Spin off dari "Beauty & Berondong"
Menikah bukanlah prioritas seorang Gabriel Ferdinand setelah kepergian istrinya enam tahun yang lalu. Meskipun sang putri, Queena Alesha terus meminta seorang mami pada Gabriel, namun hal itu tak jua membuat Gabriel menjadi luluh.
Hingga pertemuan tak sengaja Gabriel dengan seorang gadis SMA yang harus hidup sebatang kara, membuat hati Gabriel mendadak terketuk dan merasa iba. Alasan agar si gadis, Friska Agustina tak mengambil jalan hidup yang salah serta demi kelangsungan pendidikan Friska, membuat Gabriel nekat menikahi remaja yang masih duduk di bangku kelas dua belas SMA tersebut.
Lalu bagaimana cara Gabriel membimbing Friska yang masih labil menjadi istri serta mami sambung yang baik untuk dirinya dan Queena?
Dan bagaimana cara Friska beradaptasi dengan kehidupan sederhana keluarga Gabriel, padahal sebelumnya Friska selalu bergelimang kemewahan dan hidupnya serba ada?
Cerita lengkap tentang awal mula hubungan Ayunda dan Gabrian (saudara kembar Gabriel) juga akan diceritakan disini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bundew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KESAL
"Berapa, Pak?" Tanya Friska saat taksi yang mengantarnya dari rumah Sashi sudah samlai di depan rumah Gabriel.
"Seratus ribu, Non!"
"Hah?" Friska melihat lembaran biru di tangannya pemberian Gabriel pagi tadi.
"Uang saya kurang, Pak! Saya minta ke Oma dulu, ya!" Izin Friska seraya membuka pintu taksi dan nyelonong keluar tanpa menunggu persetujuan dari supir.
"Oma!"
"Eh,"
"Bunda!" Friska berseru memanggil Bunda Laksmi saat baru masuk di pintu depan.
"Bunda!"
"Pulang itu salam dulu, Fris! Bukan langsung teriak-teriak-"
"Bund, minta uang lima puluh ribu buat bayar taksi. Uang Friska kurang," Friska menyela omelan Bunda Laksmi.
"Apa kamu bilang?"
"Friska minta uang untuk bayar taksi, Bund! Itu supirnya udah nungguin!" Ulang Friska seraya menunjuk ke arah taksi yang masih menunggu di depan rumah.
"Kamu pulang sekolah naik taksi?" Tanya Bunda Laksmi shock.
"Lah, iya! Naik ojek panas, Bund," jawab Friska jujur.
Bunda Laksmi langsung berdecak dan geleng-geleng kepala pada kelakuan menantunya tersebut.
"Mana, Bund! Kurang lima puluh ribu. Tadi kata Om Briel suruh minta ke Bunda ongkos taksinya," ujar Friska lagi.
Bunda Laksmi mengambil dompet dan mengeluarkan uang lima puluh ribuan dengan ekspresi wajah kesal lalu memberikannya pada Friska.
"Besok lagi naik angkot saja, Fris! Nggak usah sok-sokan jadi Nona kaya!" Omel Bunda Laksmi yang tak terlalu digubris oleh Friska karena gadis itu yang sudah berlari keluar rumah untuk membayar kekurangan ongkos taksi.
Di saat bersamaan, mobil Gabriel sudah tiba di rumah. Sepertinya suami Friska itu baru pulang kerja.
Friska menunggu di teras sampai Gabriel turun dari mobil.
"Baru pulang, Fris?" Tanya Gabriel seraya menghampiri Friska yang masih menunggunya di teras.
"Tadi belajar kelompok dulu di rumah Sashi, Om! Makanya baru pulang," jelas Friska.
"Trus pulang naik apa tadi?" Tanya Gabriel lagi.
"Naik taksi!"bukan Friska melainkan Bunda Laksmi yang menjawab dengan bersungut-sungut.
"Lihat sendiri kelakuan istri bocah kamu ini! Pulang sekolah saja sok-sokan naik taksi! Padahal naik angkot juga banyak!" Omel Bunda Laksmi lagi meluapkan kekesalannya pada Friska.
"Tapi tadi kata Om Briel, Friska disuruh naik taksi, Oma-"
"Eh, Bunda!" Lagi-lagi Friska salah sebut.
"Lagian, Friska juga nggak tahu angkot yang lewat sini nomor berapa dan warna apa. Nggak ada yang ngasih tahu Friska," cebik Friska lagi seraya memainkan kedua telunjuknya seperti biasa.
"Sudah, Bund! Jangan dimarahi!" Gabriel segera menegur Bunda Laksmi yang masih ingin mengomeli Friska.
"Manjakan saja terus!" Gerutu Bunda Laksmi seraya berlalu pergi meninggalkan Gabriel dan Friska.
"Friska minta maaf, Om! Ongkos taksi juga cuma kurang lima puluh ribu tadi. Masa Bunda marah sampai segitunya."
