Ini minumlah," katanya sambil menyerahkan pada Jaka.

"Terima kasih, Pak," kata Jaka. Dia mengambil botol itu dan meminumnya.

"Tak pernah melihatmu disini?"

"Iya Pak, saya baru satu bulan tinggal dekat sini."

"Iyo wes, ati - ati ya," katanya sambil menepuk bahu Jaka.

Jaka mengangguk pelan. Badannya masih terasa sakit semua. Tak sengaja dia menyentuh bibirnya.

"Aaghh ...." erangnya pelan.

Duduk beberapa lama di tempat itu, matanya nanar, menatap semua kue buatan Ibunya hancur. Tak tahu dari mana uang yang akan dipakai untuk mengganti semua ini.

Akhirnya Jaka berdiri, dia memungut keranjang itu, mengambil semua kue yang hancur dan memasukkannya kembali ke dalam keranjang, dengan terisak.

Jaka pulang, membawa keranjang dan kue - kue yang hancur, sehancur hatinya ketika melihat air mata Ibunya, yang berusaha disembuyikan.

Ibu tak berkata apa - apa, dan membersihkan semua lukanya. Setelah itu dipeluknya Jaka. Giginya gemeretak menahan tangis, mengingat anaknya yang duduk di kelas sembilan, harus menjalani hidup seperti ini.

     ##########

Tiinn ... ttiiin ... ttiiiiin ....

Suara klakson mobil, menyadarkan Ibu dari lamunan panjangnya.

1
nightdream19
Bagus Thor. kisahnya buat aku juga jadi kebayang sama kejadian tadi. lanjut Thor.. /Smile/
nightdream19: ok. siap lanjutkan baca
sicuit: terima kasih kakak .. ikuti kelanjutan kisahnya ya.. 😊
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!