Mimpi Aqila hanya satu, mendapat kasih sayang keluarganya. Tak ada yang spesial dari dirinya, bahkan orang yang ia sukai terang-terangan memilih adiknya
Pertemuannya tanpa disengaja dengan badboy kampus perlahan memberi warna di hidupnya, dia Naufal Pradana Al-Ghazali laki-laki yang berjanji menjadi pelangi untuknya setelah badai pergi
Namun, siapa yang tau Aqila sigadis periang yang selalu memberikan senyum berbalut luka ternyata mengidap penyakit yang mengancam nyawanya
.
"Naufal itu seperti pelangi dalam hidup Aqila, persis seperti pelangi yang penuh warna dan hanya sebentar, karena besok mungkin Aqila udah pergi"
~~ Aqila Valisha Bramadja
.
.
Jangan lupa like, komen, gift, dan vote...🙏⚘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 : Keceplosan
"Artinya gue adalah pelangi, pelangi indah yang penuh warna, pelangi yang akan membuat setiap orang yang melihatnya tersenyum"
"Hahaha pelangi" Aqila tertawa mendengar perkataan Naufal yang layaknya menghibur anak kecil
"Lo tau kan kalau pelangi itu turun setelah hujan?" Aqila mengangguk menjawab pertanyaan Naufal
"Sama halnya dengan gue, selalu muncul saat lo sedih, untuk menghapus air mata lo dan menggantikannya dengan sebuah senyuman" Aqila berhenti memandang Naufal sejenak
"Kayak pelangi? Hanya sementara?" Batin Aqila
"Gue nggak salah orang, lo memang Naufal si badboy yang terkenal di kampus, tapi kok lo nggak keliatan kayak gitu sih di depan gue?" ucap Aqila meneliti penampilan Naufal dari bawah
"Hahaha kita sama Aqila, membuat tawa palsu dan gerak gerik yang terencana agar orang selalu menganggap kita baik-baik saja"
"Ternyata capek juga ya kayak gini, terus senyum, ketawa nggak jelas, bahagia kayak orang gila padahal nggak ada yang lucu" Naufal melanjutkan ucapannya dengan pandangan lurus ke depan
"Berarti lo ngaku gila ya?"
"Hah?"
"Ternyata Naufal yang terkenal bukan cuma badboy ya? tapi juga gila"
"Dasar orang gila"
"Awas ya Qila"
Keduanya berlari di trotoar yang lenggang karena hanya sedikit pejalan kaki, orang-orang kebih memilih menggunakan kendaraan, tanpa disadari mereka seseorang dari jendela mobil melihatnya dengan tatapan mata yang tajam
"Hah hah hah, ternyata capek juga lari-lari kayak gitu" Aqila mengatur nafasnya yang ngos-ngosan karena berlari
"Aqila lo mimisan" Naufal terkejut melihat darah yang menetes dari hidung Aqila dan dengan cepat ia mendahului Aqila mengambil tisu dari dalam tasnya
"Makasih" Mereka berdua duduk di taman yang berada di dekat lampu merah tempat biasa anak-anak berjualan
"Maaf ya ini pasti gara-gara gue ngejer lo tadi" Naufal merasa bersalah dengan tindakannya
"Nggak apa-apa kok, ini hal biasa buat gue" mendengar kata 'hal biasa' entah kenapa membuat Naufal merasakan sakit
"Aqila nikah yuk" pernyataan Naufal yang tiba-tiba membuat Aqila refleks memundurkan tubuhnya dan mencengkeram kursi taman yang diduduki mereka cukup erat
"Hahaha, jokes lo garing"
"Gue nggak bercanda, gue serius" ucap Naufal dengan keseriusan yang terpancar dari matanya
"Kak Aqila mau beli minum?" Seorang anak laki-laki berusia enam tahun menawarkan berbagai macam minuman yang dibawanya, membuat perhatian Aqila teralihkan
"Air mineral aja ya Fer"
"Ini kak" Aqila langsung meneguk air yang baru dibukanya itu, entah karena haus atau karena justru karena gugup menghadapi pernyataan Naufal yang tiba-tiba
"Mita sama yang lainnya kemana?"
"Tuh mereka" Ferdi menunjuk teman-teman sebayanya yang menjajakan dagangan mereka saat lampu merah
"Oowh yaudah kalian semua hati-hati ya, Kak Aqila pergi ke kampus dulu" Aqila berdiri dari duduknya dan merapikan jilbabnya yang sedikit berantakan
"Kembaliannya Kak Aqila"
"Tabung ya buat beli keperluan sekolah"
"Terima kasih Kak Aqila" Aqila hanya mengangguk dan melanjutkan langkahnya menuju kampus
Dua manusia itu tak ada yang bersuara, kecanggungan tiba-tiba terjadi diantara mereka.