"Di sekolah aja Friska sampai nggak jajan dan ditraktir sama Sashi," cerita Friska lagi yang masih merengut. Gabriel mendadak jadi gemas pada istri kecilnya ini dan ingin mencium bibirnya yang merengut itu.
Eh!
"Iya, sudah tidak apa-apa, Fris!" Gabriel merangkul Friska dengan penuh kesabaran.
"Besok lagi kalau aku nggak bisa jemput kamu pulang sekolah, kamu naik angkot saja. Yang warna kuning nomor empat. Itu nanti berhenti pas di depan kompleks, kamu tinggal jalan dua ratus meter, kan?"
"Queena juga biasa naik angkot itu kalau pulang sekolah," ujar Gabriel lagi.
"Iya, Om! Friska ngerti," jawab Friska masih merengut.
"Mau ke kedai es krim?" Tanya Gabriel selanjutnya yang langsung membuat Friska berhenti merengut.
"Mau!" Kedua mata Friska sudah berbinar sekarang.
"Yaudah, kamu mandi dan siap-siap dulu! Nanti kita pergi sama Queena! Aku ke kamar Queena dulu," ujar Gabriel yang langsung membuat Friska mengangguk-angguk dan tersenyum sumringah.
Ternyata mudah juga membujuk Friska. Sama seperti Queena, hanya tinggal dibelikan es krim.
"Friska mandi dulu, Om!" Pamit Friska seraya berlalu dan masuk ke kamar. Sementara Gabriel langsung menuju ke kamar Queena yang bersebelahan dengan kamar Bunda Laksmi dan Ayah Yuda.
"Queen!" Panggil Gabriel seraya mendorong pintu kamar sang putri. Queena terlihat sedang duduk menghadap meja belajarnya dan fokus mengerjakan sesuatu. Gadis dua belas tahun tersebut juga mengabaikan kehadiran sang ayah.
"Queen, sedang banyak tugas?" Tanya Gabriel lagi yang sudah duduk di tepi tempat tidur Queena.
"Ya!" Jawab Queena singkat dan padat.
"Keluar sebentar dan membeli es krim, yuk!" Ajak Gabriel lagi yang sepertinya sedang berusaha merayu Queena yang memang masih merajuk sejak pagi tadi.
Tepatnya sejak Queena tahu kalau mami sambungnya masih SMA dan masih delapan belas tahun.
"Nggak!" Tolak Queena singkat.
"Ke toko buku? Membeli buku baru? Atau Queena mau jalan-jalan ke mall?" Gabriel masih terus membujuk Queena.
"Nggak!" Tolak Queena lagi yang kali ini sudah mengangkat wajah dan mendelik ke arah sang Papi.
Gabriel mendadak ingat pada Hana yang dulu ekspresi wajahnya juga seperti itu saat sedang marah.
"Queen," Gabrian bersimpuh di lantai dan memutar kursi Queena agar menghadap ke arahnya.
"Queena nggak mau pergi, Pi! Udah jangan gangguin Queena!" Sentak Queena yang kini sudah ganti merengut. Persis Friska juga. Gabriel seperti punya dua putri yang genar merajuk kalau seperti ini.
"Papi minta maaf!" Ucap Gabriel lembut. Queena masih merengut.
"Mami Fris itu baik, lho! Queena bisa cerita apapun pada Mami Fris dan pasti menyenangkan. Cerita soal hal-hal kekinian misalnya. Kan kalian hampir seumuran," bujuk Gabriel lagi pada sang putri.
"Queena bisa cerita sama teman-teman kalau soal hal-hal kekinian!" Sergah Queena kembali mendelik pada sang Papi.
Gabriel mendadak kehilangan kata-kata sekarang.
"Om Briel!" Panggilan Friska dari luar kamar membuat Gabriel menghela nafas.
"Om Briel!" Friska ganti mengetuk pintu kamar Queena dannsedikit mengintip karena pintu memang setengah terbuka.
"Om, jadi ke kedai es krim?" Tanya Friska kekanakan.
"Iya, jadi! Aku mandi dulu!" Jawab Gabriel seraya bangkit berdiri.
"Queena ikut juga?" Tanya Friska selanjutnya pada Queena yang terlihat merengut.
"Nggak!" Jawab Queena galak sebelum kemudian gadis dua belas tahun tersebut kembali memutar kursinya dan fokus menulis lagi.
"Queena sedang sakit gigi. Jadi dia tidak mau makan es krim," jelas Gabriel seraya menghampiri Friska yang masih berdiri di ambang pintu kamar Queena.
"Jangan lupa gosok gigi sebelum tidur, Queen! Biar nggak sakit gigi!" Seru Friska memberikan nasehat pada Queena yang hanya dijawab dengan sebuah dengkusan dari Queena.
Queena juga tahu soal itu!
Memangnya Queena bocah TK yang masih harus diingatkan perihal gosok gigi sebelum tidur?
Dasar mami bocah!
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.