Dalam dunia yang koyak oleh perang berkepanjangan, dua jiwa bertolak belakang dipertemukan oleh nasib.
Yoha adalah bayangan yang berjalan di antara api dan peluru-seorang prajurit yang kehilangan banyak hal, namun tetap berdiri karena dunia belum memberi ruang untuk jatuh. Ia membunuh bukan karena ia ingin, melainkan karena tidak ada jalan lain untuk melindungi apa yang tersisa.
Lena adalah tangan yang menolak membiarkan kematian menang. Sebagai dokter, ia merajut harapan dari serpihan luka dan darah, meyakini bahwa setiap nyawa pantas untuk diselamatkan-bahkan mereka yang sudah dianggap hilang.
Ketika takdir mempertemukan mereka, bukan cinta yang pertama kali lahir, melainkan konflik. Sebab bagaimana mungkin seorang penyembuh dan seorang pembunuh bisa memahami arti yang sama dari "perdamaian"?
Namun dunia ini tidak hitam putih. Dan kadang, luka terdalam hanya bisa dimengerti oleh mereka yang juga terluka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr_Dream111, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lena dan masa lalunya
Kota Ventbert pagi ini dihebohkan oleh berita tentang serangan udara kekaisaran Varaya terhadap ibukota kerajaan Isheimr di utara. Dan yang lebih mengejutkan kerajaan berjuluk negeri es itu runtuh hanya dalam serangan satu malam. Raja beserta keluarga kerajaan itu dikabarkan terbunuh dan beberapa bangsawanya memilih menyerah.
Berita ini benar-benar membuat panik penduduk Ventbert.
Bagaimana tidak?
Serangan udara itu diluar dugaan siapapun. Bahkan sepengetahuanku belum ada satupun kerajaan yang mampu membentuk angkatan udara, tapi justru Varaya bisa membuatnya. Dari surat kabar yang kubaca, Varaya menyerang Isheimr menggunakan balon udara raksasa berbentuk memanjang dengan ujung runcing. Selain itu katanya ada beberapa burung besi yang menjatuhkan bom.
Burung besi? Mungkin semua yang membaca berita di surat kabar akan mempertanyakan hal yang kupikirkan. Seperti apa burung besi yang di maksud.
Ratu sendiri menghimbau para penduduk untuk tidak panik dan diminta percaya kepada pemerintah. Dia juga meminta penduduk dan militer saling bergotong royong memperbaiki tembok benteng distrik pusat dan membangun menara-menara pengawas di titik-titik tertentu.
Begitu juga denganku, hari ini aku mendapat tugas untuk membantu tentara lain membuat benteng parit pertahanan 10 kilometer di timur kota. Hari ini memang hari yang sangat sibuk bagi seluruh penduduk kota dan ini juga menjadi tugas pertamaku semenjak aku tinggal disini.
Tapi disela-sela kesibukan, banyak konflik yang melibatkan militer dan kepolisian. Bahkan satu hari ini saja sudah 4 kali aku menemui polisi dan tentara bertengkar. Menurutku semua pertengkaran itu terjadi karena memang salah para polisi.
Saat para penduduk dan tentara sedang sibuk bekerja justru mereka hanya berleha-leha dan tidak ada satupun yang mau ikut bergotong royong. Yang mereka lakukan hanya berteriak sambil menodong-nodongkan senjata.
Jika saja kami tidak mengalah, bukan tidak mungkin perang saudara di Venbert bisa terjadi. Dari cerita beberapa perwira, ratu terpaksa bungkam atas prilaku para polisi karena kepala pemimpin kepolisian dipegang oleh pamannya sendiri. Aku tau paman ratu memiliki keterlibatan sangat penting saat kudeta dulu.
Mungkin karena alasan itu juga ratu memilih membiarkan pamannya. Apalagi desas desusnya banyak pejabat yang punya hubungan baik dengan orang itu. Aku percaya ratu bukan orang lemah, hanya saja dia memilih diam mengingat keadaan Magolia baru saja mencoba pulih setelah perang panjang yang menghabiskan sumber daya.
***
Sial sekali, hari ini salju turun cukup deras ditambah udara dingin membuat penggalian parit terhambat dan terpaksa pekerjaan hari ini hanya sampai tengah hari saja. Aku berniat untuk pulang tapi saat di depan rumah seorang utusan ratu telah menungguku dan memberiku sepucuk surat yang berisi perintah melakukan pengecekan semua senjata di benteng distrik pusat.
Rasanya malas sekali menjalankan tugas ini. Andai bisa, aku ingin cepat-cepat duduk lalu menghangatkan diri di perapian rumah. Tapi apa mau dikata, perintah ratu sangat mutlak. Aku segera mengganti baju kotorku dan memakai baju yang lebih tebal lalu berangkat menaiki tembok raksasa yang mengelilingi distrik pusat beserta lingkungan istana di dalamnya. Tembok ini masih kokoh walau sudah berdiri ratusan tahun.