"Lo kenal banget ya sama anak-anak itu" Naufal memecah kecanggungan diantara mereka
"hmm, gue salut sama mereka, setiap ngeliat mereka gue merasa bersyukur banget masih punya keluarga, tempat tinggal yang layak dan pendidikan yang bagus, kadang gue merasa malu sendiri kalau ngeluh terus setelah liat mereka, karena melihat mereka gue sadar kalau gue kurang bersyukur makanya gue selalu menghargai keluarga gue, ya walaupun kondisinya kayak gini"
"Oowh iya Naufal" Aqila tiba-tiba berbalik arah membuat Naufal yang merutuki ucapannya sontak terkejut
"Eh... iya"
"Gue mohon sama lo, jangan beritau siapapun tentang penyakit gue baik itu Renata sekalipun, cukup lo sama Bu Maya yang tau"
"Gue tau lo juga sekelas sama Kak Rian kan?, tolong jangan bilang apa-apa kalau dia nanya"
"Walaupun nggak mungkin sih" Aqila membatin dalam hatinya
"Oke, ini cuma kita bertiga yang tau, tapi..."
"Gue mohon"
"Baiklah" melihat tatapan permohonan Aqila membuat Naufal tak tega dan nenyetujuinya, tapi ia tak berjanji karena suatu saat nanti akan ada saatnya ia mengatakan itu entah karena terpaksa atau hal lainnya
"Terima kasih"
"Hmmm"
"Kalau gitu, gue ke kelas dulu, Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam"
Eh? Tunggu dulu? Kelas?
Naufal melihat bangunan yang berdiri megah di depannya ternyata mereka sudah sampai di kampus, tak terasa waktu berjalan begitu cepat tanpa disadari mereka sudah sampai di kampus
"Gue kenapa sih?" Naufal memegang kepalanya dan tersenyum-senyum sendiri seperti remaja yang pertama kali jatuh cinta, membuat mahasiswa yang melihatnya mengedikkan bahu karena biasanya badboy kampus itu akan memberikan tatapan tajam bagi siapa yang berani melihatnya
"Mulut gue kok bisa-bisanya ngomong gitu sih?" Naufal membatin merutuki dirinya yang langsung berbicara saat di taman
"BOS" Datang tiga anak buahnya yang sudah diperingatkan berkali-kali tak memanggil dirinya dengan sebutan itu menggunakan suara keras
"Apa?"
"Peresmian restoran cabang baru akan dilakukan sabtu besok bos"
"Semua sudah siap kan?"
"Siap bos, kami sudah berhasil bekerja sama dengan salah satu petani dari desa untuk memasok bahan baku sayuran"
"Bagus, terus lo Panil persiapan Cafe sudah sampai mana?"
"Tinggal pemasangan beberapa dekorasi dan semua beres"
Naufal meletakkan tangannya di depan, diikuti ketiga teman-temannya
"FELIS CATUS"
"Nggak cuma imut"
Entahlah, apa yang membuat mereka memilih semboyan itu kelompok mereka, tapi kata Naufal sebagai ketua kalau kucing itu nggak cuma imut tapi bisa buas, ia hewan yang luar biasa
"MEONG" tiba-tiba Panil mengeong cukup keras membuat membuat Naufal, Vian dan Devan langsung memalingkan arah dan menjauh, seolah tak saling mengenal
"Heh, kalian berempat jangan ngeong-ngeong disana, cepat selesaikan skripsi kalian" Pak Raidhan selaku pembibing mereke tiba-tiba muncul membuat mereka berempat sontak menuju tempat ternyaman untuk menulis dokumen yang nenjadi syarat kelulusan mahasiswa itu
Begitulah mereka Felis Catus, sebagian orang mungkin menganggap mereka hanya anak-anak nakal, atau si bad boy kampus yang cuma dateng buat tebar pesona, tapi seperti semboyan mereka 'nggak cuma imut' mereka membuktikan kalau selain tampan mereka juga berbakat, tanpa disadari teman mereka yang lain mereka sudah berhasil mendirikan beberapa restoran dan cafe
Semua itu tentu tak mudah untuk mereka, mereka harus pintar putar otak untuk membuat usaha mereka maju dan bersaing di tengah banyaknya tempat serupa
Dengan modal usaha yang mereka pinjam dari keluarga Gempano yang terkenal kaya, mereka membangun restoran dengan konsep yang berbeda dari biasanya yaitu lambang mereka, kucing.
Tak disangka restoran itu ramai dari segala usia mulai dari anak-anak, remaja bahkan orang dewasa sekalipun
Hingga mereka mampu mengembalikan modal yang mereka pinjam lebih cepat dari yang mereka perkirakan
Semakin berkembangnya restoran itu membuat mereka membuka cabang diberbagai tempat dan juga membuka cafe dengan tema instagramable, yang ditujukan untuk para remaja.