Nayla dan Dante berjanji untuk selalu bersama, namun janji itu pudar ketika Nayla mendapatkan pekerjaan impiannya. Sikap Nayla berubah dingin dan akhirnya Dante menemukan Nayla berpegangan tangan dengan pria lain. Hatinya hancur, tetapi sebuah kecelakaan kecil membawanya bertemu dengan Gema, kecerdasan buatan yang menjanjikan Dante kekayaan dan kekuasaan. Dengan bantuan Gema, Dante, yang sebelumnya sering ditolak kerja, kini memiliki kemampuan luar biasa. Ia lalu melamar ke perusahaan tempat Nayla bekerja untuk membuktikan dirinya. Dante melangkah penuh percaya diri, siap menghadapi wawancara dengan segala informasi yang diberikan Gema.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gejolak Emosi
Di koridor yang dingin, Freya menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah Dante yang mengikutinya. “Dante, ada satu hal yang lupa ku sampaikan, aku sudah menelepon restoran dan memesan meja di sana. Bukan di kantor.”
“Kurasa suasana yang lebih santai akan lebih baik untuk kita.” Wajah Freya yang ramah membuat Dante merasa tidak ada keraguan sama sekali tentang niatnya. Ia mengangguk pelan sembari menjawab, “Baiklah Freya, aku akan ikuti ke mana pun kamu ajak.”
Dante merasa ini adalah kesempatan yang sangat bagus untuk memajukan ambisi pribadinya. Setelah Dante dan Freya masuk ke mobil, Gema pun mulai berbisik padanya, [Makan malam ini adalah kesempatan terbaik untuk mengikat hubunganmu dengan Freya lebih kuat lagi, pastikan kau bicarakan topik yang menarik perhatiannya, dan buat dirimu terlihat seperti pria sejati].
Dante tersenyum tipis dan Gema melanjutkan bisikannya, [Ingat, jangan tunjukkan kelemahanmu atau kesalahan apapun, kau harus terlihat sempurna!]. Dante mengangguk singkat dan berkata dalam hati, "Aku tidak akan mengecewakanmu, Gema."
Setibanya di restoran, Freya menuntunnya ke meja yang sudah dipesan. Freya menatap Dante dengan pandangan yang dalam, seolah ia sedang mencoba membaca pikiran pria itu. "Kau terlihat lebih tenang setelah apa yang terjadi," kata Freya, memulai percakapan.
Dante hanya tersenyum tipis dan menjawab, "Freya, aku percaya, semua yang terjadi pasti ada hikmahnya. Seperti yang kau bilang, itu hanya cobaan kecil." Freya terdiam sejenak dan menatap Dante dengan tatapan penuh kekaguman.
"Kau benar-benar tidak seperti pria yang aku kenal pada umumnya," pujinya. Dante tertawa kecil dan menjawab, "Sepertinya aku harus berterima kasih pada kehidupan yang membuatku menjadi seperti ini." Freya ikut tertawa, mereka terlarut dalam tawa yang ringan, seolah beban yang mereka pikul di hari itu telah hilang.
Gema terus membisiki Dante tentang kalimat apa yang harus dia sampaikan, [Katakan padanya, wanita seperti dia pantas mendapatkan pria yang menghargai, bukan pria yang memperlakukannya seperti barang!], bisik Gema.
Dante melirik Freya, dan berkata, "Kamu, Freya, adalah seorang wanita yang berharga. Sepertinya kamu pantas mendapatkan pria yang menghargaimu dan tidak pernah sekalipun memandangmu sebagai barang yang bisa dia sakiti."
Freya terdiam, menatap Dante dengan mata yang berbinar. Wajahnya yang cantik terasa begitu lembut di bawah cahaya remang-remang restoran. Freya merasa tersentuh oleh kata-kata Dante, Dante pun tersenyum tipis dan membiarkan kata-katanya menggantung di udara.
Gema sekali lagi berbisik, [Bagus, Dante, teruskan! Kau telah berhasil mengambil hati Freya dengan kalimat itu!]. Dante tahu, dia berada di jalur yang benar. Malam itu, mereka terus berbicara, tawa mereka yang begitu renyah memenuhi ruangan dan mengusir kesunyian.
Di tengah percakapan yang hangat, ponsel Dante yang diletakkan di atas meja tiba-tiba bergetar, layarnya menunjukkan nama "Dimas". Dante meminta izin pada Freya untuk mengangkat panggilan tersebut. Freya mengangguk sambil tersenyum.
Dante mengangkat telepon, suaranya terdengar datar. "Ada apa, Mas?" tanyanya, sedikit melunak saat ia berbicara pada temannya. Terdengar suara Dimas di seberang sana.
