Valda yang saat itu masih SD, jatuh cinta kepada teman dari perumahan seberang yang bernama Dera. Valda, dibantu teman-temannya, menyatakan perasaan kepada Dera di depan rumah Dera. Pernyataan cinta Valda ditolak mentah-mentah, hubungan antara mereka berdua pun menjadi renggang dan canggung. Kisah pun berlanjut, mengantarkan pada episode lain hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achmad Aditya Avery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sabuk Kuning dan Perkenalan Dua Siswi
Aku turun dan memeluk bambu, lalu mulai bergelantungan. Tidak dapat melihat sekitar karena mata sudah tersiram air dari awal memeluk bambu ini. Badan terus-menerus didorong dan digoyangkan oleh orang-orang yang ada di kolam baik kakak senior dan mereka yang iseng ikut mempersulit rintangan. Tiba-tiba kepalaku membentur tembok. Ternyata itu tanda kalau sudah berhasil menyeberangi bambu. Aku berhasil mendapatkan sabuk kuning itu.
Selanjutnya hanya tinggal menonton peserta lain. Idan juga berhasil menyeberanginya. Ada beberapa peserta yang mengulang di putaran berikutnya. Setelah lebih dari satu jam, semua peserta berhasil lolos dan mendapatkan sabuk yang mereka harapkan. Tiba-tiba seluruh peserta beserta kakak senior turun ke kolam untuk merayakan keberhasilan hari ini. Aku yang sudah mendapatkan sabuk kuning di tangan ikut masuk ke dalam kolam. Saling menyiram air, bahkan ada yang bermain tinju-tinjuan di atas bambu. Semua merayakannya dengan penuh kegembiraan.
Kami segera bersiap untuk acara terakhir yaitu penampilan yel-yel dari masing-masing kelompok. Sekitar jam 1, kami sudah bersiap di lapangan. Mulai dari kelompok pertama yaitu kelompok bunglon. Mereka menarikan yel-yel dengan irama dangdut. Begitu riang dan amat bersemangat, perpaduan gerak pasang kuda-kudanya juga sempurna. Lanjut ke kelompok berikutnya. Semua peserta sangat kompak.
Hingga sampai kepada giliran kelompok kami. Aku mulai tidak percaya diri. Semua kelompok menampilkan sesuatu yang luar biasa. Kelompok kami tampil, kami memutuskan untuk menggunakan irama dari lagu Spongebob sebagai pengantar yel-yel kami. Awal yang bagus. Semua peserta tertawa. Namun, saat kami memperagakan sembilan gerakan pasang kuda-kuda, aku tidak terlalu hafal gerakannya, hingga mungkin nilai penampilan kelompok kami berkurang. Aku memang tidak berguna dalam hal menghafal.
Acara selesai, kami mempersiapkan diri untuk pulang. Barang elektronik yang disita, sekarang sudah bisa diambil. Aku tidak sempat menjemur pakaian yang basah, padahal seharusnya tadi saat pertunjukan kelompok adalah waktu yang tepat untuk menjemur baju karena cuaca sangat panas. Setelah kami diberikan pengarahan dan acara perpisahan. Kami semua pergi meninggalkan pondok dan menuju tempat bus yang sudah menanti kami di depan pintu gerbang pondok. Jam setengah 5 kami meninggalkan tempat yang menarik ini.
Aku sudah cukup bahagia. Ini liburanku yang amat berkesan. Sebagian besar dari penghuni bus tertidur dengan lelapnya. Tidak lama aku ikut memejamkan mata. Ini sungguh melelahkan. Kami tiba di Tangerang jam setengah 9 malam. Kami kembali ke rumah masing-masing setelah sebelumnya salat dan berpamitan.
Akhirnya aku mendapatkan sabuk kuning seperti yang diharapkan. Sesampainya di rumah, lelah tidak tertahan. Aku langsung tidur tanpa memikirkan pakaian kotor dan mandi terlebih dahulu. Keesokan harinya papa dan mama memujiku karena keberadaan sabuk kuning ini. Sebenarnya masih jauh lebih payah dari teman-teman yang lain. Aku hanya tersenyum menghadapi ekspresi mereka.
Tidak terasa liburan yang berlangsung tiga minggu, kini harus berakhir. Aku akan kembali berhadapan dengan sekolah. Pertanyaan-pertanyaan kembali muncul di kepala, setiap kali tahun pelajaran baru dimulai. Apakah aku akan kembali mengalami penyiksaan di kelas yang baru? Apakah aku akan mengalami kemajuan dalam hal percintaan? Aku akan memulainya kembali. Tidak semangat rasanya menyambut tahun ajaran baru.
