Erina (29th) dipaksa Ayahnya bercerai dari suaminya. Erina dipaksa menikah lagi untuk menebus kesalahan Ayahnya yang terbukti telah menggelapkan uang perusahaan.
Agar terbebas dari hukuman penjara, Erina dipaksa menikah dengan Berry, seorang CEO dari perusahaan ternama tempat Ayahnya bekerja.
"Tolong Nak. Ayah tidak ada pilihan lain. Bercerai lah dengan Arsyad. Ini jalan satu-satunya agar ayahmu ini tidak masuk penjara," Wangsa sangat berharap, Erina menerima keputusannya,
"Tinggalkan suamimu dan menikahlah denganku! Aku akan memberimu keturunan dan kebahagiaan yang tidak kau peroleh dari suamimu." pinta Berry tanpa peduli dengan perasaan Erina saat itu.
Bagaimana Erina menghadapi polemik ini? Bagaimana pula reaksi suami Erina ketika dipaksa bercerai oleh mertuanya sebagai syarat agar Erina bisa menikah lagi?
Yuk baca kisah selengkapnya, seru dan menegangkan! Happy reading!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13 Fakta Baru
Arsyad menatap Rasti dengan penuh tanda tanya. Rumah yang ia lihat sekarang sangat berbeda dengan rumah yang terdahulu.
"Anu Kak, Mami dan Papi sedang berada di LN urusan bisnis. Jadi Rasti di sini sendirian," jawab Rasti sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Sendirian?" tanya Arsyad mengerutkan keningnya, banyak pertanyaan dalam benaknya.
"Eh tidak. Kita sekarang berdua. Ya berdua," jawabnya gugup.
Arsyad menatap Rasti kembali, ia berjalan ke ruang tamu, lalu membuka pintu depan. Alangkah terkejut manakala melihat pemandangan luar yang gelap, hanya ditaburi bintang dan bulan yang menyinari lokasi tersebut. Di sekelilingnya terdapat beberapa pohon mahoni yang terseok tertiup angin kencang. tidak ada rumah lain di sana, hanya ada satu rumah saja yang berada di tengah-tengah perkebunan mahoni.
"Kenapa kita ada di sini, Ras?" tanyanya bingung.
"Rasti memang sedang berlibur Kak. Kalau Rasti saat ini tidak ada di sini, tentu saja kita tidak akan bertemu, iya kan?" jawab Rasti mantap, jawabannya tepat sasaran.
Arsyad menghela nafas secara perlahan.ia merasa ucapan Rasti masuk akal juga. Orang tua Rasti memang sangat kaya jadi tidak menutup kemungkinan memiliki banyak vila dan rumah singgah di beberapa tempat termasuk rumah yang ia singgahi sekarang.
"Kak Arsyad sebaiknya kita makan dulu yuk! Kakak pasti lapar," ajak Rasti bergelayut manja.
Arsyad tidak langsung menjawab ucapan Rasti. Seraya menatap tangan Rasti yang memeluk lengannya. Secara perlahan, dia melepaskan tangan Rasti. Kemudian ia meraba setiap saku di pakaiannya, mencari sesuatu.
"Hapeku mana ya?" tanyanya bingung.
"Hape? Rasti tidak tahu Kak. apa mungkin hape Kakak terjatuh saat ditolong masyarakat tadi sore?"
"Kalau gitu pinjam hapemu Ras! Kakak mau menghubungi istri kakak," ujar Arsyad meminjam ponsel Rasti karena ia khawatir Erina pasti mencari keberadaannya.
"Kenapa harus menghubunginya kak? Kakak sudah aman di sini." protesnya yang merasa terganggu jika Arsyad menghubungi Erina.
"Tidak. Hati kakak yang belum aman. Dia pasti sangat khawatir kakak belum pulang sampai sekarang,"
Rasti tertawa sinis, ia sangat menyayangkan sepupu iparnya masih saja mengingat istrinya. Padahal jaraknya lumayan jauh, kini mereka berada di luar kota yang sengaja Rasti rahasiakan tempatnya. Rasti ingin berdua saja dengan Arsyad tanpa ada yang mengganggunya.
"Kak Arsyad...kak Arsyad, kakak kok polos amat sih. Kakak masih cinta sama Teh Erin?"
Arsyad menoleh, menatap tajam Rasti. Dia tidak mengerti dengan ucapan Rasti yang seolah meremehkan istrinya.
"Dengar Rasti, Erin itu istriku. Sudah sewajarnya aku mencintai dan menyayanginya begitu pun Erina yang sangat tulus mencintaiku walaupun keadaanku yang..."
"Mandul?"
Arsyad terhenyak karena Rasti mengetahui masalah pribadinya.
"Dari mana kamu tahu kalau aku mandul?" tanya Arsyad agak malu karena masalahnya diketahui orang lain.
Rasti tertawa keras sekali,
"Dari siapa lagi kalau bukan dari teh Erin. Kak Arsyad...ya ampun kak, jadi selama ini kakak sudah dibohongi sama Teh Erin?" tanya Rasti sambil menggelengkan kepalanya.
"Bohong, bohong apa?" tanya Arsyad semakin tidak mengerti.
"Jadi Kak Arsyad tidak pernah tahu kalau sebenarnya yang mandul itu Teh Erin, bukan Kak Arsyad."
Arsyad terhenyak, ia kaget bukan main dengan ucapan Rasti yang seolah sedang menelanjangi istrinya dengan mengungkapkan fakta tentang rumah tangganya.
