Melati, hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah elite. Namun, dia harus terjebak dengan seorang Tuan Muda yang ternyata Ayah dari anak didiknya.
Menjadi istri bayaran, bukan salah satu dari cerita yang ingin dia lalui dalam hidupnya. Ketika dia harus menikah dengan pria yang hatinya terkunci untuk sebuah cinta yang baru dan sosok baru setelah kepergian istrinya.
Namun sial, Melati malah jatuh cinta padanya. Bagaimana dia harus berjuang akan cinta yang dia miliki. Dalam pernikahan yang semu, dia harus berjuang membuka kembali hati suaminya yang sudah terkunci rapat. Namun, di saat dia benar-benar ingin berjuang dalam cinta dan pernikahannya ini. Melati, harus menyadari satu hal tentang suaminya.
"Kau tidak akan pernah ada dalam tujuan hidupku. Jadi berhenti berharap lebih!"
Melati hanya bisa diam dengan menatap punggung Zaidan yang pergi menjauh darinya setelah mengucapkan kalimat yang benar-benar menghancurkan harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan saat ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panik
Melati sedang menyeduh mie instan yang dia beli di minimarket saat perjalanan pulang tadi. Tiba-tiba dia ingin makan mie instan dengan beberapa cabe rawit merah. Ini masih sore, dan masih ada waktu beberapa jam lagi untuk bersiap untuk pergi ke acara Zaidan nanti malam.
Duduk di kursi meja makan dengan semangkuk mie dan potongan cabe rawit yang membuatnya terlihat begitu segar. Melati mengaduknya pelan dan mulai mencoba airnya yang terasa hangat ke tenggorokan dan perutnya.
"Ah, seger banget. Aku memang butuh makanan pedas untuk menjadi istri bayaran yang baik nanti malam"
Di balik pintu, Pak Than tersenyum mendengar ucapan Melati. Gadis yang selalu terlihat ceria dan berani itu. Memang pantas bersanding dengan Tuan Muda yang dingin dan sulit tersentuh.
Suara langkah kaki membuat Pak Than menoleh, dia sedikit terkejut melihat Zaidan yang sudah kembali ke rumah sekarang.
"Tuan Muda, sudah pulang"
Pak Than segera mengambil tas dan jas Zaidan yang sudah terbuka. Mengambilkan sandal rumah untuk Zaidan.
"Dimana dia?" tanya Zaidan.
"Sedang makan mie di ruang makan"
Zaidan mengangguk, setelah mengganti sepatu dengan sandal rumah. Dia berjalan ke arah ruang makan, melihat Melati yang sedang makan semangkuk mie dengan tenang dan terlihat sangat menikmati makanannya. Zaidan berjalan ke arahnya, belum disadari oleh Melati tentang keberadaannya.
"Sedang apa kau?"
Uhuk.. Melati sampai tersedak saat mendengar suara bariton itu. Lalu, dia mendongak dan menatap Zaidan dengan masih terbatuk-batuk, mie ini sangat pedas sampai ketika tersedak maka tenggorokannya terasa panas.
"Hei, kau makan apa sih?" teriak Zaidan kaget melihat mata dan wajah melati yang memerah dengan terus terbatuk-batuk. Zaidan segera mengambilkan segelas minum dan memberikan pada istrinya itu.
Melati segera minum untuk menghilangkan rasa pedas ditenggorokannya. Matanya memerah dan mengeluarkan air mata sekarang. Setelah cukup membaik, Melati mengusap air matanya di pipi.
"Tuan bikin aku kaget. Jadi aku tersedak"
Zaidan menatap ke dalam mangkuk di depan Melati yang masih terisi setengahnya lagi. Potongan cabe rawit masih terlihat banyak disana.
"Kau makan apa ini? Cabe? Ini makanan apa?" tekan Zaidan.
Melati melirik kesal pada Zaidan, dia sudah meraih kembali sendok di atas mangkuk untuk menghabiskan mie dalam mangkuknya itu. Tapi, Zaidan sudah duluan membawa mangkuk berisi sisa mie itu ke wastafel dan membuangnya disana.
"Ish, kok dibuang sih? Kan sayang, masih ada itu" ucap Melati yang menatap sayang pada mie yang dibuang disana.
Zaidan berbalik dan menatapnya tajam. "Itu bukan makanan manusia. Makan mie, atau makan cabe? Kau bisa mati gara-gara itu"
Ck, apaan sih dia ini. Gak ada yang mati gara-gara makan mie pake cabe rawit. Berlebihan banget deh.
"Tuan, itu makanan manusia sudah jelas. Lagian aku biasa memakan itu, kenapa harus dibuang. Padahal aku masih lapar" lirih Melati di akhir kalimatnya sambil menatap ke arah wastafel disana.
