NovelToon NovelToon
Lentera Jelita

Lentera Jelita

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Anak Genius / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter Genius / Romansa / Penyelamat
Popularitas:711
Nilai: 5
Nama Author: Alfianita

Meminta Jodoh Di Jabal Rahmah?
Bertemu Jodoh Di Kota Jakarta?


Ahtar Fauzan Atmajaya tidak menyangka jika ia akan jatuh cinta pada seorang wanita yang hanya ia temui di dalam mimpinya saja.


“Saya tidak hanya sekedar memberi alasan, melainkan kenyataan. Hati saya merasa yakin jika Anda tak lain adalah jodoh saya.”


“Atas dasar apa hati Anda merasa yakin, Tuan? Sedangkan kita baru saja bertemu. Bahkan kita pun berbeda... jauh berbeda. Islam Agama Anda dan Kristen agama saya.”

Ahtar tersenyum, lalu...

“Biarkan takdir yang menjalankan perannya. Biarkan do'a yang berperang di langit. Dan jika nama saya bersanding dengan nama Anda di lauhul mahfudz-Nya, lantas kita bisa apa?”


Seketika perempuan itu tak menyangka dengan jawaban Ahtar. Tapi, kira-kira apa yang membuat Ahtar benar-benar merasa yakin? Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya? Akankah mereka bisa bersatu?


#1Dokter
#1goodboy
#hijrah
#Religi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfianita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hanya Bisa Berdo'a

...Ini hanya musibah, takdir yang sedang melakukan perannya. Dan jika titik do'a terbaik tidak bisa menembus langit, maka kita bisa apa sebagai hamba yang hanya menadah. Pasrahkan saja semuanya kepada Allah. ...

...****************...

"Ya. Kau benar. Golongan darah B- hanya bisa menerima donor darah dari golongan B- dan o- saja. Tapi... sejak kapan dia peduli sama orang lain?" tanyanya lagi dengan alis saling bertaut.

"Bukankah memang dasarnya hatinya lembut, Bos. Hanya saja kita mendidiknya sedikit keras."

"Awasi saja pergerakannya. Jangan ada satupun yang terlewatkan."

Obrolan itu diakhiri secara sepihak. Laki-laki berbadan tinggi tegap dengan tubuh yang berisi kembali melakukan aksinya. Laki-laki itu mengenakan jas hitam, celana kain hitam dan tak lupa kacamata hitam bertengger di hidung, semakin menyempurnakan aksinya.

'Kenapa dia melihat dua orang asing itu seakan... Peduli. Apa dia akan melakukan sesuatu hal di luar dugaan?' gumam laki-laki itu dengan sepasang mata yang terus mengawasi pergerakan Zuena.

"Arjuna, kamu pulang saja dan bawa sekalian Bunda, istrimu dan adikmu ikut pulang. Biar Abi yang jaga di sini," pinta Abi Yulian dengan suara pelan.

Hening...

Suasana di sana terasa sepi dan sunyi. Beberapa orang yang mengunjungi keluarga mereka yang sedang sakit sudah kembali pulang. Karena malam itu jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Arjuna mampu mendengar permintaan Abinya, tetapi tubuhnya terasa membeku di tempat. Kakinya seakan tidak bisa bergerak meskipun satu langkah saja. Ia masih merasa khawatir dengan kondisi Akhtar. Hingga dia pun memutuskan... .

"Tidak. Juna tidak mau meninggalkan Abi sendiri di sini. Juna ingin menemani Abi sekaligus menjaga Abi dan Akhtar," tolak Arjuna dengan nada halus. "Juna mohon ijinkanlah! Juna pernah kehilangan dan itu rasanya... Amat menyakitkan. Kali ini Juna tidak mau kehilangan orang yang Juna sayang."

Abi Yulian menoleh, ditatapnya wajah putranya itu dengan tatapan yang begitu dalam. Ditelusurinya wajah itu dengan seksama, "Nak, Abi tahu kamu sedih dengan kondisi Akhtar, tapi tak sepenuhnya itu salahmu. Ini hanya musibah, takdir yang sedang melakukan perannya. Dan jika titik do'a terbaik tidak bisa menembus langit, maka kita bisa apa sebagai hamba yang hanya menadah. Pasrahkan saja semuanya kepada Allah." Abi Yulian menepuk pundak Arjuna pelan.

