Gadis SMA Kesayangan Om Duda
Gabriel keluar dari ruang Tata Usaha sebuah SMA swasta di kota tempatnya tinggal saat ini. Pria itu mengusap rambutnya sendiri dan sedikit meringis mengenang masa-masa lima belas tahun yang lalu saat dirinya masih mengenakan seragam putih abu-abu.
Rasanya baru kemarin itu semua terjadi. Namun siapa menyangka kalau kini usia Gabriel sudah menginjak kepala tiga. Tiga puluh dua tahun mungkin memang usia yang tak lagi muda bagi kebanyakan orang, tapi jiwa Gabriel masih tetap terasa muda sekarang.
Nyatanya, Gabriel masih berada di SMA lamanya. Bukan mengurus pendaftaran tentu saja! Tapi mengurus ijazahnya yang kebetulan hilang dan terselip entah kemana. Masih bagus sekolah selalu punya arsip cadangan kalau hal tak diinginkan seperti ini terjadi. Dan Gabriel benar-benar terselamatkan sekarang.
Triiiiiiiing!
Suara lonceng panjang membutarkan lamunan Gabriel. Meskipun sudah lima belas tahun berlalu, bunyi bel di sekolah ini ternyata masih belum berubah.
Gabriel mengulas senyum tipis saat beberapa siswa mulai terlihat menghambur keluar dari kelas masing-masing. Raut lelah setelah belajar, membuat Gabriel kembali bernostalgia tentang dirinya dulu yang juga pernah di posisi tersebut. Bagi Gabriel, masa-masa SMA adalah masa-masa paling menyenangkan karena Gabriel bisa main sepuasnya tanpa memikirkan beban hidup ataupun anak yang merengek minta jajan.
Eh!
Maaf, Queena!
Papi tak ada maksud untuk menyindirmu!
Gabriel tersenyum sendiri dan mendadak ingat pada Queena Alesha Ferdinand, sang putri yang kini sudah genap berusia dua belas tahun. Waktu benar-benar berlalu dengan cepat. Rasanya baru kemarin Gabriel menjadi papih muda untuk Queena karena dirinya yang memang baru genap berusia dua puluh tahun saat menyandang gelar sebagai seorang Papi.
Ya, andai bukan karena sebuah kecelakaan, Gabriel juga mungkin baru akan menyandang status Papi setelah usianya diatas dua puluh lima tahun. Tapi Gabriel tak mau menyalahkan siapapun, karena semua yang terjadi pada hidupnya adalah suratan takdir, termasuk saat Hana pergi meninggalkan ia dan Queena untuk selamanya, sembilan tahun yang lalu. Semuanya adalah takdir.
"Sashi! Tungguin aku!"
Bruuk!
"Aduuh!" Teriakan disertai tubrukan dari seorang gadis yang kini jatuh terkapar membuyarkan lamunan Gabriel.
Eh, tidak sampai terkapar. Hanya terduduk di depan Gabriel saja, si gadis berponi dengan rambut yang diikat ala ekor kuda tersebut. Namun saat Gabriel hendak membantunya berdiri, gadis itu sudah bangkit sendiri dengan cepat.
"Friska! Kamu tidak apa-apa?" Teman-teman si gadis sudah menghampiri gadis bernama Friska tersebut.
"Iya, nggak apa-apa! Jangan tinggalin aku makanya!" Omel Friska pada teman-temannya.
"Iya, makanya jangan lelet! Yuk, ah!" Ajak teman-teman Friska selanjutnya.
"Maaf, ya, Om!" Ucap Friska sekilas pada Gabriel, sebelum kemudian gadis itu berlalu bersama teman-temannya menuju ke pintu utama sekolah.
Gabriel tersenyum sendiri dan mengikuti langkah rombongan gadis SMA tadi, karena Gabriel juga hendak keluar menuju ke halaman parkir. Urusan Gabriel sudah selesai dan pria itu ingin secepatnya kembali ke kantor Steinberg Company.
"Halo! Iya ini Friska! Maaf ini dengan siapa, ya?" Gabriel menghentikan langkahnya sejenak, saat ia melihat gadis bernama Friska yang tadi menabraknya sedang mengangkat telepon di depan pintu utama sekolah.
"Apa? Mama dan Papa di rumah sakit? Rumah sakit mana?" Lamat-lamat, Gabriel mendengar Friska yang menyebut-nyebut tentang rumah sakit.
"Iya, iya, Pak! Saya ke sana secepatnya!" Gadis bernama Friska itu menyimpan ponselnya dengan tergesa, lalu berlari ke arah gerbang sekolah. Tak berselang lama, sebuah taksi berhenti dan Friska langsung naik ke dalamnya, sebelum kemudian taksi melaju meninggalkan sekolah.
Ck!
Gadis kaya!
Pulang sekolah saja naiknya taksi!
Gabriel hanya bergumam seraya mengul*m senyum sebelum kemudian bapak satu anak itu mengambil motornya, dan ikut meninggalkan sekolah, menuju ke kantor Steinberg Company.