Ketika diatas, aku hanya terdiam dan mengeluh dalam hati saat melihat begitu panjangnya benteng ini. Jika aku harus memeriksa semua senjata, secara tidak langsung aku memutari distrik yang besar ini ditambah persenjataan yang dipasang tidak sedikit jumlahnya.
Mengeluh dan berdiam di sini hanya akan menghabiskan waktu. Aku langsung berjalan dan mulai memeriksa senjata satu persatu. Oh ya, senjata yang di pasang adalah senapan mesin dan setiap senapan diberi jarak 100 meter. Selain itu, aku terkesima saat melihat senjata baru berbentuk meriam hanya saja ukuranya sedikit lebih kecil dengan laras yang lebih panjang. Dari catatan pada surat dari ratu tertulis senjata ini adalah meriam anti udara dan dapat menembakkan peluru ke udara sejauh 3000 meter.
Saat pemeriksaan, ada beberapa senapan mesin yang macet walaupun para penggunanya sudah berusaha memperbaiki di tempat tapi tetap tidak bisa. Aku meminta untuk menurunkan senapan mesin yang macet dan mengganti senapan mesin baru di gudang senjata. Sebenarnya ini melanggar aturan tapi lebih baik mengganti dengan yang baru karena perbaikan senapan mesin secara menyeluruh memakan banyak waktu sementara serangan udara Varaya bisa datang kapan saja.
8 jam sudah berlalu dan aku sudah memeriksa semua senjata sekaligus melaporkan kepada kepala militer yang bertugas menjaga tembok ini. Aku pun kembali pulang untuk menghangatkan diri karena sudah sangat kedinginan ditambah jaket militerku mulai basah.
***
Akhirnya aku sampai di depan rumah tetapi kenapa rumahku lampunya sudah menyala? Bahkan asap mengepul keluar dair cerobong padahal seharian aku belum pulang dan kunci rumah masih kubawa. Tanpa pikir panjang aku berjalan maju lalu membuka pintu yang sudah tidak terkunci.
Ketika pintu kubuka, ternyata Lena ada di dalam. Dia duduk manis di ruang tamu dan di meja sudah banyak makanan tersaji.
" Lena? "
" Selamat datang kakak. " Gadis dengan mata terperban itu tersenyum manis padaku.
" Bagaimana kau bisa... "
" Ayah menemukan kunci rumah kakak saat merapikan ruanganya setelah kakak mengunjungi kami seminggu lalu. " Jawab Lena sambil menyeduhkan minuman yang terlihat panas ke cangkir, " karena kakak tidak berkujung lagi, ibu dan aku membawakan makanan ke sini. "
Aku lupa jika punya 2 kunci rumah yang selalu kubawa kemana-mana. Sepertinya kunci yang satu jatuh saat paman Cooper mengobatiku.
" Ibu? Maksudmu bibi Elis? Dimana dia? " Kejutku. Mau bagaimanapun juga walau ibu angkat, aku juga merindukan bibi Elis. Bahkan sampai hari ini aku belum semapt bertemu dengannya yang sering ke pasar untuk menjual kue.
" Dia pulang duluan untuk merawat ayah dan menyuruhku makan malam bersamamu. "
Lena mengambil semangkuk sup lalu menggesernya ke tempat aku duduk. Entah bagaimana dia melakukanya tapi aku akan mencoba bertanya kali ini.
" Mari makan kak keburu supnya dingin. "
Kami berdua makan bersama sambil kuceritakan keseharianku hari ini karena Lena mengeluh sudah menunggu berjam-jam tapi aku tak kunjung pulang. Meski begitu dia terus mengeluh dengan nada kesalnya. Tapi mengapa dalam hati aku sangat senang mendengar gerutuan dan keluhan dari suara lembut Lena. Seumur hidupku tidak ada orang yang mengomeliku seperti Lena.
" Kalau tidak salah kau pernah masak sendiri terus ketika jualan juga pulang sendiri. Bagaimana caramu melakukanya? "
" Kakak penasaran bagaimana caraku bisa melakukan semua ini? " tanya Lena setelah mengomel.
Aku mengangguk menyantap makanan, " Ya aku penasaran. "
" Aku memiliki energi sihir dan kugunakan sebagai pengganti penglihatanku, "
" Uhhuk...! uhhuk...! " aku tersedak saat mendengar jawaban Lena. " Apa aku tidak salah dengar? "
Lena dengan polos menggelengkan kepala, " Jika tanpa bantuan energi sihir, mana mungkin aku bisa masak sendiri atau jalan sendiri waktu malam? "
" Tapi energi sihir hanya bisa digunakan untuk meningkatkan indra pada tubuh manusia. Apa kau menambahkan sihir pada indra penglihatan? "
" Aku menyebarkan energi itu ke sekitar lalu menarik kembali sehingga energi sihir yang kutarik memberikanku informasi tentang objek apa saja yang ada di sekitarku dan aku memproyeksikannya dalam otak. " Jelas Lena.