"Hubby, Juna... Bagaimana kondisi Akhtar sekarang? Apa dokter sudah mendapatkan pendonornya?" tanya Bunda Khadijah dengandengan suara lirih.

Abi Yulian menarik nafas dalam-dalam, sesak yang masih menghimpit dada. Lalu, Abi Yulian berdiri dan menatap mata Bunda Khadijah dengan begitu lembut.

"Do'akan saja ya! Karena sampai saat ini masih belum ada. Dari rumah sakit lain stok golongan darah yang sama dengan Akhtar juga kosong." Suaranya terdengar pelan, tapi juga tertahan.

“Astaghfirullah…” Saat itulah Bunda Khadijah membeku di tempat, lidahnya terasa kelu. Hanya ada air mata yang jatuh tanpa suara.

"Tolong jangan menangis di sini, Neng! Masih ada Hafizha, jangan sampai Dia mendengar kondisi Akhtar yang di ambang maut. Hubby hanya tidak mau Dia akan menyalahkan dirinya sendiri karena takdir yang menimpa Abangnya," ucap Abi Yulian pelan. "Lebih baik sekarang Neng ajak Hafizha dan Cahaya pulang. Kalian harus istirahat.

Bunda Khadijah mengangguk pelan. Rasanya hancur mendengar berita buruk itu, seolah ia merasa gagal menjadi sosok ibu meskipun hanya ibu sambung.

Namun, Bunda Khadijah harus tetap kuat saat di depan anak-anaknya, terutama Hafizha.

"Hafizha, Cahaya, lebih baik kita pulang saja. Kita istirahat di rumah. Biarkan Abi dan Juna yang menunggu di sini. Kita do'akan saja dari rumah, semoga Akhtar bisa melewati masa kritisnya," ajak Bunda Khadijah sambil mengangguk pelan.

"Iya Dek. Nampaknya kamu juga terlihat lelah," sambung Cahaya.

"Tapi—"

"Lihatlah bajumu! Tidak mungkin kamu akan tetap di sini dengan pakaian yang ada darahnya," ujar Cahaya sambil menunjuk baju Hafizha.

Ya. Saat di ambulan baju Hafizha terkena darah Akhtar, walaupun sedikit tapi itu membekas di sana.

"Baiklah. Tapi, aku ingin mencari kakak yang tadi membantu aku dan Bang Akhtar. Boleh, 'kan, Bun?" ijin Hafizha dengan mata memohon.

"Tentu saja. Bunda juga ingin mengucapkan terima kasih padanya," balas Bunda Khadijah mengakhiri ucapan terima kasih.

Hafizha mengangguk, lalu ujung bibirnya ia tarik sedikit dan membentuk senyuman tipis.

Langkah kecil Hafizha mulai mencari keberadaan Zuena, sesekali ia mengedarkan pandangannya menatap orang-orang yang di sana

“Nah itu dia kakaknya, Bun.” Ada binar bahagia dari mata Hafizha setelah melihat Zuena keluar dari toilet.

'Semoga nanti Adam bisa membantu.' Gumam Zuena.

Langkahnya terhenti sesaat, ia merasa ada sepasang mata yang sedang mengawasinya. Instingnya begitu kuat, sehingga ia bisa merasakan hal-hal aneh di sekitarnya.

'Ternyata Ayah masih memperhatikanku. Kalau begitu... Aku harus waspada. Jangan sampai orang itu melukai keluarga dokter ini setelah mereka melihat aku dekat dengan mereka. Aku rasa aku harus segera pergi.'

Pandangan Zuena lurus ke depan, ia membawa napas pelan. Dagunya ia angkat sedikit, sikapnya pun berubah_bersikap biasa saja, seakan ia tidak tahu jika ada yang mengawasinya.

"Kak..." Panggil Hafizha lirih.

Langkah Zuena terhenti ketika ada yang mendekat dan menjelajah. Mata Zuena bertanya, ia berusaha untuk menerawang apa yang akan dilakukan Hafizha. Tak lama dari itu, ia menarik sedikit senyuman ramah.

'Aku rasa dia sudah cukup baik. Ya walaupun matanya masih terlihat sembab, dan itu jelas terlihat karena hal tadi. Tapi kali ini aku tidak tahu apa yang dilakukannya yang secara tiba-tiba berdiri di depanku. Apa... Dia hanya ingin mengucapkan terima kasih atau...'

