Baron sudah muak dan mual menjadi asisten ayah kandungnya sendiri yang seorang psikopat. Baron berhasil menjatuhkan ayahnya di sebuah tebing dan berhasil melarikan diri. Di tengah jalan Baron tertabrak mobil dan bangun di rumah baru yang bersih dan wangi. Baron mendapatkan nama keluarga baru. Dari Baron Lewis menjadi Baron Smith. Sepuluh tahun kemudian, Baron yang sudah menjadi mahasiswa hukum kembali dihadapkan dengan kasus pembunuhan berantai yg dulu sering dilakukan oleh ayah kandungnya. Membunuh gadis-gadis berzodiak Cancer. Benarkah pelaku pembunuhan berantai itu adalah ayah kandungnya Baron? Sementara itu Jenar Ayu tengah kalang kabut mencari pembunuh putrinya yang bernama Kalia dan putri Jenar Ayu yang satunya lagi yang bernama Kama, nekat bertindak sendiri mencari siapa pembunuh saudari kembarnya. Lalu apa yang terjadi kala Baron dipertemukan dengan si kembar cantik itu, Kama dan Kalia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Dia?
"Memangnya apa yang kamu temukan?" Jenar Ayu masih kesal.
"Aku menemukan robekan kain"
"Apa yang bisa dipakai dari robekan kain?" Jenar Ayu menghela napas panjang untuk mengurai kekesalan di hatinya.
Detektif Akira mengulurkan robekan kain ke Jenar Ayu sambil terus fokus melajukan mobilnya di jalanan beraspal. "Banyak. Robekan kain yang aku temukan ada tempelan sticker nama laundry. Dia sepertinya sering membawa baju-bajunya ke laundry ini"
"Lumière" Jenar Ayu menelisik robekan kain yang ditemukan oleh detektif Akira.
"Kamu bisa bahasa Perancis juga?"
"Nggak bisa"
"Tapi kamu baca Lumière dengan benar"
"Kebetulan aja"
Akira terkekeh geli lalu berkata, "Kita akan mengunjungi Lumière"
"Lalu, orang itu? Bukankah kita harus menemui orang itu dan melampiaskan dendam kita ke orang itu"
Akira menoleh ke Jenar Ayu sekilas dengan senyum tipisnya.
Jenar mengerutkan keningnya, "Pihak kepolisian udah berhasil menangkapnya, kan?
Akira menggeleng, "Nggak berhasil. Aku udah punya feeling kalau pihak kepolisian nggak akan berhasil menangkapnya"
"Lalu kenapa kamu hentikan aku mengejarnya tadi, hah?! Aku hampir aja......"
"Kau bisa mati kalau nekat mengejarnya. Kita harus bergerak dengan hati-hati dan harus sabar banget kalau ingin menangkapnya karena aku lebih ingin menemukan sarangnya lalu menyudutkannya di sana Dia itu tupai, lincah, cerdik, dan sangat sulit untuk ditangkap tanpa kelincahan dan kecerdikan juga"
Jenar Ayu bersedekap dengan dengusan napas kesal.
"Jangan kesal gitu. Aku juga menemukan sesuatu selain robekan kain itu"
"Apa?"
"Dia kidal"
"Kok kamu tahu dia kidal?"
"Dia naik lewat balkon dengan kaki kirinya"
"Itu tidak membuktikan kalau dia kidal. Bisa jadi dia tergesa-gesa masuk jadi salah pilih kaki"
"Oke bisa jadi begitu, emm, kalau nggak kidal berarti kaki kanannya cedera atau pernah cedera jadi tidak kuat untuk......."
"Kamu benar!" Pekik Jenar sambil menepuk keras bahu Akira.
"Eh, kaget aku"
"Maaf, emm, kamu benar. Aku tadi lihat cara larinya aneh. Dia sedikit menyeret kaki kanannya, tapi tetap saja larinya kencang banget dengan kaki kanannya yang lemah" Jenar Ayu membentuk tanda kutip di udara bebas di kata lemah.
"See" Akira tersenyum senang.
"Ya, kamu memang hebat. Aku akui. Dan ada satu lagi"
"Hmm?" Akira melirik Jenar Ayu.
