NovelToon NovelToon
CEO Jutek Itu Suamiku

CEO Jutek Itu Suamiku

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / Tamat
Popularitas:2.9M
Nilai: 4.9
Nama Author: Adinda Adi

PERCINTAAN BEDA KASTA.

Berawal dari Sarah yang masuk menjadi anak tiri dari keluarga kaya raya harus menerima penghinaan dan kebencian dari saudara tirinya yang bergelar tuan jutek. hingga Sarah menemukan sandaran nyaman berkeluh-kesah dan menumbuhkan cinta pada anak pelayan bernama Bian.

namun ibu Sarah yang mengetahui rahasia besar di balik percintaan Sarah dan anak pelayan malah menyuruh bian pergi menjalankan rencana yang telah ia buat untuk ke duannya.

"Pergilah bawa semua aset yang aku punya, kembangkan, setelah kau sukses kembalilah dan nikahilah putriku."

Bian pun menuruti keinginan ibu Sarah demi hidup bersama gadis yang dia cinta, dia akan melakukan apa-pun termaksud berjuang memantaskan diri.

"Bian jangan pergi! aku mencintaimu. aku tidak peduli kau anak pelayan!"
"Tunggu aku Ra, aku akan kembali dengan kesuksesan. setelah itu kita akan menikah."

Bian pun pergi sesuai dengan rencana ibu Sarah membuat Sarah patah hati dan menyalahkan kepergian cintanya pada ibunya.

empat tahun berlalu sarah masih setia menunggu cintanya pulang. hingga perjuangan itu berakhir dengan kepulangan Bian.

Namun tragedi semalam membuat penantian, perjuangan dan kesetian mereka selama bertahun-tahun itu terkoyak. ketakutan yang ibunya rasakan terjadi. Sarah malah jatuh ke dalam pelukan si tuan jutek saudara tirinya yang berambisi dan tenyata telah diam-diam merubah kebenciaannya menjadi cinta?

Bagaimana selanjutnya bahagiakah Sarah bersama Ceo jutek itu ..... bagaimana dengan cintanya pada anak pelayan yang telah berjuang keras demi memantaskan diri demi hidup bersamanya.

cusss cekidot .....

Mampir juga di karyaku

JODOH PILIHAN KAKAKKU

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adinda Adi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

perasaan Ara

Bian mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Menembus keheningan malam sesekali menatap ke arah Sarah yang duduk di kursi samping kemudi. Wajah gadis ini terlihat pucat, dari rautnya yang tercetak tak bisa disembunyikan terlihat jelas jika gadis ini sedang menahan rasa sakit akibat luka di kepala karena Arsen.

"Tahan Ara kita akan ke rumah sakit." Bian menengkan Sarah. Matanya kembali fokus menatap lurus jalan yang mereka lewati.

"Ngak perlu Ian. Aku cuma ingin pulang," tolak Sarah meringis memegang kepalanya yang terus mengucurkan darah walupun Bian telah membalutnya dengan kain.

"Tapi luka di kepala kamu terus mengeluarkan darah, kamu harus di periksa. Aku ngak mau terjadi sesuatu padamu." Bian sangat menghawatirkan Sarah.

"Aku mohon Bian. Aku ngak apa-apa, antar aku pulang, aku harus jelasin semua pada ibuku, sebelum nanti terjadi salah paham dan kamu dapat masalah," jelas Sarah yang lebih menghawatrikan nasib Bian dari pada dirinya.

"Ara kamu ngak perlu khawatir tentang keadaanku. Aku akan menghadapinya. Sekarang yang terpenting kondisi kamu."

"Bian, kita pulang saja, biar nanti dokter yang datang memeriksaku," rengek sarah.

"Baiklah." Pemuda ini mengalah tak bisa menolak permintaan Sarah

Sarah mengingkan pulang sesegera mungkin untuk bertemu ibunya. Menjelaskan semua masalah yang terjadi. Sikap Bian tadi yang menghajar Arsen hingga babak belur bukanlah perkara kecil. Sahabatnya ini telah melukai pewaris Hutama tuan yang begitu di lindungi. Nasib Bian di pertaruhkan bisa saja mereka tak terima dan akhirnya memecat ibu Bian sebagai juru masak. Jika itu terjadi Sarah akan kehilangan sosok ibu seperti bu Odah yang selalu menemaninya di kediaman mewah itu.

Selang beberapa lama berkendara mereka telah memasuki kediaman Hutama. Pemuda ini mematikan mesin mobil kemudian keluar dengan cepat untuk membantu Sarah. Bian menggendong tubuh mungil itu masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang, jalan masuk yang paling dekat dengan kamar Sarah karena Gadis ini memang tinggal di belakang tidur di kamar pelayan.