****
"Friska Agustina?" Tanya seorang polisi pada gadis yang sejak tadi duduk termenung sendirian di ruang tunggu rumah sakit. Gadis itu segera mengangkat wajahnya.
"Iya, saya Friska Agustina, Pak!" Jawab Friska cepat.
"Ayo ikut ke dalam!" Ajak polisi tadi.
"Papa dan Mama saya baik-baik saja, kan, Pak?" Tanya Friska harap-harap cemas.
"Kau lihat saja sendiri," ujar polisi itu lagi seraya membuka pintu ruang UGD dan mempersilahkan Friska untuk masuk ke dalam.
Friska masuk dengan langkah gemetar, saat gadis itu melihat dua tubuh yang terbaring di atas bed perawatan yang terletak bersebelahan.
"Mama!" Suara Friska tercekat di tenggorokan saat melihat kondisi sang mama yang begitu memprihatinkan.
Friska beralih pada sang Papa yang kondisinya tak jauh berbeda dengan kondisi sang mama.
"Papa dan mama saya akan sembuh, kan, Dok?" Tanya Friska pada dokter yang berada di ruangan tersebut. Tadi saat di sekolah, yang menelepon Friska adalah pihak kepolisian yang mengatakan kalau papa dan mama Friska baru saja mengalami kecelakaan.
"Kami akan berusaha sebaik mungkin, Dik!" Ucap dokter menenangkan Friska.
Friska kembali menghampiri papa dan mamanya dan wajah gadis delapan belas tahun itu terlihat sendu.
"Mama, Papa, cepatlah sembuh dan bangun!"
"Friska!" Panggil seorang polisi wanita yang sudah masuk ke dalam ruang UGD.
"Iya, Bu Polisi. Ada apa lagi?" Tanya Friska seraya mengusap airmata di kedua pipinya.
"Bisa ikut kami sebentar? Ada hal penting yang mau kami sampaikan."
"Hal penting apa?" Tanya Friska bingung seraya mengikuti langkah polisi wanita tadi dan keluar dari UGD.
Di luar ruangan, sudah banyak orang dari pihak kepolisian dan entah dari amna. Yang jelas mereka semua berpakaian rapi serta membawa beberapa map di tangannya.
"Ini siapa?" Tanya seorang laki-laki yang seusia dengan Papa yang mengenakan jas dan kemeja rapi.
"Ini putri tunggal Prastawa dan Lisa."
"Pak, ini sebenarnya ada apa?" Tanya Friska semakin bingung.
"Siapa nama kamu, Adik?" tanya bapak-bapak berjas tadi.
"Friska," jawab Friska yang merasakan sesuatu yang janggal.
"Usia?"
"Delapan belas tahun, Pak! Ini bapak-bapak darimana dan ada urusan apa dengan Papa Mama saya?" Cecar Friska menatap bergantian pada orang-orang asing yang mengelilinginya.
"Jadi begini, Friska!"
"Kami harap kamu bisa tabah dan sabar setelah mendengar berita ini."
"Papa dan Mama kamu sudah terbukti melakukan penggelapan dana dari pemerintah."
"Tidak mungkin?" Friska menggeleng-gelengkan kepalanya dan merasa tak percaya.
"Rumah, mobil, serta semua aset milik kedua orangtuamu terpaksa harus kami sita, Friska! Karena itu semua hasil pencucian uang yang digelapkan oleh kedua orang tuamu."
"Tapi Mama dan Papa masih sekarat!" Friska sudah berurai airmata sekarang.
"Penahanan akan kami tangguhkan menunggu Pak Prastawa dan Ibu Lisa pulih. Tapi kasus ini tetap akan bergulir dan semua aset akan kami sita sebelum kami kembalikan pada negara."
"Jadi mulai besok, kami harap kamu sudah mengemasi semua barang-barang kamu dan meninggalkan rumah kedua orang tua kamu, Friska!"
"Lalu saya harus tinggal dimana, Pak?"
.
.
.
Hai!
Kita ketemu Friska dan Gabriel disini.
Gabriel Ferdinand adalah saudara kembarnya Gabrian Ferdinand (calon suami Ayunda yang meninggal H-1 sebelum pernikahan) Gabriel sudah muncul di "Beauty & Berondong" bab 33, 54, 55, 59
Friska Agustina tokoh baru ya.
Sehari 2 eps. Semoga bisa konsisten.
Konflik aku bikin seringan mungkin ala anak remaja aja kayaknya. Kan Friska masih remaja 😌😁
Jangan kaget kalo nanti pas flashback masalalu Gabriel, Ayunda nongol lagi 😅😅
Terima kasih yang tetap setia mengikuti cerita othor.
Silahkan like biar othornya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Nona Friska..
2024-07-19
0
susi 2020
😎😎😎
2023-02-18
0
susi 2020
🙄🙄🥰😍
2023-02-18
0