" Sebentar Lena. Apa kau juga bisa merasakan hawa panas makhluk hidup ? "
Lena mengangguk, " Emm... itu juga termasuk. Aku juga tidak kehabisan energi sihir maupun kelelahan karena energi yang kusebar akan kembali ke tubuhku dan begitu seterusnya. Seperti proses bernafas, seperti itu juga aku menggunakan sihirku. "
" Siapa yang mengajarimu? Kau tau, energi sihir butuh latihan dan kosentrasi diatas rata-rata. Bahkan ada yang harus mendapat suntikan obat khusus berkali-kali agar energinya aktif. "
" Dulu ayah yang mengajariku. Dia katanya sering melihat anak-anak yang memiliki energi sihir juga waktu kerja dan tau metode pelatihannya. "
Aku terpukau dengan bakat yang dimiliki Lena. Apa yang gadis itu lakukan adalah metode pendeteksian. Dimana itu membutuhkan fokus yang luar biasa. Bisa dibilang metode ini satu-satunya yang mirip dongeng di mana energi sihir bukan cuma untuk memperkuat fisik atau indra tetapi bisa dikeluarkan dari tubuh. Metode ini setauku cukup langka dan bukan hanya latihan fokus tapi murni bakat pemberian dewa. Aku yakin jumlah orang yang bisa seperti Lena begini bisa dihitung jari.
" Kau tau itu metode apa? " Tanyaku lagi.
" Ya. Metode pendeteksi bukan? "
" Dengan bakat begitu, kau bisa masuk pasukan dibawah ratu dan mendapat kehidupan layak bahkan pendidikan. "
" Ayah dan ibu ingin aku merahasiakan ini karena tidak mau kalau pemerintah mengambilku. Aku juga putus sekolah setelah sering diejek karena warna mataku berbeda dari orang Magolia pada umumnya. "
" Karena itu kau menutup mata dengan perban? "
" Iya... "
" Boleh kulihat matamu? " Pintaku dengan rasa penasaran menggebu-gebu.
" Bisa kakak lepaskan ikatan perban di belakang kepalaku? "
Aku merasa gugup dan tak sabar untuk melihat warna matanya yang sebenarnya. Aku membantu membuka perban dengan lembut dan perlahan melihat kedua bola matanya yang tersembunyi selama ini.
Terkejut, terpana, dan terpesona. Itulah yang aku rasakan saat melihat warna mata Lena yang berkilau seperti emas. Mata itu sama seperti punyaku hanya saja lebih berkilau.
Apa mungkin Lena juga dari klan Akaichi?
" Kenapa diam? A-apa aku terlihat jelek karena membuka mataku? " Tanya Lena dengan suara lembutnya.
Aku menggeleng dan menjawab, " Cantik dan indah. Seharusnya kau tidak perlu malu memiliki mata seindah itu. Hanya saja... "
" Hanya saja? "
" Warna matamu sama seperti punyaku, "
Lena menunjukkan wajah terkejut. Ia menutup mulut seakan tidak percaya dengan ucapanku. " Apa mata kakak kuning keemasan juga? "
" Ya! " aku mengangguk dan tanpa sadar kusentuh alis mata Lena. " Semua klan Akaichi memiliki mata sepertiku dan sepertimu. "
" Akaichi? Aku baru mendengar nama klan itu. "
Aku heran bagaimana mungkin Lena tidak tahu klan Akaichi sementara matanya jelas menunjukkan ciri-ciri klan Akaichi.
" Kalau boleh tau, orang tuamu berasal dari mana? Dan kau lahir di mana? "
" Orang tuaku berasal kerajaan Huo di wilayah ujung timur Varaya. Orang Huo identik dengan rambut lavender dan mata biru. Kerajaan Huo sudah jatuh lalu jadi jajahan Varaya dan yang berhasil kabur mengembara ke segala arah tak terkecuali ayah dan ibuku yang sedang hamil muda. "
" Ibu bercerita saat mereka kehabisan makanan dan uang, ada seorang kakek tua yang mengajak mereka singgah ke desanya yang ada di puncak bukit. Mereka diberi makanan dan tempat tidur yang layak tapi orang tuaku tidak bisa menahan nafsu saat melihat bejana emas milik kakek itu. Mereka berdua mencuri bejana itu lalu kabur ke Burga. Di tengah pelarian, ibuku kehausan dan meminum air aneh yang kebetulan ada di dalamnya. Bejana itu terjual 30 ribu Lyra dan orang tuaku mendapat balasan dengan kebutaan yang diderita bayi mereka. " Jelas Lena.