"Jejak kaki di lumpur, di dekat jasad putriku, yang lebih dalam adalah jejak kaki kiri. Aku rasa hipotesis kamu keren, kaki kanan si pelaku bermasalah"
"Terima kasih untuk pujiannya. Akhirnya kesabaran aku selama ini mulai mengerucut ke sarang b*j*ng*n itu. Sepandai-pandainya tupai melompat pasti terpeleset jatuh kalau sudah ketemu dengan Jenar Ayu"
"Dan tupai akan mati kutu kalau sudah ketemu dengan Akira"
Akira dan Jenar kemudian saling melirik dan tertawa kecil bersamaan.
...♥️♥️♥️♥️...
Sementara itu, pasangan unik yang mana yang satu udah berumur dua puluh tahun dan yang satunya lagi masih berumur delapan belas tahun, sudah melepas sabuk pengaman mereka.
"Tunggu!" Baron menahan pundak Kama dan Kama sontak menggerakkan bahunya sambil menggeram, "Jangan menahanku! Aku mau masuk"
"Iya, masuk aja kalau kamu udah pakai ini" Baron memakaikan topinya yang dia ambil dari dalam tasnya ke kepalanya Kama
Kama sontak mematung.
Baron membetulkan letak topinya di kepala Kama sambil berkata, "Tinggal pakai masker"
Kama mendengus kesal. Bibir Kama sontak mengerucut lancip.
Baron mengulum bibir sambil membatin, duh manis banget. Lama-lama bisa kena diabetes aku kalau dia selalu pasang muka gemes manis begitu.
"Kamu udah setuju pakai topi dan masker, kan, sebelum aku anter kamu ke sini, kenapa cemberut gitu?"
"Aku setuju karena......."
Baron menggeleng tega, "Nggak pakai karena!"
"Tapi, dengerin dulu!" Sembur Kama dengan mata menyipit.
"Nggak pakai tapi! Setuju ya setuju aja. Sekarang pakai masker! Kalau nggak maka aku akan putar balik mobil ini" Baron memegang kemudi mobilnya Kama.
"Iya, oke! Ambilkan maskernya di kotak dashboard depan kamu!"
Baron membuka kotak dashboard lalu mengulurkan satu masker yang dia ambil dari sana ke Kama, "Nih"
"Kamu nggak pakai masker?"
"Aku cowok ngapain pakai masker?"
Kama menyipitkan matanya, "Kamu itu cakep kalau nanti......."
"Akhirnya kamu ngakuin kalau aku ini cakep jadi mau dong dikejar sama cowok cakep ini" Baron menaik-naikkan kedua alisnya.
"Aku nggak muji kamu cakep, tapi melindungi diriku dari cewek-cewek nggak jelas yang pastinya ada di dalam klub malam. Kalau kamu nggak pakai masker aku akan repot ngurusi cewek-cewek yang nempel kamu dan......"
"Nih aku udah pakai masker" Baron mengulurkan wajahnya yang sudah memakai masker ke depan.
Kama sontak memundurkan wajahnya sambil berkata, "Bagus! Ayo kita masuk"
Baron membuka pintu mobil lalu turun sambil bergumam, "Bilang aja cemburu"
"Aku dengar ya! Aku nggak cemburu!" Bentak Kama sambil menutup kasar pintu mobilnya.
Baron hanya mengedikan bahu lalu berjalan pelan menuju ke pintu depan klub malam.
Kama berlari kecil ke Baron saat pemuda yang menurut Kama sangat menyebalkan itu menoleh ke arahnya.
Baron menghentikan langkahnya di depan pintu klub malam menunggu Kama berdiri di sampingnya.
Setelah Kama berdiri di sebelahnya, Baron membuka dompetnya. Dia lalu menunjukkan kartu identitasnya ke satpam klub malam. Kama mengikuti Baron. Mereka berdua kemudian diijinkan masuk ke dalam klub malam karena umur mereka sudah dianggap cukup.
Baron menurunkan topinya Kama berkata lirih, "Banyak cowok yang liatin kamu"
Kama menepis tangan Baron sambil menggeram, "Aku nggak bisa lihat depan"
"Pegang tanganku!"
