NovelToon NovelToon
Zone

Zone

Status: tamat
Genre:Diam-Diam Cinta / Idola sekolah / Tamat
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Daisyazkzz

Wanita yang tidak percaya adanya hubungan dalam kata friendzone.
Apa itu friendzone? Apa gak aneh?

"Lo gak hadir sekali, gue bikin masalah."
-Nathan-

Alana tidak pernah menyangka.
diantara semua karakter diriku yang dia ketahui mungkin dia menyelipkan sedikit 'Rasa'.
aku tidak pernah tahu itu. aku cukup populer, tapi kepekaanku kurang.
dimataku, dia hanya sebatas teman kecil yang usil dan menyebalkan. aku tak pernah tahu justru dengan itulah dia mengungkapkan 'Rasa'.

pertemanan kami spesial.
bukan, lebih tepatnya, Friendzone dari sudut pandang 'Dia'.

#dont repost or plagiat this story ❗❗❗
jangan lupa komenn ^^

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisyazkzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

•(season 2)

...#Sebelumnya, jangan lupa follow author dan vote ceritanya ya. Thanks Reader smwa💌...

...*...

...*...

...°...

"Halo Nona? Apa perlu saya jemput anda?"

Hanya dengusan pendek yang terdengar di gagang telfon. Disusul jawaban pendek, "tidak usah."

Hari itu, langit agak menggelap. Di dekat halte bus, seorang wanita berdiri mengenakan kemeja berlapis mantel abu. Juga topi dan maskernya.

Di tengah-tengah kota besar ini, dia lumayan mencolok. Posturnya yang tinggi dan bentuk tubuh proporsional, juga kulit putih, ditambah outfit elegan yang ia kenakan.

Wanita itu fokus melihat ponselnya sedari tadi. Sama sekali tidak sadar dengan tatapan kagum orang-orang disana.

Jam pulang kerja baru saja lewat, jalanan ramai dipenuhi orang-orang berseragam dan bapak-bapak atau ibu-ibu yang baru pulang dari kantor mereka.

Termasuk dia.

Hari ini seharusnya spesial, karena setelah sekian lama, akhirnya semua akan berkumpul. Teman lama, sahabat.

Tak lama menunggu, bis datang. Semua yang ada disana langsung buru-buru naik. Ingin cepat menikmati suasana rumah.

Kalau diingat-ingat, Dia sudah tidak pernah lagi merasakan ketenangan di rumah seperti dulu. Sekarang hanya ada pekerjaan menumpuk, kesibukan, dan entahlah.

Seandainya waktu bisa berputar mundur. Aku mau mengubah semuanya.

Ini semua dimulai dari lembaran kehidupan sekolah SMA-ku.

Aku bertemu mereka, bersenang-senang, saling berbagi susah-senang, sesekali kami dihukum, bahkan diskors dua pekan. Aku ingat itu.

Banyak momen disana. Yang tidak akan pernah kita rasakan setelah lulus. Tidak bisa diulang.

Kalau ditanya, apa aku lebih suka kehidupanku yang sekarang? Mungkin mereka tidak tahu beratnya usahaku. Tapi aku sudah pasti menjawab, tidak.

Bukannya tidak bersyukur. Tapi aku hanya menyesal. Padahal dulu aku selalu ingin menjadi seperti 'Dia'.

"Kak? Maaf, apa kakak mau turun disini?"

Alana tersadar.

"Oh, iya. Makasih."

Pak sopir menyodorkan kembalian dari uang merah yang diberikan gadis ini.

Tapi belum sempat mengangkat kepala, gadis itu sudah lenyap. Pergi sangat cepat seolah ditelan angin.

***

"ALANA!! OMAYGAD~"

Gadis itu tersenyum lebar. Memandang lekat melepas kerinduan. Dia masih gak berubah, selalu gampang nangis.

"Alana....aku..kangen banget...Huwe~" Di dekapan Alana, Ola menangis haru. "Kamu cantik banget..."

Alana mengangguk mengusap punggung Sahabat lamanya. Ganti menatap Raven.

"Hai Rav. Gimana?" Tersenyum kaku. Alana masih bingung harus mulai dari mana.

Tidak hanya mereka, Alumni SMA angkatan tujuh nyaris semuanya datang.

Restoran ini bahkan sengaja dibooking semalaman, Mereka Reuni sampai puas.

Hajun, Bryan, juga datang.

Awalnya mereka sempat canggung, namun berkat Raven yang jago mencairkan suasana, semuanya cepat akrab kembali.

Alana, Raven, Bryan, dan Ola,  duduk-duduk di pinggir danau buatan disana sambil menikmati angin semilir malam sekaligus menunggu pesanan mereka matang.

Ada banyak hiasan bambu yang disusun berbentuk hati, dan lampu-lampu kuning menyala indah. Diatas danau banyak tanaman mengambang digoyang angin.

"Akhirnya kita ketemuan juga. Gue agak kangen (dikit)." Ucap Bryan, lagaknya yang sok masih ada sampai sekarang

"Bang, sekarang kuliah dimana?" Tanya Raven.

