Naura Salsabila, Wanita berusia 26 tahun. Menikah karena perjodohan dan akhirnya saling mencintai.
5 tahun menikah, belum di karuniai seorang anak. tiba-tiba di tengah kebahagiaannya, rumah tangga mereka goyah karena orang ke 3.
Bagaimana selanjutnya? Akan kah Naura bertahan ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juniar Yasir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan bersama
Pagi ini, Naura sibuk memasak untuk keluarga besarnya di bantu oleh Erna dan lainnya. Mereka hanya membantu merajang dan memotong saja, sedangkan bumbu di racik langsung oleh Naura.
Naura hari ini akan masak menu berat. Nasi liwet, ayam goreng lengkuas, orak arik tempe, bacem tempe telur puyuh, ayam dan telur balado, sambal terasi Lamongan, serta lalapan. Sedang untuk dessert, Selesai sholat subuh, Naura telah membuat puding ubi ungu keju dan bolu tape keju.
“Tante nggak nyangka, kamu pintar sekali masaknya. Pasti orang di rumah ini setiap hari nya makan enak dan tidak pernah kelaparan.’’ puji Melda tulus.
“Bisa saja Tante.’’ balas Naura. Dirinya sungkan di puji begitu. Apalagi melihat tatapan tajam mertuanya.
Sementara Erna, mulutnya penuh makanan. Dari tadi iya mencicipi satu persatu makanan masakan Naura. Setelah di rasa puas, dia berhenti mengunyah dan menenggak air minum.
“Pelan-pelan sayang.’' Ucap Melda. Erna hanya nyengir kuda.
Dari kemarin orang tua ini sudah mulai curiga. Karena tidak biasanya menantunya ini makan rakus begini. Dirinya ketika hamil Willy juga begini nafsu makannya. Tapi untuk bertanya, belum ada waktu luang.
“Benar kata mama ku Nau. Makanan kamu memang beneran enak, bumbunya pas. Kamu juga cekatan sekali memasaknya. Pasti makan Ilham terjaga dengan baik ini. Tuh lihat Tante Lidya_’’ Erna menunjuk arah Bu Lidya.
“Badannya makin berisi. Tentu Tante di layani dengan baik oleh menantu Tante ini. Beruntung banget Lo Tante bermenantukan Naura. Aku saja yang nggak tau memasak, begitu di sayangi mama Melda, apa lagi Naura yang bisa segalanya. ’’ Erna malah menyindir orang tua ini.
Bu Lidya hanya tersenyum saja, sangat kesal mendengarnya. Dalam hati nya begitu memaki ucapan Erna ini. Ingin membalas, tidak enak. Nanti malah citranya yang buruk.
Sementara Erna, dia begitu puas melihat wajah Bu Lidya yang merah padam karena kesal, apalagi Bu Lidya tidak berani membalasnya. Makin semangat saja Erna mau mengerjai orang tua ini.
Melda mencolek paha sang menantu, takut juga dirinya jika terjadi keributan. Dulunya, Melda juga sering berselisih paham dengan kakak iparnya ini, tetapi semakin tua, dirinya tidak mau ribut-ribut lagi. Membiarkan saja kelakuan Bu Melda.
Naura hanya geleng-geleng kepala melihat keberanian Erna. Dirinya bukan tidak berani, mengingat Bu Lidya ini mertua nya dan juga mengingat kebaikan ayah Indra. Jadi selagi Bu Lidya tidak melewati batas, dirinya berusaha bersabar saja.
.
.
Setelah semua masakan di masukkan ke dalam prasmanan, mereka semua membawa makanan ini ke taman samping. Ini semua ke inginan Erna. Entah mengapa Dia ingin makan ala-ala piknik gitu. Dan mereka semua malah manut saja dengan keinginan itu. Walaupun tema nya nasi liwet, tapi mereka tidak makan di daun pisang, karena di sekitaran sini memang tidak ada daun pisang.
Bu Lidya makin kesal saja, bisa-bisanya orang-orang ini mengikuti kehendak Erna. Tidak ingin di cap buruk, akhirnya Bu Lidya ikut serta, meski sangat-sangat terpaksa.
Para lelaki kini menyusul mereka di taman. Tak terkecuali Ilham dan Willy. Meskipun mereka kurang akrab, apalagi semenjak Willy mengetahui kelakuan sepupu nya ini, Willy makin tidak suka berdekatan dengan Ilham. Hanya formalitas saja di depan orang tua mereka.
Willy begitu kaget mendengar bahwa makan di luar ini ide sang istri. Dirinya merasa aneh, karena akhir-akhir ini sikap sang istri berubah. Mudah ngambek, emosional, dan makannya juga terbilang cukup banyak. Tetapi Willy tidak berani menegur, takut sang istri ngambek dan berakhir dirinya tidur di luar.