"Ish! Modus"
"Oh kamu mau ditoel cowok-cowok yang liatin kamu saat ini?"
"Nggak" Pekik Kama sambil mendongak ke Baron.
"Makanya pegang tanganku. Kalau kamu nabrak jangan salahkan aku"
Kama mendengus kesal sambil menggaet lengannya Baron dan Baron mengulas senyum senang.
Baron memilih meja kosong di dekat panggung lalu membantu Kama duduk di sana.
"Kalia suka nyanyi di situ. Pas aku jemput temenku, aku melihat performnya bentar dan suara Kalia merdu banget"
Kama mengarahkan pandangannya ke panggung lalu menoleh ke Baron, "Kenapa kamu nggak ajak Kalia turun panggung terus anter dia pulang?"
"Ada cowoknya Kalia. Lagian Kalia nggak kenal sama aku, kalau aku ajak dia turun panggung apa dia bakalan mau?"
Kama menghela napas panjang lalu bertanya, "Pas Kalia dibully di toilet perpus, kenapa kamu nggak bantu dia dan nggak ajak dia kenalan?"
"Aku bantuin dia, aku pakaikan jaketku ke dia, tapi dia justru berlari meninggalkan aku tanpa menoleh ke aku dan jaketku sampai detik ini belum dia kembalikan. Mau ajak kenalan gimana coba?"
"Apa jaket kamu berwarna merah dan lengannya warna biru Dongker?
"Iya"
"Ada di kamarnya Kalia. Besok aku kembalikan ke kamu"
"Kalau kamu suka pakai aja jaketku nggak usah dikembalikan"
"Ish! Aku nggak bilang aku suka jaket kamu, ya!"
"Oh, kalau gitu suka sama yang punya jaket?"
"Baron!" Kama mendelik kesal.
Baron terkekeh geli lalu meletakkan dua es jeruk di atas meja. Es jeruk itu dia pesan lewat ponselnya.
"Bisa pesan lewat barcode di meja, ya?" Tanya Kama.
"Iya. Aku juga pesan kacang goreng nih untuk teman kita ngobrol" Baron meletakkan piring berisi kacang goreng di depan Kama.
"Aku akan transfer uang ke kamu untuk es jeruk dan kacang goreng ini"
"Nggak usah"
"Oke, terima kasih" Kama mencomot kacang goreng lalu mengedarkan pandangannya.
Tiba-tiba pundak Kama menegang saat dia melihat sesosok wanita berambut panjang acak-acakan berdiri di pojokan bar. Gaun putihnya lusuh, kotor oleh tanah, dan sedikit sobek di bagian bawah. Wajahnya pucat pasi, nyaris transparan, dengan mata cekung yang menatap lurus ke arah Kama. Bukan mata yang marah, bukan mata yang sedih, hanya kosong, hampa, seolah semua emosi telah terkuras habis darinya.
Jantung Kama berdegup kencang. Ini bukan yang pertama kali ia melihat sosok seperti ini, namun ada sesuatu yang berbeda. Wanita itu tidak bergerak, hanya berdiri mematung, menatapnya tanpa henti. Kama membuang pandangan dan pandangan Kama bertabrakan dengan kedua bola mata cokelatnya Baron.
"Kedua mata kamu berubah warna lagi, Kam. Mata kamu sakit? Kita pulang aja, ayok!" Baron sontak berdiri dan mendorong bangkunya ke belakang.
Kama menarik tangan Baron agar cowok itu duduk kembali.
"Mata kamu merah pekat, Kam. Pulang aja, yuk!" Baron menarik tangan Kama agar cewek itu berdiri. Kama menahan tangan Baron sambil menunduk dan berbisik, "Aku indigo"
Baron membeliak kaget.
"Ada makhluk astral di pojokan bar"
Baron semakin membeliak lebar saat Kama tiba-tiba menggenggam tangannya karena Kama mulai merasakan hawa dingin yang menusuk tulang, bukan karena AC, melainkan karena aura yang dipancarkan makhluk tak kasat mata itu. Ini bukan hanya penampakan biasa. Ini adalah interaksi, sesuatu yang jarang ia saksikan.
Siapa dia? Apa dia ada kaitannya dengan Kalia? Batin Kama.