"Gue masuk jurusan Ekonomi doang. Gak punya cita-cita tertentu kok."

Bryan terkekeh.

"Gimana Lo sendiri?"

Alana ikut menatapnya.

Raven memang hebat, dia juga bisa mendirikan perusahaan kecil yang semakin tumbuh akhir-akhir ini. Padahal seperti baru kemarin dia lulus SMA.

"Lumayan bang. Penghasilan makin naik." Kata Raven dengan senyum tipis.

Begitu Alana ditanya, dia menjawab seadanya. Perusahaan ditangannya memang semakin mendunia, tapi makin banyak juga kesibukan.

Alana hanya tersenyum pendek.

"Yah gitulah. Penghasilan makin besar sih. Oh iya, aku bawain hadiah buat kalian."

Alana mengeluarkan tiga hadiah spesial diantara puluhan hadiah lain yang ia bawa buat semua orang.

"Wih, gila. Thanks banget. Sumpah gue gak nyangka bisa ketemu langsung sama Owner perusahaan G.A lho, wkwkwk." Seloroh Bryan.

"Nah, ini buat Ola sama dedek bayi." Alana menyentuh perut Buncit Ola.

Sahabatnya itu sudah hamil lima bulan. Dia juga mengerjakan kesibukan sebagai penulis novel.

"Al, trims banget. Aku gak kepikiran bawa apa-apa tadi. Maaf ya."

"Santai aja la. Kamu harus sehat, jangan kecapean ya. Raven! Jagain nih bidadari kamu. Awas aja kalo dia sakit." Alana malah memelototi Raven.

"Pasti lah. Gak perlu disuruh gue pasti jagain sampe akhir."

Alana dan Bryan tertawa. Sementara wajah Ola memerah.

"Eh, ada yang kurang. pangeran kita mana?"

Pertanyaan itu seketika mengingatkan Alana.

Dimana Nathan?

Kenapa dia sama sekali tidak muncul?

Apa dia tidak tahu?

"Mmm.. sebenernya... semenjak dia berhenti sekolah, gue putus kontak. Nomornya juga gak aktif." Tukas Bryan cemas.

Kalau dipikir-pikir, memang iya. Anehnya Nathan dan Claudia tidak pernah mengontak nya lagi. Semenjak Nathan pindah.

Bahkan saat hari kelulusan, batang hidungnya sama sekali tidak kelihatan. Tapi Alana dapat kiriman kado berisi sepatu hari itu.

"Iya ya Al. Kamu aja gak dihubungin apalagi kita." Ola menoleh Pada Alana.

"Mungkin aja dia sibuk." Kata Alana pelan. Meraba rumput di bawah yang dingin.

Sepi. Itu yang aku rasakan setelah lulus. Aku baru sadar, selama ini ternyata Nathan adalah pewarna di kehidupan kami.

Saat dia tidak hadir, pasti selalu terasa hampa.

Alana masih berusaha tersenyum.

"Udah Dateng pesenannya. Gas sikat! Bosen gue di kos makan mie instan Mulu!" Bryan berdiri, pesanan makanan mereka sudah diantar. Mereka semua langsung balik ke meja.

Malam itu terasa sangat menyenangkan bagi Alana yang selama ini hanya berkutat dengan pekerjaan.

Rasanya seperti kembali ke masa Sekolah. Tanpa beban dan tanggung jawab.

Mereka makan dan ngobrol sampai puas. Ada acara lain juga.

Pukul 23:00 tepat, mulai banyak yang memilih pulang. Termasuk mereka berempat.

Ola tidak mau melepaskan pelukannya.

"Al.....kamu harus sering-sering hubungin aku..."

"Sip, la. Udah, udah, itu Raven udah nungguin." Alana seperti biasa, mengusap punggungnya.

Memandang Ola yang semakin berubah dewasa.

"Kamu kan mau jadi ibu. Kuat-kuat ya. Kalo baby nya udah lahir, aku pasti main ke rumah."

Raven menggandeng tangan istrinya, "Ayo say. Al, makasi banyak buat oleh-olehnya!"

Bryan juga bersalaman dengan Alana.

"Oke girl, Lo harus cari jodoh! Jangan terlalu sibuk."

"Yoi man. Banyak sih sebenernya yang ngelamar." Alana pura-pura sombong, meniru Gaya Bryan pas SMA.

Mereka akhirnya berpisah.

Alana duduk sendirian lagi menunggu Bu Yayun menjemput di balai bambu yang ada di luar restoran.

Ia sangat lelah hari ini, sampai tidak sanggup menyetir mobil sendiri.

***

"Fuh.."

Hari-hari kembali seperti biasa.

Alana hanya duduk memantau proyek pengembangan cabang perusahaan baru, di ruangannya ditemani kopi hangat.

"Alana, apa kita harus menyetujui investasi yang ditawarkan perusahaan xxx?"

Bu Yayun sebagai sekertaris mulai membantu Alana menyelesaikan sebagian dokumen yang harus diberi cap resmi.