" Maaf sebelumnya apa boleh kutau kenapa kau sampai bisa di adopsi paman Cooper? "
" Setelah pencurian bejana itu, orang tuaku ketagihan dan mereka bekerja sebagai pencuri sekaligus perampok di Burga. Saat umurku 7 tahun, mereka ditangkap dan di eksekusi mati karena ketahuan membunuh seorang pedagang miskin. Setelah eksekusi, aku dibawa ke panti asuhan tapi belum ada sebulan aku di adopsi oleh keluarga Cooper. "
" Maaf aku sepertinya telah bertanya tidak-tidak sampai membuka luka hatimu lagi. "
" Tidak apa-apa kak. Orang tuaku pantas mendapatkan hukuman itu dan dosa mereka sudah kutebus dengan kebutaanku. "
" Ngomong-ngomong apa kakek yang menolong orang tuamu bermata kuning keemasan juga? "
" Kalau tidak salah ibuku pernah bilang begitu. Dia juga menyesal telah mencuri bejana dan mengira kebutaanku adalah kutukan akibat dosanya itu. "
Aku mengangguk dan melepaskan tanganku dari alis Lena. Dia nampak lebih cantik dan manis saat tidak memakai perban. Gadis secantik ini telah mengalami banyak penderitaan juga dalam hidupnya.
" Aku tidak yakin sepenuhnya, tapi kebutaanmu kemungkinan besar ada kaitanya dengan klanku. Di dunia ini yang memiliki mata kuning emas hanya klan Akaichi. Jika ada waktu aku akan mencoba mencari tahu petunjuk di reruntuhan klan Akaichi. Semoga saja ada cara untuk menyembuhkan matamu. " Kataku sambil menatap mata kosong Lena.
" Ta-tapi, kata dokter kebutaanku permanen dan tidak bisa sembuh, "
" Klan Akaichi memiliki banyak obat maupun barang langka yang memiliki efek misterius. Apa yang ada pada bejana emas yang dicuri orang tuamu bisa saja berisi sesuatu langka yang hanya ada di klan Akaichi. Jika memang kebutaanmu karena isi bejana itu, ada sedikit harapan sembuh jika ada petunjuk di reruntuhan klan Akaichi, "
Lena menghela nafas lalu melipat jari jemarinya ke dada, " Jika memang bisa sembuh, aku sangat ingin melihat pesta kembang api di musim panas nanti. Itu adalah impianku sejak kecil, "
" Aku akan berusaha mencari petunjuk saat ada waktu. Tapi aku tidak menjamin bisa dengan cepat mendapatkan obat sebelum festival. "
Dia menggeleng pelan seraya melemapr senyum lebar padaku. " Entah berapa lama pun, aku berterimakasih ke kakak. " balas Lena. " Oh ya kak. Apa aku boleh meminta satu permintaan padamu? "
" Apa itu? "
" Aku ingin membuat pesta kecil-kecilan di rumah kakak saat malam musim semi. Lalu mengajak ayah, ibu, dan kakak makan malam bersama. Apa boleh? "
" Tentu saja, kenapa tidak? "
" Kalau begitu..., " Lena menjulurkan jari kelingking kananya padaku, " berjanjilah padaku kakak akan ikut makan malam juga. "
" Kenapa harus janji? Aku pasti akan datang. Lagipula acaranya kan di rumahku. "
" Aku dengar dari tetangga, kalau kakak sering pulang tengah malam. Karena itu janji ini sebagai pengingat untuk kakak. "
Aku tersenyum dan mengikat jari kelingking kecil Lena dengan jari kelingkingku. " Aku janji akan ikut dan tidak akan telat... "
Setelah janji itu, kami melanjutkan makan sambil bertukar banyak cerita hingga tak terasa kami keasikan mengobrol sampai tengah malam. Awalnya aku meminta Lena menginap di sini karena sudah larut malam ditambah hujan salju makin deras. Tapi Lena menolak karena khawatir dengan ayahnya. Terpaksa kuantarkan dia pulang dan justru aku yang menginap di rumahnya yang kebetulan ternyata paman dan bibi justru sedang ke Burga untuk pengobatan lagi.
Sejak Lena tau rumahku, hampir setiap pagi sebelum jualan dia menyempatkan diri ke rumahku dan membawakanku makanan. Di saat yang sama selalu banyak para penduduk distrik militer membeli kuenya. Karena itu aku menyarankan Lena berjualan di depan rumahku dan kubuatkan lapak kecil untuk dia berjualan.
^^^To be continue^^^