Masuk di kelas 9.5, itu berarti kelas yang berada di urutan paling rendah. Apa aku akan sekelas lagi dengan para geng brutal itu? Syukur, aku mulai menemukan Arka, Ata, dan Riz di kelas ini walaupun sedang ada masalah dengan Riz sejak kelas dua dan sampai sekarang belum pernah bicara lagi. Aku duduk di kursi urutan kedua dari belakang. Sejauh ini masih bisa bercanda bebas dengan Arka dan Ata. Tidak lama datanglah dari depan pintu kelas seseorang yang keberadaannya tidak aku inginkan. Dia adalah Gon, yang datang di pagi indah ini, dan membuatku harus segera waspada akan tingkah lakunya. Apa dia akan menyuruh membelikan cimol atau molen? Sekali-kali aku ingin dia menyuruhku membelikan buaya untuk memakan dirinya sendiri.
Tidak seperti biasanya, Gon langsung duduk di kursi. Apa dia tidak melihatku? Syukur, pagi ini tidak ada acara suruh-menyuruh. Aku dan Gon memang sudah setahun tidak sekelas tapi tetap saja dia masih terus menyuruhku setiap dia mampir ke ruang kelas saat kelas dua. Itulah alasan kenapa aku muak dengan keberadaannya. Rasanya ingin sembunyi di kolong meja jika memungkinkan atau terbang ke luar angkasa. Saat kelas satu, Gon selalu menyuruhku mulai saat masuk kelas hingga pulang sekolah, di saat-saat itu selalu saja ada perintah darinya.
Tiba-tiba dihebohkan dengan beberapa murid yang membicarakan tentang sesuatu. Aku mencoba mendengar dari jauh. Mereka bilang, beberapa anggota mereka dikeluarkan dari sekolah karena kasus yang sangat parah. Mereka yang dikeluarkan berjumlah kurang lebih delapan orang.
Apa ini tandanya aku bisa tenang? Sedikit bernapas lega saat itu. Beberapa dari orang yang dikeluarkan itu adalah orang yang selalu menindasku di kelas dua. Namun bagaimanapun aku juga sedih mendengar berita ini. Seandainya mereka keluar saat kelas satu mungkin aku akan lebih bahagia.
Saat guru keluar dari ruang guru. Semua kembali ke tempat duduk masing-masing. Aku duduk sendirian lagi. Empat kursi dari depan karena tidak terlalu kelihatan jika melihat papan tulis dari kursi kedua dari belakang. Saat di posisi awal, aku tidak bisa serius belajar karena di sana ramai sekali. Banyak murid yang bercanda dan mengobrol. Arka duduk di deretan kursi sebelah, hanya saja dia di kursi ketiga dari depan. Dia awalnya duduk dengan Adi, tapi tidak lama Adi pindah ke kursi di depannya bersama Riz.
“Val! Duduk di sebelah sini saja,” kata Arka sambil menunjuk kursi di sebelahnya.
“Baiklah.” Aku mengikuti maunya.
Sekarang aku duduk di sebelah Arka. Ada yang mengganjal dalam pikiran saat duduk di samping Arka. Arka sepertinya sibuk dengan kedua murid perempuan yang duduk tepat di belakang kami. Entah malu atau bertingkah cool, aku tidak mencoba melihat wajah kedua perempuan yang ada di belakang.
Hanya melihat sekilas mereka berdua memakai rok serta suara yang sudah cukup menegaskan bahwa mereka berdua adalah perempuan. Aku seperti kambing congek di sini. Bahkan di saat guru menjelaskan mereka tetap saja mengobrol. Namun tidak lama kemudian Arka memanggilku.
“Val! Diam mulu? Ikut ngobrol saja, jangan malu-malu deh. Ini Ivi yang pakai kacamata dan di sebelahnya Risa yang sering menyandarkan diri di tembok. Mentang-mentang duduknya tepat di samping tembok,” kata Arka memperkenalkanku pada kedua perempuan yang ada di belakang, yang ternyata namanya adalah Ivi dan Risa.
“Eh, iya,” kataku sambil menolehkan pandangan kepada kedua perempuan di belakang.
Aku tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Tanpa pikir panjang aku langsung menyodorkan tangan dan memperkenalkan diri. Aku tidak tahu. Aku tidak kenal siapa mereka. Sudah kelas tiga tapi masih sangat banyak orang yang tidak aku kenal di sekolah ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...