"Mm...Alana, kamu sakit?"

Gadis berusia 24 tahun itu menggeleng pelan. Padahal jelas-jelas wajahnya pucat walaupun ditutupi make up.

Bu Yayun kan hafal mati ekspresi wajahnya.

"Saya bisa membatalkan dokumen-dokumen ini kalau anda mau?"

Alana menggeleng lagi.

"Aku tidak apa-apa Bu. Lanjutkan."

Sebenarnya Alana sama sekali tidak konsentrasi mendengarkan laporan-laporan perkembangan yang dikonfirmasi Bu Yayun.

Pikirannya seolah masih tertinggal di Reuni semalam, ia jadi badmood.

"Oh iya Alana, pekan depan, akan ada business meeting dengan para pengusaha lain diluar kota. Apa anda akan datang?"

Alana menghembuskan nafas berat.

"Ng....coba tolong panggilkan pak Roy."

Pak Roy adalah manajer tim bagian keuangan, dia salah satu bawahan Alana yang bisa dipercaya, sering ikut rapat para atasan perusahaan.

Tapi Bu Yayun malah kembali ke ruangan Alana bersama seorang pegawai perempuan muda.

"Maaf Alana, Pak Roy sedang tidak masuk kerja. Dia ini asistennya, April."

Bukannya menoleh, Alana malah cuek menulis sesuatu di kertas.

"Oh, yasudah. Nanti saja kalau pak Roy sudah masuk." Tukasnya.

"Halo Bu Owner. Nama saya April, saya dengar ibu butuh sesuatu dengan pak Roy." Sang asisten membuka mulut, tersenyum.

"Bu, semua berkas dan data-data Pak Roy ada di saya. Kalau ada keperluan mungkin ibu juga bisa mengatakan pada saya."

Dahi Alana mengernyit.

"Kamu? Saya belum pernah lihat."

April tersenyum lagi, "ibu pernah bertemu saya saat Penerimaan pegawai Baru."

"Saya yang waktu itu membereskan daftar keuangan."

"Oh! Iya, saya ingat." Akhirnya Alana mulai menatap wanita di hadapannya ini.

"Silahkan duduk dulu."

Sosok April duduk dengan sopan. Selain cantik, dia juga lumayan menarik.

Alana berdiri, meminta rundown pekanan dari Bu Yayun.

"Pekan depan, Saya harus ikut rapat umum para atasan perusahaan. Tapi sepertinya saya tidak bisa datang. Sebenarnya saya mau pak Roy yang menggantikan datang."

"Saya bisa datang kesana menggantikan anda, Bu." Kata April mantap.

Alana diam sejenak.

Dia mungkin belum profesional. Tapi rapat ini kan tidak terlalu penting, mungkin dia bisa saja datang menggantikanku hanya untuk menyalin informasi tanpa harus banyak bicara.

Dia duduk kembali di kursinya.

"Hmm biar saya pikirkan dulu. Nanti kalau memang saya setuju, saya akan memberi undangannya."

April pun undur diri. "baik, saya pamit Bu."

***

Laporan diselesaikan dengan cepat. Sehari setelah April mengikuti Rapat umum, dia langsung meringkas semua poin-poin penting dari para pengusaha bisnis lain dan menyerahkan pada Bu Yayun.

Baru saja Alana mendapat telfon dari Perusahaan Y.E yang ingin mengajak perusahaan mereka masuk ke dalam organisasi untuk berinvestasi bersama.

Pelan-pelan mereka nantinya akan terjun ke dunia politik untuk berkembang lebih pesat.

"Kerjamu bagus juga. Saya dengar kamu memberi mereka saran investasi yang bagus."

Alana tersenyum lega.

Ia salah menduga. Ternyata setiap perusahaan harus memberikan tips masing-masing dalam rapat, untungnya April berhasil memberikan tips dengan caranya sendiri.

Bahkan perusahaan mendapat undangan masuk dalam organisasi yang membuat Alana semakin memandangnya.

"Terimakasih Bu. Sebenarnya saya diundang Langsung oleh ketua umum dari perusahaan Y.E, Steven Kevin." Ucap April, membalas senyum Alana malu-malu.

Aku pernah dengar namanya. Tapi, aku memang belum pernah bertemunya langsung.

"Bagus sekali. Hari ini cukup. Mungkin saya harus menaikkan gajimu."

April menunduk sopan sebelum berdiri. Lalu perempuan itu keluar ruangan setelah berterima kasih.

Alana menghembuskan nafas lega. Menyandarkan punggung.

"Aduh... akhirnya beres..."

"Alana, perusahaan Y.E dan perkumpulan organisasi juga mengundang kita para rapat selanjutnya." Kata Bu Yayun yang seketika membuat Alana lemas.

Yah, mungkin aku harus ikut kali ini. Kedepannya kan aku tidak sibuk.

Alana mengangguk.

"Oke. Siapkan saja semuanya."

Bu Yayun langsung mencatat sesuatu.

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!