"Pak Than!" teriak Zaidan memanggil kepala pelayan di rumahnya ini. Lalu, Pak Than muncul dan mengangguk hormat pada Zaidan. "Jangan ada lagi yang izinkan membuat mie instan di rumah ini! Dan dia bilang lapar, Pak Than buatkan dia makanan sehat saja daripada mie itu"
Melati terdiam dengan mata berkedip kaget. Zaidan yang langsung melarang ada yang makan mie di rumah ini. Padahalkan dia juga baru kali ini makan mie. Tapi sudah ada larangan saja sekarang.
"Nona, tolong dituruti saja perintah Tuan Muda. Dia tidak suka dibantah. Sekarang Nona mau makan, biar saya buatkan saja"
Ucapan Pak Than jelas mengandung sebuah penekanan, jika memang Melati tidak akan bisa membantah ucapan Zaidan barusan. Akhirnya Melati hanya mengangguk pelan dengan menghembuskan nafas panjang.
"Tidak perlu Pak, aku sudah tidak ingin makan juga. Sekarang aku mau ke kamar dulu"
"Baik Nona"
Melati pergi ke kamarnya sekarang, Zenia yang sedang tidur, membuatnya merasa tidak ada teman sekarang. Padahal dengan gadis kecil itu, dia senang menggoda Zenia yang selalu terlihat menggemaskan, meski cara bicaranya sudah cukup dewasa dari usianya itu.
*
Saat malam tiba, Lina dan Maya sudah berada di kamarnya. Membantu Melati untuk bersiap.
"Tunggu dulu!" teriak Melati, mencegah Lina dan Maya yang berjalan ke arahnya. "Kalian mau masuk juga? Masa mau ikut aku mandi? Hey, Lina, Maya, aku bisa mandi sendiri. Kalian siapkan saja pakaian yang harus aku pakai"
"Tapi Nona, anda harus menggunakan ini" ucap Maya dengan menunjukan sebuah botol lulur di tangannya.
Melati langsung menyambar botol lulur itu dari tangan Maya dan segera berlari masuk ke dalam kamar mandi. Mengunci pintu, dan berteriak. "Aku bisa memakainya sendiri. Sudah kalian siapkan saja bajunya!"
Akhirnya Maya dan Lina juga tidak bisa membantah. Mereka mulai menyiapkan segala perlengkapan untuk Melati pakai saat pergi ke acara itu.
"Kok bisa ya Tuan Muda menikahi gadis seperti Nona? Dia terlihat berbanding terbalik dengan sikap Tuan" ucap Maya sambil merapikan gaun yang akan dipakai oleh Melati nanti.
"Hush.. Jangan bicara seperti itu, kalau sampai ada yang dengar. Nanti kita bisa dipecat. Ingat saat kita bekerja disini, Pak Than bilang apa" ucap Lina mengingatkan.
Maya mengangguk pelan. "Iya aku ingat"
Ketika hari pertama mereka bekerja disini, Pak Than sudah mengatakan jika mereka jangan membicarakan apapun yang menyangkut dengan kehidupan pribadi Tuan Muda. Apapun itu, mereka tidak boleh membicarakannya. Jika terdengar mereka membicarakannya, maka akan langsung dipecat dari rumah ini dan dapat dipastikan akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan lain.
"Aku tidak menjelekkan Nona Muda, hanya saja dia terlihat sangat ceria dan begitu berbeda dengan Tuan Muda. Aku pikir istrinya Tuan Muda itu, pasti perempuan elegan dan anggun. Tapi ternyata tidak. Tapi, Nona sangat baik dan bisa berbaur dengan kita juga" jelas Maya.
"Iya, memang Nona sangat baik"
Menyadari sesuatu, mereka langsung saling pandang. Lina berjalan duluan ke arah pintu kamar mandi, mengetuknya pelan. "Nona! Kenapa lama sekali?"
Belum ada jawaban, membuat Maya juga bingung. Dia ikut mengetuk pintu dan berteriak juga memanggil Melati. Tapi masih saja belum ada jawaban.
"Lina, Nona tidak kenapa-napa di dalam 'kan? Kenapa tidak menjawab" ucap Maya panik.
Lina menggeleng pelan. "Aku juga tidak tahu. Sebaiknya kamu panggil Pak Than, minta kunci cadangan untuk membuka kamar mandi ini"
Maya mengangguk dan segera keluar dari ruang ganti. Berlari keluar kamar, mencari keberadaan Pak Than yang ternyata ada di dapur.
"Pak, itu ..."
Pak Than menatap Maya dengan bangung. "Ada apa Maya?"
"Itu Pak, Nona Muda ... Nona tidak kunjung keluar dari kamar mandi. Kami panggil-panggil juga tidak menjawab"
Pak Than ikut panik sekarang, dia segera berlari mendahului Maya.
Bersambung
Maaf Telat ya gengs.. Biasa lagi sok sibuk..
nextttt thor.....