Bian membuka pintu kamar Sarah kemudian merebahkan gadis itu dengan perlahan di tempat tidur.

"Ara kamu tunggu di sini, aku akan menyuruh pelayan untuk menelpon dokter dan aku akan mencari peralatan untuk membersihkan luka kamu."

Sarah hanya mengganguk menutup mata sedang menahan sakit. Saat Bian akan keluar dari kamar itu.

"Ada apa ini?" Suara Erina yang datang tiba-tiba mengagetkan mereka. Bian mengambil langkah mundur terdiam mematung di depan pintu kamar Sarah yang terbuka. Membiarkan ibu ini melihat kondisi putrinya.

"Kamu kenapa seperti ini Ra?" Wajah Erina terlihat cemas melihat putrinya berdarah. Wanita ini duduk di pinggir tempat tidur.

Sarah memcoba duduk untuk menjelaskan perihal tentang lukanya dan masalah Bian.

"Ibu, ada yang perlu Ara jelasin dari luka ini. Ini perbuatan Arsen dia mabuk lalu memukul Ara dengan botol minuman," jelas Sarah tubuhnya bergetar namun mengesampingkan sakitnya. Nasib Bian lebih penting.

"Arsen memukulmu?" tanya Erina seolah tak percaya.

"Ia bu, Bian tak terima Ara di perlakukan seperti ini lalu Bian mengahajarnya Arsen bu." Sarah memegang tangan ibunya erat memberi pengertian pada wanita ini jika yang di lakukan Bian benar.

"Kenapa seperti itu, Ra?" Tatapan Erina penuh kekecewaan. Wanita ini tahu ini bukan perkara mudah Bian telah berada dalam masalah besar.

Erina berbalik kearah pintu menatap Bian dengan tajam. "Kamu kenapa sampai nekat melakukan itu! Kenapa kamu memukulnya!" bentak Erina emosinya naik melihat pemuda yang telah menghajar anak tirinya.

"Maaf nyonya saya tidak terima dia memperlakukan nona Sarah seperti itu," ucap Bian dengan tenang tak sedikit pun merasa bersalah atas apa yang ia lakukan baginya Arsen pantas mendapatkannya.

"Bu, Bian ngak salah. Dia cuma membelaku. Aku mohon tolong Bian bu," sahut sarah membela Bian.

"Ara Kamu sadar yang dia pukul itu anak majikannya ibunya. Bagaimana dengan mama Arsen? Dia pasti ngak terima anaknya babak belur di tangan anak pelayan ini." Erina menatap sinis ke arah Bian.

"Tolonglah Bian. Ara ngak mau dia terkena masalah." Sarah memohon untuk pemuda yang sangat ia cintainya.

"Ibu akan usahakan menolongnya. Tapi, Ibu ngak janji." Erina membuang pandangannya. Ia juga tak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menolong sahabat putrinya. Harapan hanya Arsen memaafkan Bian. Namun itu sangat sulit pemuda itu memiliki temperamen yang buruk dia tak akan mudah melupakan kejadian ini. Arsen tak akan tinggal diam.

Seorang masuk ke dalam kamar membuat mereka kompak mengarahkan pandangan pada pelayan wanita itu. "Nyonya tuan Arsen datang, di antar oleh tuan Gerald dan keadaannya terlihat seperti habis berkelahi. tubuhnya penuh luka." Pelayan melaporkan keadaan Arsen.

Erina menghela napas berat. "Kamu boleh pulang sekarang." Erina menatap pemuda yang berdiri di depan pintu. Bian melihat ke arah Sarah yang mengangguk pelan tanda jika pemuda ini harus menuruti kemauan ibunya tanpa bicara lagi. Pemuda ini pun meninggalkan Sarah dengan tak rela.

Erina berdiri hendak melihat keadaan anak tirinya. "Ibu akan panggilkan dokter untuk kamu, ibu mau melihat keadaan Arsen, pelayan ini akan menemanimu," ucap Erina meninggalkan Sarah yang terluka.

"Bu .... " panggilnya lirih Sarah terus menatap punggung ibu yang telah berlalu. Saat ini ia membutuhkan kehangatan cinta ibu ketika sedang merasakan sakit.

"Kenapa ibu sangat peduli dengan Arsen daripada aku. Aku kan juga terluka. Ibu lebih memilih melihat kondisi anak tiri biang onar itu dari pada aku, batin Sarah kembali tak bisa membendung air matanya hatinya terasa sakit sekali. Ia pun berbaring sambil menunggu dokter merawatnya.