"Tidak mungkin. Istriku orangnya jujur. Ia sangat baik. Ia masa depan yang sangat baik. Bahkan saat orang tuanya meminta untuk bercerai denganku pun ia menolak dan tetap mempertahankan rumah tangga kami walaupun ia tahu kalau aku mandul dan aku percaya itu karena waktu pemeriksaan di rumah sakit pun kami datang berdua dan dokter mengatakan kalau aku yang mandul," jelas Arsyad benar adanya.
"Terus Kak Arsyad percaya?" tanyanya sinis.
"Ya jelas lah aku sangat percaya, karena dia istriku dan dokter pun mengatakan kebenaran nya. Mereka tidak mungkin berbohong,"
Rasti menggelengkan kepalanya, dia berpikir keras untuk bisa menyakinkan sepupu iparnya itu.
"Itu karena kakak terlalu bucin padanya, sehingga apa pun yang diucapkannya selalu benar," ketusnya tepat di telinga kiri Arsyad.
Rasti masuk ke dalam, tidak kuat dengan hawa dingin yang ada di luar. Dia berharap Arsyad bisa merenungi ucapannya.
"Tapi dokter itu yang bicara langsung, Ras!" ucap Arsyad setengah berteriak.
Rasti menoleh, "Kakak percaya dengan dokter itu?"
"Ya jelas lah. Kalau sampai dokter itu berbohong berarti dia sudah melanggar kode etik kedokteran,"
Rasti tertawa lagi, ia duduk di bangku meja makan. Mengisi piring dengan nasi dan ayam goreng,
"Makanlah. Aku tidak ingin kakak lapar. Nanti kita bahas lagi," titah Rasti menyodorkan piring yang sudah terisi penuh.
Arsyad menerimanya karena ternyata perutnya pun meronta minta diisi. Arsyad langsung menyantap makanannya tanpa bersuara hingga tandas.
"Mau nambah?"
"Cukup. Aku sudah kenyang,"
Rasti bergeming memperhatikan perlakuan Arsyad yang sepertinya masih memikirkan istrinya, sehingga makan pun hanya sedikit tidak mau nambah.
"Jadi apa yang kamu ketahui tentang Erin?" tanya Arsyad setelah meneguk minumannya.
Rasti tersenyum penuh arti. Ternyata lelaki yang sangat ia cintai itu berminat untuk mengetahui informasi yang lebih jelas tentang Erina.
"Aku punya bukti kalau sebenarnya Teh Erin yang mandul. Diperkuat oleh ucapannya beberapa bulan yang lalu saat Teh Erin ke rumahku. Ini buktinya,"
Rasti memperlihatkan video Erina yang sedang berbicara dengan mamanya Rasti.
"Jadi Erinlah yang mandul, tante," ucap Erin saat itu.
Ucapan Erina dalam video tersebut hanya berdurasi 1 menit. Hal itu sangat memperkuat dugaan bahwa memang dugaan itu benar adanya dan hal tersebut bisa dijadikan bukti bahwa Erina telah berbohong selama ini.
Arsyad masih sedikit syok, dia masih tidak percaya dengan ucapan yang disampaikan oleh Rasti.
"Itu tidak mungkin. Erina orang yang jujur. Tidak mungkin Erina yang mandul. Tidak mungkin Erina berbohong. Kalaupun memang Erina mandul, kenapa dia sampai berbohong?"
"Ck... kakak ini terlalu polos karena saking bucinnya sama istri. Dia melakukan itu karena dia tidak mau ditinggalkan. Kalau dia jujur tentang kemandulannya, tentu saja tidak akan ada lelaki lain yang mau sama dia. Makanya dia memutar balikkan fakta. Agar kak Arsyad tetap mendampinginya. Dan satu lagi, dokter yang di ruang sakit itu, temannya teh Erin. Makanya dokter itu mau diajak kerjasama.
Arsyad menatap Rasti dengan tajam. Ia masih tidak percaya dengan ucapan Rasti.
"Jadi Kak Arsyad masih belum percaya?"
Arsyad menggelengkan kepalanya, "Tidak ini tidak mungkin. Kalau memang ini benar, tega sekali dia. Sampai orang tuanya sangat membenciku karena aku tidak bisa memberinya keturunan. Tidak tahunya..."
Rasti kembali tersenyum sinis, ia merasa kasihan pada Arsyad yang selama ini ia cintai.
"Maka dari itu kak. Sebaiknya kakak bisa membuktikan kalau kakak bisa memberikan keturunan dan sebenarnya kakak itu tidak mandul,"
Arsyad menatap Rasti dengan tidak mengerti.
"Maksud kamu, bukti apa?" tanya Arsyad penasaran.
"Menikah."
"Menikah?"
Arsyad mengerutkan keningnya, bibirnya menganga tidak pernah terpikirkan untuk menikah lagi. Apalagi itu hanya untuk membuktikan bahwa dirinya tidak mandul.
"Iya kak. Dengan menikah lagi kakak bisa membuktikan bahwa kakak bisa mendapatkan anak dari wanita lain,"
Arsyad menekan pelipisnya. Kepalanya mulai berdenyut, dia tidak mungkin meninggalkan Erina. Dia terlalu mencintainya. Tapi ucapan Rasti tidak salah juga.
"Menikahlah denganku, kak!" ajak Rasti tidak mau berbasa-basi.
"Apa!"
nahh lohh Bu Emmi ... bersiap lahh
Tenang Bu gurumu ngk kan biarkan mu pergii
gimana dia bisa di atur kalau papanya aja ngk ngertii
Byk yg gk suka ma razan apalg guru” pdhl mereka bs aja dipecat dan dikluarkan sm papa razan