“Wah kelihatannya enak ni, banyak lagi. Siapa yang masak?’’ tanya Dimas papanya Willy.
“Naura pa, semua ini dia yang masak. Kita-kita cuma bantu-bantu memotong sayur saja, selebihnya membantu tes rasa.’’ Erna yang membalas ucapan Dimas.
“Heh?! Tes rasa tapi makannya banyak!’’ sinis Lidya tapi dengan suasana di bikin selembut mungkin.
“Ya iyalah, orang makanannya enak juga. Aku sih berharap punya menantu begini nantinya, baik, penurut dan pintar masak. Katanya, biar suami betah bukan hanya urusan ranjang, tapi juga urusan perut. Tapi nggak tau juga jika buaya, walaupun di masakin daging, jika sukanya sampah pasti tetap ingin sampah.’’ balas Erna begitu telak, menohok.
Sekali dayung dua pulau terlampaui. Kalimat Erna ini bukan hanya Bu Lidya yang tersinggung, tetapi juga Ilham.
Willy bukannya marah, dia merasa istrinya ini kern. Sedari tadi menahan senyum melihat dan mendengar ucapan sang istri. Menurutnya, istri nya julid begini kelihatan cantik berkali-kali lipat.
“Sudah-sudah, ayo kita makan dulu!. Jika berbicara terus kapan kita makannya..., kan kasian Naura sudah masak banyak. Ucap papa Dimas.
“Kamu mau kemana nak?’' Tanya ayah Indra ketika melihat Naura berdiri.
“Naura ajak Bi Imah makan disini bolehkan yah?... Kasian dia makan sendiri di dapur nanti.’’ beritahu Naura.
“Tentu boleh nak!’’ balas ayah Indra.
Mereka terdiam dengan fikiran masing-masing. Bisa-bisanya mereka lupa, sedang Naura mengingat pembantu rumah itu. Di dalam hati mereka, kagum dengan kebaikan dan kelembutan hati Naura ini. begitu juga Ilham. Inilah yang membuatnya begitu sayang dengan Naura dan berat untuk menceraikannya. Hanya satu kekurangan Naura menurutnya, yaitu dekil. Jika soal anak dirinya tidak begitu masalah.
Lain mereka, lain hal nya dengan Bu Lidya. Dirinya begitu kesal mendengar sang menantu malah mau membawa pembantu mereka ikut serta makan bersama. Berani sekali Naura menentangnya dalam diam, pikir nya.
“Tuh, lihat Tante, begitu baik nya hati menantu Tante itu. Bibik pekerja aja dirinya begitu peduli, apalagi Tante dan yang lainnya di rumah ini. Baik sekali hati nya itu!’’ kembali serangan sindiran Erna layangkan.
“Dalamnya hati manusia tidak ada yang bisa menebak.’’ balas Bu Lidya dengan kalimat kiasan. Tak ingin kalah.
“Tidak semuanya begitu Tan. Tidak semua orang itu bertopeng. Contoh nya buah-buahan, jika luarnya busuk, tentulah di dalam nya busuk. Nggak mungkin bagus. Begitu juga hati manusia. Ucapan yang keluar, menunjukkan hati seseorang. Jika ucapan saja selalu menghina, mencari kekurangan, dan kesalahan orang lain, sudah tentu hatinya juga begitu. Benarkan Tan?!... Ini hanya perumpamaan!’’ Balas Erna tak ingin mengalah. Dan begitu menohok, menusuk ke hati.
Begitu tersinggung Bu Lidya. Karena ucapan Erna begitu tepat mengenai hati nya. Tapi dasarnya Bu Lidya ini tidak ada rasa bersalahnya, dirinya masih ingin membalas.
Saat akan membalas, dirinya melihat tatapan tajam dari sang suami. Gagal lah Dirinya untuk membalas ucapan Erna.
Erna menahan tawanya melihat wajah kicep Bu Lidya karena takut dengan suaminya.
Mereka yang ada di situ hanya menyimak. Tiba-tiba saja Willy berdiri dan bertepuk tangan. Setelahnya, dia memeluk sang istri. Ibarat bangga dan memberi penghargaan atas prestasi istrinya itu.
Bu Melda menepuk dahinya. Merasa anak dan mantunya begitu cocok.
Naura dan bi imah tadi berhenti sejenak melihat ketegangan itu, kini mereka tidak bisa lagi menahan tawa nya melihat kelakuan Willy. mereka tertawa pelan.
Akhirnya setelah drama itu, kini mereka makan bersama dengan hati gembira. Hanya Bu Lidya yang kesal.