Erina masuk ke dalam kamar Arsen yang telah di kelilingi pelayan yang mengurusnya. Ia melihat pemuda ini tak sadarkan diri dengan wajah babak belur. Melihat kondisi pemuda ini sepertinya lukanya tak cukup parah. Hanya perlu untuk memanggil dokter saja datang ke rumah. Erina sedikit lega setidaknya ia bisa membahas masalah antara Arsen dan Bian. Besok saat Arsen sadarkan diri ia akan mencoba untuk membujuk Arsen melupakan masalah ini walaupun sulit dan akan berujung dengan penghinaan wanita ini akan mencobanya.

****

Arsen bersandar di puncak tempat tidur, merasakan seluruh tubuhnya yang terasa remuk redam. Ia masih teringat samar bagaimana anak pelayan itu menghajarnya. Tangannya terkepal menahan amarah saat mengingat kejadian malam itu, ingin rasanya ia membuat perhitungan dengan anak pelayan itu namun kondisinya masih lemah.

"Aku tak akan melepaskanmu, kau harus membayarnya," guman Arsen yang sampai kapan pun tak akan melepaskan musuhnya.

Saat sedang memikirkan kejadian semalam pintu terketuk. Membuat lamunannya buyar.

"Tuan Arsen, ada tuan Gerald menjenguk," ucap pelayan yang di belakangnya telah berdiri tegak Gerald.

"Hai Ar, bagaimana keadaanmu?" tanya Gerald melangkahkan kakinya mendekat pada Arsen kemudian duduk di pinggir tempat tidur.

Arsen menghela napas kasar. " Gila anak pelayan itu! Dia benar-benar ingin membunuhku," geram Arsen membahas kejadian semalam mengeluarkan amarahnya pada Gerald.

"Kau yang gila, kau lupa? Kau memukul Sarah dengan botol minuman," sembur Gerald mengingatkan Arsen tentang perilaku tak baik sahabatnya.

"Aku ngak akan terima aku akan menuntutnya!"

"Sarah juga akan menuntutmu, kau juga bersalah," sambung Gerald tersenyum sinis. "Kau pantas mendapatkannya, kau yang bersalah, membuat Sarah terluka. Aku juga ngak terima kamu melukainya." Gerald juga tak terima perlakuan sahabatnya dan mendukung anak pelayan menurutnya Arsen yang patuh di salahkan mereka hanya korban.

"Kenapa kau membelanya!" bentak Arsen.

"Aku membela yang benar," ucap Gerald dengan tegas.

Arsen melengos bertambah kesal dari tadi sahabatnya ini tak membenarkan satu katanya pun.

"Ar, tapi aku jadi penasaran. Apa hubungan anak pelayanmu itu dengan Sarah? Aku melihat Sarah sangat mencemaskannya semalam." Gerald menatap heran pada Arsen.

"Mana aku tahu. Aku tidak peduli, itu bukan urusanku," ucapnya dengan ketus.

"Kau tahu Ar, aku sudah mengerahkan orang untuk menanyakan seluruh rumah sakit tentang pasien yang bernama Sarah. Namun tak ada di manapun. Padahal aku sangat ingin tahu keadaanya sepertinya lukanya serius. Aku mencemaskannya," jelas Gerald yang mulai menyukai Sarah.

"Biasa aja, ngak usah berlebihan," ucapnya santai.

"Ar, masa sekali kamu ngak khawatir dengan hasil perbuatanmu! Dia itu cewek dan kau sudah melukainya. Ngak ada gitu perasaan sedikit bersalah padanya. Kau ini punya hati atau tidak sih! Kau tidak berpikir sedikit pun dia itu terluka tapi ngak ke rumah sakit. Kemana dia? Bagaimana dengan lukanya?" terang Gerald cemas memikirkan keadaan Sarah.

Arsen terdiam memikirkan kata-kata Sahabatnya. Seketika hati kecilnya terketuk. Rasa penasaran tentang ingin tahu keadaan Sarah pun terbersit di fikirannya jika di ingat memang dialah yang bersalah ia telah memukul seorang wanita.

"Sudahlah aku pulang, aku buru-buru, aku hanya ingin melihat keadaanmu, dan ternyata kau masih bisa marah-marah," pamit Gerald lega melihat sahabatnya.

"Sialan kau," umpat Arsen.

"Istrirahatlah. Ingat ini salahmu jangan menuntut anak pelayan itu," saran Gerald kemudian berjalan keluar kamar Arsen.

Arsen kembali merenung memikirkan kata-kata sahabatnya memang dialah yang salah. Seketika ia teringat kekhawatiran Gerald tentang keadaan Sarah yang terluka namun tak pergi ke rumah sakit. Hatinya pun tergelitik ingin mengetahui bagaimana kabar saudara tiri yang telah di lukainya itu.