Nadinya terdengar sangat antusias, ia menceritakan tentang hari pertama Gemagroup beroperasi. "Bos! Hari pertama berjalan lancar! Kami semua di sini sangat kompak, bahkan kami berhasil menyelesaikan semua target yang kau berikan!" seru Dimas, suaranya dipenuhi oleh rasa bangga.
Dante hanya tersenyum tipis, ekspresinya tidak berubah. Lalu ia menjawab, "Kerja bagus, Mas. Terus lakukan yang terbaik," Dante menutup teleponnya dan memasukkannya ke dalam saku jaket. Wajahnya kembali menatap Freya, yang kini memandangnya dengan tatapan tertarik.
Freya memandang Dante dengan tatapan yang penuh rasa penasaran. Lalu ia bertanya, “Ada kabar baik?” tanyanya, suaranya terdengar penasaran. Dante tersenyum, senyum yang tidak sampai ke matanya, dan menjawab, "Ya, hanya kabar kecil dari temanku." Freya mengangguk dan tersenyum, ia tidak bertanya lebih lanjut, ia menghargai privasi Dante.
Setelah makan malam, Dante dan Freya pun berjalan menuju mobil. Freya menoleh ke arah Dante dan bertanya, “Jadi, Dante, kalau boleh tahu, tipe wanita idamanmu itu seperti apa?”
Dante terkejut mendengar pertanyaan itu, ia tidak pernah memikirkan hal itu lagi sejak dikhianati oleh Nayla. Hatinya masih terasa hampa ketika memikirkan tentang cinta. Ia tidak ingin lagi merasakan sakit yang sama, ia tidak ingin lagi merasakan pengkhianatan dari wanita.
Dante diam sejenak, memikirkan jawaban yang tepat. "Aku tidak tahu," jawab Dante, nadanya terdengar dingin. “Sepertinya aku tidak memiliki tipe wanita, aku hanya ingin bertemu dengan wanita yang tidak akan menyakitiku.”
Freya menatap Dante dengan tatapan yang sulit diartikan, ia melihat luka yang dalam di mata Dante, luka yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Freya mengangguk pelan, ia mengerti, ia tidak ingin memaksakan Dante untuk menceritakan kisah masa lalunya. Freya tidak bertanya lebih lanjut, ia berjalan di samping Dante, seolah ia mengerti luka yang Dante rasakan.
Setelah mereka berdua masuk ke mobil, suasana terasa begitu sunyi dan canggung. Freya menyalakan mesin mobilnya, dan setelah itu Dante memecah kesunyian. “Tiba-tiba aku jadi penasaran, bagaimana denganmu, Freya? Tipe pria idamanmu seperti apa?” tanyanya, suaranya terdengar lembut.
Freya yang semula tersenyum kini terdiam, ia memandang Dante dengan tatapan sendu. “Aku tidak punya tipe,” jawab Freya, ia tidak menatap Dante. "Aku tidak pernah berpikir tentang hal itu lagi sejak hubunganku dengan Bram berakhir.” Nama Bram yang keluar dari mulut Freya mengejutkan Dante, ia memandang Freya dengan tatapan terkejut, ia tidak menyangka jika Freya dan Bram memiliki hubungan yang rumit.
"Bram?" tanya Dante, sedikit terkejut. “Kalian berdua pernah memiliki hubungan, Bram adalah kekasihmu?” tanya Dante. Freya mengangguk, ia memejamkan matanya, seolah ia sedang mencoba mengubur kenangan yang menyakitkan. “Ya, dulu. Tapi itu tidak lama.”
Dante melihat bahwa Freya tidak ingin membicarakannya. Gema langsung berbisik padanya, [Dante, ini adalah kesempatanmu. Tunjukkan kepadanya bahwa kamu peduli, dan puji dia. Dengan begitu, kamu akan berhasil memenangkan hatinya]. Dante mengangguk dalam diam dan berkata dalam hati, "Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini."
"Apa yang terjadi di antara kalian?" tanya Dante, suaranya terdengar penasaran. Freya menghela napas panjang, ia membuka matanya dan menatap Dante dengan tatapan lelah. "Dia memaksaku," jawab Freya, suaranya terdengar bergetar.
“Dia memaksaku untuk berhubungan intim dengannya. Aku menolaknya, tapi dia terus memaksa. Dia tidak pernah peduli padaku, dia hanya peduli pada ambisinya.” Freya melanjutkan ceritanya, ia menatap Dante dengan air mata yang mulai mengalir di wajahnya.
“Aku tidak tahu harus berbuat apa. Dia juga adalah pesaing terberatku saat aku masih menjadi direktur.” Freya menangis, air mata membasahi wajahnya, ia tidak bisa lagi menahan rasa sakit yang ia rasakan.