"Kak, aku mau mengucapkan terima kasih banyak sudah membantu dan membantu kami tadi. Dan sebelumnya... Apa aku boleh tahu nama kakak?" tanya Hafizha dengan ragu.

"Sama-sama! Dan kamu cukup memanggilku dengan... Zuena." Terdengar datar, tapi Zuena berusaha untuk tetap ramah dengan mengulas senyuman tipis.

"Baik, Kak Zuena. Kakak bisa memanggil aku Hafizha, adik dari_"

"_dokter Akhtar. Aku sudah tahu saat di ambulan tadi. Dan aku rasa aku harus pergi sekarang," sela Zuena. "Karena aku ada urusan lain."

Zuena menunduk sebentar, bersikap sopan pada Hafizha yang masih berada di sana. Setelah itu ia melangkah pergi dengan langkah cepat. Zuena tidak mau mengambil risiko terlalu banyak jika orang yang diminta untuk mengawasinya mendekati keluarga Akhtar.

Alis Hafizha berkerut, seolah dia berpikir ada yang aneh dengan sikap Zuena. Dan itu bisa dirasakannya karena sudah dibor saat berada di asrama.

'Dia aneh, tapi cukup menarik. Dan aku tahu jika sebenarnya kakak itu baik, hanya saja kebaikan itu ditutupi dengan sikap dingin sekaligus ekspresi wajahnya yang datar.'

Hafizha menghela nafas, keinginannya mengajak Zuena untuk bertemu dengan Bunda dan Mbaknya gagal. Karena sudah terlalu lama berada di sana ia pun memutuskan kembali membahas Bunda dan Mbaknya. Hafizha hanya tidak mau mereka bertambah khawatir saja.

"Bagaimana Hafizha? Apa yang kamu lihat?" tanya Bunda Khadijah dengan senyuman.

“Maaf Bun, ternyata kak Zuena sudah pergi,” jawab Hafizha dengan raut wajah sedih.

Bunda Khadijah mengusap lengan Hafizha pelan, "Tak apa. Sekarang kita harus pulang, takutnya adik dan keponakan kamu bangun dan bik Inem akan menelepon nanti."

Hafizha dan Cahaya mengangguk-setuju.

...****************...

"Pergi dari rumah sakit setelah keluar dari ruangan itu, Adam. Kita... Diawasi." Suaranya terdengar dingin dan tegas, membuat merding.

"Oke. Aku akan keluar lima menit lagi. Tunggu di tempat gelap di sisi kanan rumah sakit." Tak jauh berbeda dengan Zuena. Adam penuh dengan teka-teki.

Zuena segera menuju ke tempat yang diucapkan Adam. Di sana Zuena kembali memikirkan kondisi Akhtar. Rasa khawatir dan gelisah tak dapat Zuena pungkiri, bahkan seorang Akhtar mampu memenuhi pikirannya saat ini.

...****************...

Dokter kembali menemui Abi Yulian, ingin memberikan kabar tentang kondisi Akhtar saat ini.

“Pak, saya ingin menyampaikan kabar jika hasil EKG dokter Akhtar baik. Tidak ada cedera lainnya yang diakibatkan luka tusuk di perutnya. Hanya saja... Luka tusuk itu mengenai pembuluh darah arteri. Yang mengakibatkan dokter Akhtar sampai kehilangan kesadarannya. Dan jika itu tidak segera dilakuakn tindakan operasi bisa berakibat sangat fatal.”

“Tapi, kami bisa melakukan operasi penghentian sekarang. Karena ada pendonor yang dengan sukarelawan mau mendonorkan darahnya untuk dokter Akhtar,” terang dokter itu diakhiri dengan senyuman. “Jadi, sekarang saya minta tolong pada Anda untuk segera mengurus persyaratan yang diperlukan di bagian administrasi agar kami bisa melakukan tindakan selanjutnya." Dokter itu membawa kabar gembira pada Abi Yulian dan Arjuna.

Kedua laki-laki itu bernapas lega, dan tak henti-hentinya mereka mengucap rasa syukur atas keajaiban yang diberikan Allah untuk Akhtar.

Suasana seakan merasa hidup, ada senyum yang terus mengembang, bahkan air mata telah mengalir dengan rasa bahagia yang telah menyelimuti hati mereka seketika itu.

‘Doa yang menembus langit. Begitu ajaib. Tapi... Apa yang mereka lakukan?'

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!