Setelah lama berperang batin melawan keegoisan akhirnya Arsen menarik napas panjang ia memutuskan keluar kamar untuk mengetahui keadaan gadis itu.

Arsen keluar kamar kemudian berjalan menuju ke arah tempat di mana saudaranya ini berada di dapur deretan kamar pelayan, dengan langkah kaki yang di seret. Pelan ia mengendap-endap, membulatkan mata pada pelayan yang ia lalui tanda jangan menghiraukannya. Ia hanya akan mengintip keadaan Sarah lalu pergi dengan cepat.

Arsen telah berdiri di depan pintu kamar Sarah yang terbuka sedikit, ia pun mulai mengintip. Namun ia melihat ternyata ibu tirinya juga berada di ruangan itu. Ia melihat Sarah berbaring kasur di sampingnya ada Erina duduk di pinggiran tempat tidur.

"Ibu tolonglah tetap di sini, temani Ara. Ara butuh ibu," pinta Sarah merengek seperti anak kecil yang merindukan perhatian ibu saat sedang sakit.

"Ibu mau melihat Arsen dulu, ini sudah waktunya minum obat."

Sarah tertunduk sedih, ia sangat ingin perhatian ibunya. "Kenapa ibu sangat perhatian padanya? Aku ini putrimu aku juga sedang sakit. Aku juga terluka bahkan lebih parah darinya," protes gadis ini.

"Jangan manja Ara."

"Kenapa dia yang selalu penting untuk ibu. Aku ini anak kandungmu darah dagingmu. Walaupun aku cuma ...." Sarah tercekat rasanya ia tak mampu melanjutkan isi hatinya, tapi karena kecewa akhirnya ia mengucapkan fakta menyakitkan itu. "Walaupun aku ini hanya anak haram tapi aku lebih baik dari anak tirimu itu!" berang Sarah ia hanya ingin kehangatan seorang ibu saat ia sakit.

"Ara cukup!" bentak Erina suaranya meninggi.

"Memang itu kenyataannya. Aku hanya anak haram dan sekarang aku menjadi anak tiri yang tak diakui. Semenjak menikah, ibu sudah tak pernah peduli padaku lagi. Ibu berubah. aku benci pernikahan ini. Aku benci masuk dalam keluarga ini," hardik Sarah tertunduk dengan tangan terkepal mengeluarkan semua perasaan kecewanya tentang pernikahan yang dijalani Erina. Ia sudah tak peduli dengan rasa hormat pada ibunya.

"Ara!" bentak Erina juga tak kalah emosinya.

Arsen terdiam di depan pintu mendengar luapan isi hati Sarah. Rasa iba dan pilu menusuk relung hatinya. Ia tersadar ternyata perasaannya dan Sarah selama ini sama. Kekecewaan yang besar pada pernikahan ini. Dulu ia berfikir saudara tirinya ini sama seperti ibunya hanya menginginkan harta. Namun ia salah ternyata gadis ini lebih menyedihkan darinya.

Aku fikir dia bahagia dengan pernikahan ini, dia bisa mendapatkan kemewahan dan segalanya. Ternyata kami sama, hanya korban keegoisan mereka, kami sama-sama tak bahagia, dia bahkan lebih menyedihkan dariku. Setidaknya aku punya orang tua yang menyayangi aku. Dia bahkan tak dapat kasih sayang dari siapa pun bahkan dengan ibu kandungnya sendiri batin Arsen masih berdiri depan pintu kamar mengintip keadaan saudara tirinya.

.

.

.

.Like, coment, vote....

1
Selamet Cahyadi
Lumayan
emak e Rainnathan
Luar biasa
Siti Nina
oke
Rskadmyant
mau dibaca berapa kalipun aku tetap pembenci nomor 1 ibunya sarah.

udahlah pelakor apa yg diharapkan kan? modal gatel emang cuma bisa ngancurin hidup arsen sma sarah aja
Syifa
Sama aku nangis juga
Syifa
good
Coco
Ujung ujungnya Sarah mundur, kasian
Coco
bian effort banget sih
Coco
Kasihan sarah sama Arsen
Koesoema Dewi
di coba cari lagi novel" lama kangen cerita nya biar di ulang"
ana
thor kenapa di hapus cerita jasmine dan devanooo
Bzaa
bentar lgi bian jg DTG.. kasian arsen donk tor
Bzaa
duhhhh jdi dilema ya Ar☺️
Bzaa
arsen.... nasibmu
Bzaa
Luar biasa
Bzaa
wkwkwk
Bzaa
good job arsen....👍🫰
Bzaa
lah Bu Erina kok jahat sih
Bzaa
akhirnya Gerald pun tau.... 🫣
Bzaa
wkwkkwkw akhirnya arsen tersadar
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!